KGI-PALM KAMI MENGERTI NILAI HIDUP , PENYEDIA PALM OIL GO GREEN

Kamis, 29 Januari 2015

produk



Kebun kelapa sawit percontohan milik Cargill hasilkan 9 ton/Ha


RABU, 27 MEI 2015 | 01:13 WIB ET
https://kabarbisnis.com/images/picture/201505/113-kelapa_sawit.jpg
SURABAYA, kabarbisnis.com: Upaya peningkatan produktivitas kelapa sawit oleh Cargill dan Institut Pertanian Bogor (IPB) kiranya telah membuahkan hasil. Dari panen kelapa sawit perdana di Kebun Pendidikan Kelapa Sawit IPB-Cargill (IPB-Cargill Oil Palm Teaching Farm) di Bogor, Jawa Barat, produktifitasnya cukup tinggi, mencapai 8 ton hingga 9 ton per hektar. Padahal umumnya, produktifitas kelapa sawit mencapai 4 ton hingga 5 ton per hektar.
Kebun pendidikan seluas 50 hektar ini merupakan yang pertama di Indonesia yang disponsori Cargill dengan nominal sumbangan US$ 250.000 pada tahun 2012.
Ketua Kebun Pendidikan Kelapa Sawit IPB-Cargill Dr Sudradjat MS, menjelaskan, kolaborasi dengan Cargill di tiga tahun terakhir ini sangat menggembirakan dalam upaya mendirikan salah satu kebun pendidikan terbesar di dunia.
"Kebun pendidikan kelapa sawit IPB-Cargill telah membantu untuk menumbuhkan profesional kelapa sawit generasi selanjutnya yang setelah lulus akan masuk ke industri sebagai penganjur dan praktisi produksi kelapa sawit berkelanjutan," ujar Sudrajat, Surabaya, Selasa (26/5/2015).
Kebun pendidkan yang didirikan oleh Cargill dan IPB pada Juli 2012 ini memproduksi sekitar 8 hingga 9 ton tandan buah segar per hektar per tahun untuk panen pertamanya. Pohon sawit biasanya berbuah pada usia 3 tahun. Umur produktif normal pohon kelapa sawit sekitar 20 tahun.
Sebagai kebun pendidikan kelapa sawit pertama di Indonesia, kata Sudradjat, kebun ini merupakan bentuk skala kecil dari perkebunan kelapa sawit komersial. Tiap semester sekitar 300 mahasiswa menjadikannya sebagai tempat praktikum  dan 17 mahasiswa penelitian dari program pasca sarjana dan PhD belajar mengenai produksi berkelanjutan dan praktik-praktik manajemen pertanian terbaik.
"Kebun ini juga menjadi acuan bagi perusahaan-perusahaan kelapa sawit lain dalam penerapan sertifikasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) dan Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO)," tambah Sudradjat.
Kebun pendidikan ini mendapatkan penghargaan McDonald's 2014 kategori Best of Sustainable Supply karena dampak yang diberikannya kepada komunitas. Kemitraan IPB-Cargill sejalan dengan inisiatif tanggung jawab perusahaan Cargill yang fokus utamanya adalah pendidikan dan pengembangan komunitas.
Chief Executive Officer Cargill Tropical Palm, John Hartmann menegaskan membangun rantai pasokan kelapa sawit berkelanjutan adalah upaya berbagai pemangku kepentingan. Dan ini termasuk bagian upaya mendidik profesional dalam industri sejak dari awal.
"Kami bangga bisa bekerja sama dengan Institut Pertanian terdepan Indonesia untuk membentuk profesional masa depan yang akan membantu membentuk dan memimpin industri kami menuju standar-standar keberlanjutan tinggi," katanya.
Ega Faustina mahasiswa program master IPB yang ikut merasakan manfaat adanya Kebun Pendidikan Kelapa Sawit IPB-Cargill mengaku sangat terbantu untuk meningkatkan ilmu yang ditekuninya. Bahkan untuk program penelitiannya dilakukan di Kebun Pendidikan Kelapa Sawit IPB-Cargill.
"Selama penelitian di Kebun Pendidikan, saya mendapat banyak pengalaman yang sangat berharga mengenai berkelanjutan dan juga pengetahuan industri kelapa sawit  dari sumbernya langsung," ujar Ega.
Perkebunan sawit milik Cargill, PT Hindoli adalah salah satu perkebunan pertama di Indonesia yang mendapatkan sertifiksi RSPO pada Februari 2009. Selain itu, juga menerima IPSO dan ISCC masing-masing bulan Maret dan September 2013.
Di Kalimantan Barat, PT Harapan Sawit Lestari juga menerima sertifikat RSPO pada bulan Februari 2014 sementara PT Indo Sawit Kekal baru-baru ini menerima RSPO di bulan Desember 2014. Cargill tengah berupaya untuk menyelaraskan perkebunan Poliplant Group di Kalimantan Barat dengan praktik-praktik berkelanjutan dan mendapatkan sertifikat RSPO.kbc6

Perusahaan sawit negara, PT PN II Arso nyaris bangkrut. Kondisi ini,  berimbas pada kehidupan petani sawit, tak hanya mata pencarian mereka tergerus bahkan hilang, sebagian terlilit utang bank hingga rumah atau kendaraan jadi sitaan. Mereka beralih mata pencarian. Ada yang berkebun buah-buahan, beternak sampai kerja serabutan. Miris, kala mereka mendapatkan penghasilan pun, ada yang langsung habis buat bayar cicilan utang.
Sunardi, warga PIR I Distrik Arso Kabupaten Keerom, Papua, mengatakan, kondisi mulai sulit, salah satu harga buah sawit turun drastis pada 2013 dan 2014.
“Petani langsung nol, tak dapat apa-apa. Akhirnya,  lama-lama macet, pabrik rusak, sampai sekarang tak jelas,” katanya.
Sunardi, salah satu warga transmigrasi yang didatangkan pemerintah pada 1986 untuk jadi petani di perkebunan sawit PTPN Arso. Satu rombongan dengan Sunarso, sekitar 100 keluarga lain. Mereka ada di PIR I bersama warga trans lokal.
Sunardi mendapat satu rumah, 0,25 hektar lahan untuk pekarangan 0,75 hektar lahan pangan, dan dua hektar kebun sawit.
Sebagai warga transmigrasi, katanya, kondisi di Arso saat itu sangat sulit. Dia bertekad bertahan demi mengubah nasib. “Kalau saya dulu kerja nomor satu. Kalau sawit bikin parit untuk aliran air, saya biasa ditaruh di depan. Sekarang mereka yang sudah jadi asisten semua saya kenal,” kata pria yang juga pernah jadi Ketua Paguyupan Masyarakat Jawa di Arso.
Ketekunan Sunardi hingga diangkat jadi ketua kelompok tani. Lahan ulayat di Arso yang nganggur juga dipercayakan kepada Sunardi untuk mengelola. Timbal balik berupa pembangunan rumah hingga pembayaran biaya sekolah anak-anak warga ulayat.
Ada puluhan hektar lahan sawit dikelola Sunardi dengan pendapatan sekitar Rp40-50 juta perbulan. Itu dulu, kini kondisi berbeda.
“Terakhir, sekitar tiga tahun lalu harga sawit turun. Saya rugi, saya langsung  drop. Tapi saya kembalikan lagi,  mungkin ini cobaan Tuhan,” katanya.
Sunardi lalu mulai membuka bengkel di rumahnya. Tanda-tanda bekas kejayaan masa sawit masih terlihat. Rumah batu berdiri kokoh dan ada ruko di sampingnya. Rumah itu berpagar besi dan terparkir satu mobil di halaman. Kini,  di dalamnya penuh sofa bekas dan beragam peralatan bengkel.

Sunardi tak lagi bertani sawit, salah satu beternak ayam. Uang jualan ayam bisa buat membayar cicilan kredit bank. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

Di halaman belakang rumah, Sunardi juga bikin peternakan ayam. Sejak pendapatan sawit berkurang, dia segera beralih juga ke ternak ayam. Penghasilan ternak ayam inilah yang menyelamatkan Sunardi dari jerat bank. Dengan dua kali panen ayam sebulan, Sunardi mendapat sekitar Rp20 juta dan tidak serupiah pun dia terima.
“Yang jelas petani PIR ini kita ibaratkan tinggal mati. Ini sudah gelisah semua. Saya sendiri (mengalami). Saya paham betul. Orang–orang di PIR ini paling satu dua saja yang dulu memang belum terbebani dengan sawit. Yang lain itu, tak ada yang sehat. Semua ada urusan dengan bank.”
Selang dua rumah dari lokasi Sunardi, satu rumah kosong. Di pintu rumah tertempel segel Bank Mandiri atas tanah dan rumah.
Menurut Sunardi, dulu ketika masih ada pendapatan bagus dari sawit, warga memberanikan diri kredit di bank. Ada untuk biaya sekolah anak, beli kendaraan hingga membangun rumah dan tempat usaha. Ternyata,  kala hasil sawit lenyap, merekapun terlilit utang bank. Sunardi sendiri berurusan dengan bank untuk pembelian mobil.
Untuk bertahan hidup, warga kini beralih pekerjaan. Ada yang keluar dari PIR dan mencari lahan baru atau jadi pekerja perkebunan sawit di Arso Timur. Ada yang mengembangkan ternak sapi di kebun, tukang bangunan dan tukang ojek, ada juga yang menebang sawit berganti tanaman lain.
“Saya kasihan dengan teman-teman. Ada satu, gara-gara pengelolaan usaha tadi, karena bapak itu bikin ruko, kios. Sebenarnya  lahan banyak, karena sawit sudah tak ada dan dia sudah berurusan dengan bank, akhirnya tergerus. Sampai rumah juga disegel dua-duanya. Istri sakit dan akhirnya meninggal.”
Sunardi sering berdiskusi dengan teman-teman petani senasib membahas situasi ini. Minim respon berbagai pihak terkait soal kondisi petani sawit membuat Sunardi bingung.
Di PTPN II Arso, ada 1.800 keluarga mengelola perkebunan plasma dengan areal 3.600 hektar, sedangkan kredit koperasi primer anggota (KKPA) terdiri 1.500 hektar.

Kebun sawit PT PN II Arso, di Tami. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

Masa tanam lagi, utang baru bagi petani?
Selain harga jatuh, persoalan utama di Arso adalah produktivitas sawit makin menurun. Kebun plasma masa tanam 1983 dan 1984, kini sudah 35 tahun. Padahal, usia  25-28 tahun seharusnya sudah harus tanam baru. Produksi tandan buah segar sudah berkurang.
Mudrika, bendahara koperasi petani di PIR II, mengatakan, rencana revitalisasi muncul sejak 2007. Kala itu, koperasi-koperasi petani sudah hancur. Karena ada rencana revitalisasi yang menyaratkan ada koperasi, mereka lalu membentuk koperasi bernama Koperasi Engkawa. Hingga kini, revitalisasi tak ada kejelasan, sedang petani kehilangan pendapatan.
“Kita punya pemahaman karena dari pusat juga menyediakan bantuan perhektar Rp25 juta. Kalau satu orang punya dua hektar berarti Rp50 juta bantuan itu. Kita hitung revitalisasi hasil sekitar Rp100 juta. Kan tinggal cari tambah Rp50 juta. Kalaupun kita harus utang Rp50 juta, tak terlalu berat,” katanya.  Di Koperasi Engkawa, sudah ada 70-an petani mengumpulkan sertifikat.
Petani di sini, kata Murdika, selain kesulitan memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga terlilit utang karena kehilangan pendapatan. Sudah tiga rumah dan dua mobil tersita bank.
Hutapea, Ketua Asosiasi Petani Sawit Keerom memberikan pendapat. Dia beralasan, kendala revitalisasi karena data calon petani dan calon lahan (CPCL) hingga kini belum akurat. Banyak lahan sudah berpindah tangan. Ada juga sudah diagunkan di bank.
“Kalau ini (revitalisasi) dilaksanakan, berarti yang jadi jaminan koperasi  itu sertifikat. Itu semua tak lengkap. Itu permasalahannya.”
Guna agunan ke bank, kata Hutapea, harus cek berapa keperluan dana untuk mencabut kembali hingga bisa jadi sebagai jaminan revitalisasi. Dana itu, katanya,  bisa ditambahkan ke dalam kredit petani.
Upaya pengeceken sertifikat-sertifikat itu, katanya,  sudah pernah dilakukan di PIR I dan II, namun tak ada kelanjutan tanpa alasan jelas.
Dia bilang, animo petani merevitalisasi kurang. Situasi PTPN II Arso yang tak normal seperti pabrik sawit selalu rusak jadi salah satu penyebab. Antrian panjang di pabrik sawit hingga buah membusuk dan harga jatuh menjadi pengalaman buruk bagi petani.
Menurut Hutapea, kalau tak memberikan nilai ekonomi seperti dulu, lebih baik beralih ke komoditi lain. Petani KKPA, katanya, sudah banyak mengubah lahan ke tanaman lain.
Revitalisasi dia nilai belum jelas karena belum tahu pelaksana dan belum ada aturan teknis pelaksanaan.
Setelah pabrik berhenti beroperasi hampir satu tahun, kini mulai beroperasi lagi tetapi pasokan TBS petani makin berkurang. “Belum tentu masuk 100 ton per hari karena masyarakat sudah tak mau.Tenaga kerja juga sudah hamper tak ada karena beralih ke pekerjaan lain,” katanya.
Meskipun begitu, masih ada petani panen sawit. Biasa, petani yang punya mobil sendiri dan mampu membiayai pekerja.
Saat ini PTPN II bekerjasama dengan PT. Eka Karya, membeli TBS petani untuk masuk ke pabrik PTPN II. Hutapea bilang, PT. Eka Karya juga lambat membayar petani.
Wirya Supriyadi dari Jaringan Kerja Rakyat Papua (Jerat Papua) mengatakan, sebenarnya ada program revitalisasi pemerintah dari retribusi minyak sawit yang berada di bawah Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP). Namun, katanya,  yang mendapatkan alokasi dana dari sana justru perusahaan-perusahaan besar. Sedangkan perkebunan sawit milik masyarakat hanya sisa.
“Banyak kebun sawit rakyat beralih ke perusahaan karena masyarakat terlilit utang tapi namanya tetap punya masyarakat.”

Salah satu rumah trans PIR I, yang masih ditempati. KFoto: Asrida Elisabet/ Mongabay Indonesia

Masih berharap revitalisasi?
Para petani pun berharap ada penyelesaian dari pemerintah, baik kabupaten, provinsi maupun pusat.
Soal rencana revitalisasi, Hutapea masih berharap kejelasan mulai CPCL, perusahaan pelaksana, teknis pelaksanaan hingga penyelesaian masalah sertifikat yang masih tertahan di bank.
Selain itu, katanya, utang petani untuk revitalisasi—dana dari pemerintah– mulai, pembersihan lahan, penanaman, perawatan sampai produksi, harus jelas dan transparan.
Hutapea juga meminta, pemerintah memutus rantai harga sawit yang rendah dengan mendirikan pabrik minyak jadi mini di Papua. “Masa kita panen sawit, kita kirim ke pabrik, kirim ke Sumatera sana, jadi minyak goreng kita beli lagi,” katanya.
Kebun sawit di Papua, katanya, sudah menyebar, seperti di Manokwari, Bintuni, Sorong, Nabire, Merauke, Jayapura, Sarmi, dan Keerom. Jadi, katanya, bisa ada satu regulasi, minyak-minyak sawit mentah diolah dan jadi minyak goreng maupun produk turunan di Papua.
Laurens Manis, Ketua Kelompok Tani di PIR II tak berniat revitalisasi. Sudah lama Laurens dan anggota kelompok berhenti mengelola kebun sawit. Mereka menggantung hidup dari budidaya pinang dan buah-buahan.
“Kelompok saya tak ada yang panen sawit lagi. Sekarang saya hidup dari pinang. Saya budidaya pinang sampai bisa kuliahkan anak. Sawit sudah lepas. Anggota yang lain sama juga. Ada yang pelihara ternak, ada yang lari kasitinggal. Kalau sertifikat, namanya petani pada umumnya, sertifikat sudah tidur nyenyak di bank.”
Merespon kesulitan petani, Asisten II Setda Kabupaten Keerom
Hulman Sitinjak juga Ketua Tim Penyelesaian Masalah PTPN II Arso mengatakan, langkah pemerintah kabupaten, pertama, mendorong revitalisasi. Kedua, memastikan kontinuitas pengolahan TBS.
“Sebetulnya yang ditakutkan kontinuitas pengolahan TBS itu. Selain revitalisasi, bagaimana menjamin PTPN II  menerima produksi TBS dari masyarakat? Kalau bisa berjalan aman, nyaman dan berkelanjutan, masyarakat sendiri dengan kemampuan mereka bisa replanting. Yang penting bagaimana PTPN II memberi jaminan pasar.”
PTPN II alami kesulitan finansial. Ada beberapa rekomendasi ditawarkan pemerintah daerah antara lain, pertama, mendapat suntikan dana dari pemilik saham terbesar, Kementerian BUMN atau tidak? Kedua, apakah mungkin kewenangan diserahkan ke pemerintah daerah atau bagaimana  dengan pihak ketiga andai dijual ke pihak ketiga atau bekerjasama. Hingga kini belum ada keputusan dari PTPN II. (Bersambung)

Foto utama: Rumah petani sawit PIR I, tersegel bank. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

Kebun sawit yang tak produktif lagi di Arso. Foto: Asrida Elisabeth/ Mongabay Indonesia

. PERUSAHAAN

Bermanfaat bagi Perusahaan


Keberlanjutan Bisnis

Asian Agri memiliki 27 kebun dengan kapasitas lebih dari 160.000 hektar areal yang telah ditanami kelapa sawit di Sumatera, Indonesia. Sebagian besar dari tanaman kelapa sawit ini sedang memasuki masa paling produktif dari 25 tahun usia produktifnya.
Selama lebih dari 30 tahun, Asian Agri telah mengembangkan sebuah strategi terpadu yang ditujukan untuk memproduksi dan mengolah produk kelapa sawit. Strategi ini memanfaatkan seluruh keunggulan dari berbagai macam kondisi alam di Indonesia sehingga membuat indonesia menjadi salah satu daerah penghasil minyak sawit paling ideal di dunia. Tanaman tropis ini tumbuh subur di sekitar 10 derajat Lintang Utara dan Selatan dari garis khatulistiwa --yang membagi Sumatera menjadi dua bagian. Kondisi iklim yang mendukung antara dua lintang ini dilengkapi pula oleh tanah yang subur dan ketersediaan tenaga kerja yang berlimpah.

Konsistensi Persediaan

Fokus Continuous Improvement Asian Agri adalah pada peningkatan Oil Extraction Rate(OER). Asian Agri menjalankan Best Practice Blok (BPB) sebagai langkah menuju ≥ 35 ton TBS/hektar, maka potensi perolehan CPO yang dicapai sebesar ≥ 7.5 ton CPO/hektar per tahun.
Kelapa sawit mempunyai keuntungan dari komoditas pertanian lainnya yakni memiliki hasil yang optimal dan efisien dalam penggunaan lahan. Kelapa sawit menggunakan 6% lahan di dunia namun mampu menghasilkan 7 - 10 kali dibanding komoditas lainnya. Kelapa sawit dapat menghasilkan 4.17 ton per hektar, jauh berbeda dengan tanaman lain. Kedelai misalnya, hanya mencapai 0.39 ton per hektar.



Lacak Balik

Penelusuran atau pelacakan (traceability) adalah proses validasi pada tiap tingkat produksi di industri kelapa sawit. Tujuan proses ini untuk memastikan bahwa setiap titik proses mendukung berkelanjutan. Prinsip traceability ini diperlukan untuk mendeteksi resiko di mana masih ada perusahaan yang melakukan mixing antara Certificate Sustainable Palm Oil (CSPO) dan unknown source, sehingga perlu dilacak bahwa sawit tersebut benar-benar sustainable.
Melalui penelusuran, rantai pasokan minyak sawit dapat diakses oleh semua orang. Setiap titik asal mulai dari perkebunan ke konsumen harus didokumentasikan. Tingkat transparansi yang lebih tinggi digunakan sebagai bukti untuk pengawas industri bahwa rantai pasokan kelapa sawit berasal dari sumber yang jelas.
Penelusuran ini juga membantu menyingkirkan perusahaan nakal yang gagal memenuhi standar ramah lingkungan. Dengan cara ini, setiap tetes minyak sawit mentah bisa ditelusuri dan tentu memaksa perusahaan mematuhi standar-standar untuk mencapai keberlanjutan yang sesungguhnya. Penelusuran juga bisa memberikan kontribusi positif bagi kehidupan masyarakat setempat. Sebagaimana seharusnya, proses tidak hanya memperhitungkan dampak lingkungan dari produksi minyak sawit, tetapi juga dampak sosialnya. Penelusuran tidak hanya menunjukkan asal minyak sawit dari sumber yang ramah lingkungan, tetapi juga menunjukkan bukti bahwa perkebunan bertanggungjawab kepada masyarakat lokal.

Kualitas Produk

Salah satu komitmen Asian Agri dalam menjaga kelestarian lingkungan adalah dengan hanya menerima Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dari petani swadaya Asian Agri dan pemasok buah kelapa sawit pihak ketiga yang menyertakan dokumentasi yang legal atas sumber TBS mereka. Hal ini untuk memastikan pasokan TBS perusahaan berasal dari sumber kebun sawit yang legal guna mencegah perambahan hutan alam dan kawasan lindung, menghentikan kegiatan perkebunan sawit ilegal dan membangun rantai pasokan secara berkelanjutan.
Asian Agri juga merupakan perusahaan yang berkomitmen memberikan insentif 4% kepada petani yang menghasilkan kualitas buah sawit yang telah memenuhi standar sertifikasi internasional, RSPO. Hasilnya, para petani semakin termotivasi memberikan TBS yang terbaik. Terbukti dengan lebih dari 72% perkebunan inti dan plasma Asian Agri di Sumatra Utara, Riau dan Jambi telah bersertifikat RSPO. Ditargetkan pada tahun 2015 seluruhnya telah mendapat sertifikat RSPO.



Keterlibatan dengan Masyarakat

Asian Agri memberikan bimbingan dan pendampingan kepada petani sawit, sejak masa pembibitan, perawatan, proses panen, hingga saat ini memasuki masa replanting. Asian Agri memberdayakan petani dalam mengembangkan metode perkebunan kelapa sawit plasma dan swadaya. Asian Agri juga telah berkomitmen dalam membina kelompok tani selama puluhan tahun, yang berimbas terhadap kesejahteraan para petani. Kini kelompok tani yang berada di bawah binaan Asian Agri telah menunjukkan perkembangan yang signifikan. Salah satunya dibuktikan dengan pendapatan rata-rata petani yang berada diatas UMR provinsi.
Komitmen untuk bermitra dalam jangka panjang antara perusahaan kelapa sawit dengan para petani ini menjadi salah satu indikator kesuksesan bisnis minyak kelapa sawit yang berkelanjutan. Bentuk kemitraannya adalah membekali para petani dengan ilmu dan pengetahuan mengenai perkebunan kelapa sawit yang baik dan benar.






tbs

Harga TBS Kelapa Sawit Riau Lagi-Lagi Turun, Cek Daftar Harganya

Selasa, 12 Februari 2019 13:40
kabarsawit.files.wordpress.com
Segar (TBS) kelapa sawit Riau untuk periode satu pekan ke depan, yakni 13 sampai dengan 19 Februari 2018 mengalami penurunan.
Pekan atau periode lalu harga TBS Riau sempat turun tipis. Kondisi berlanjut di pekan ini karena berbagai faktor.
Dinas Tanaman Pangan, Hortikultura dan Perkebunan (DTPHP) Provinsi Riau malalui Kasi Pengolahan dan Pemasaran Perkebunan, Tengku Neni Mega Ayu, Selasa (12/2/2019) mengungkapkan bahwa untuk periode 13 - 19 Februari 2019, penurun harga TBS periode ini terjadi hampir di semua kelompok umur.
Paling besar terjadi pada kelompok umur 3 tahun yang turun sebesar Rp 5,47 Kilogram (Kg), sedangkan untuk kelompok umur 10 - 20 tahun hanya turun sebesar Rp 4,46/Kg.
"Pekan ini penurunan harga TBS sawit Riau mencapai 0,28 persen dari harga minggu lalu, sehingga harga TBS periode saat ini menjadi Rp 1.575,12/Kg, khususnya untuk umur 10-20 tahun," ungkap Neni kepada tribunpekanbaru.com.
Neni menjelaskan, penurunan harga TBS sawit Riau ini disebabkan oleh beberapa faktor. Di antaranya karena adanya beberapa perusahaan sumber data yang mengalami penurunan harga jual, terutama pada harga kernel yang seluruhnya mengalami penurunan.
Selain faktor tersebut, faktor lain yang juga menghambat trend positif harga sawit Riau karena harga minyak kedelai yang merupakan produk substitusi minyak sawit amblas. Kondisi itu membuat harga CPO ikut turun.
"Kalau CPO harganya turun maka sawit pun ikut terimbas," jelasnya.
"Seperti yang telah diketahui sebelumnya, lebih dari separuh ekspor kedelai AS dibeli oleh China, namun hubungan kedua negara kembali memburuk sehingga mempengaruhi harga minyak kedelai. Ini faktor pendukung lainnya harga sawit kita," tambahnya.


Artikel ini telah tayang di 
Tribunpekanbaru.com dengan judul Harga TBS Kelapa Sawit Riau Lagi-Lagi Turun, Cek Daftar Harganya, http://pekanbaru.tribunnews.com/2019/02/12/harga-tbs-kelapa-sawit-riau-lagi-lagi-turun-cek-daftar-harganya.
Penulis: Hendri Gusmulyadi
Editor: Ariestia

Menurut Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Riau, Prof Dr Ir Tengku Dahril M.Sc, hasil riset, cangkang kelapa sawit bila ditembak gelombang mikro akan hasilkan panas 3.000 derajat celcius. Panas ini potensial sebagai pembangkit listrik. Limbah cair kelapa sawit, bisa menjadi media tumbuh micro algae. 
Neni mengaku, selain alasan-alasan itu, harga TBS Riau juga terpengaruh oleh pergerakan harga CPO yang terdampak dari melemahnya harga minyak bumi.
Kondisi ini juga menjadi penyebab karena CPO merupakan salah satu bahan baku produksi biodisel yang merupakan tandingan dari solar olahan minyak bumi.
Penetapan Harga TBS Kelapa Sawit Provinsi Riau periode 13 s/d 19 Feb 2019.
Umur 3th (Rp 1.166,44);
Umur 4th (Rp 1.261,65);
Umur 5th (Rp 1.376,91);
Umur 6th (Rp 1.409,70);
Umur 7th (Rp 1.464,58);
Umur 8th (Rp 1.504,75);
Umur 9th (Rp 1.539,55);
Umur 10th-20th (Rp 1.575,12);
Umur 21th (Rp 1.509,26);
Umur 22th (Rp 1.501,81);
Umur 23 th (Rp 1.495,60);
Umur 24 th (Rp1.433,47);
Umur 25 th (Rp 1.399,30);
Harga CPO Rp. 7.167,57
Harga Kernel Rp. 4.510,11
TURUN Rp 4,46 per Kg utk umur 10-20 th.


Artikel ini telah tayang di 
Tribunpekanbaru.com dengan judul Harga TBS Kelapa Sawit Riau Lagi-Lagi Turun, Cek Daftar Harganya, http://pekanbaru.tribunnews.com/2019/02/12/harga-tbs-kelapa-sawit-riau-lagi-lagi-turun-cek-daftar-harganya?page=2.
Penulis: Hendri Gusmulyadi
Editor: Ariestia

Harga TBS Sawit Sumsel Periode II Maret 2019 Turun Rp 39.37/Kg




Harga TBS Sawit Sumsel Periode II Maret 2019 Turun Rp 39.37/Kg
InfoSAWIT, PALEMBANG – Merujuk hasil rapat dari tim penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) periode II tgl 18 Maret 2019, telah menetapkan harga sawit umur 10 - 20 tahun turun Rp 39.37/kg menjadi Rp 1.364,62/Kg.
Berikut harga sawit Sumsel berdasarkan penelusuran InfoSAWIT,  sawit umur 3 tahun Rp 1.186,20/Kg; sawit umur 4 tahun Rp 1.217,81/Kg; sawit umur 5 tahun Rp 1.246,68/Kg; sawit umur 6 tahun Rp 1.272,24/Kg; sawit umur 7 tahun Rp 1.295,16/Kg; sawit umur 8 tahun Rp 1.315,99/Kg.
Sementara sawit umur 9 tahun Rp 1.333,62/Kg dan sawit umur 10-20 tahun Rp 1.364,62/Kg, sawit umur 21 tahun Rp 1.346,23/Kg, dan sawit umur 22 tahun Rp 1.330,68/Kg, sawit umur 23 Rp 1.312,27/kg, sawit umur 24 Rp 1.291,32/Kg dan sawit umur 25 Rp 1.240,90/Kg. Dimana harga minyak sawit mentah (CPO) ditetapkan Rp 6.577,48/Kg dan harga Kernel Rp 3.909,99/Kg dengan indeks K 84,00%. (T2)



pemasaran
Penelitian ini bertujuan (1). Mendeskripsikan saluran, lembaga dan fungsi pemasaran TBS kelapa sawit di Desa Jelutung II Kecamatan Simpang Rimba Kabupaten Bangka Selatan. (2). Menghitung efisiensi saluran pemasaran TBS kelapa sawit di Desa Jelutung II Kecamatan Simpang Rimba Kabupaten Bangka Selatan. Tempat dan waktu penelitian ini dilaksanakan di Desa Jelutung II Kecamatan Simpang Rimba Kabupaten Bangka Selatan dan Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan September 2016 hingga bulan Juni 2017. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode surve sedangkan Metode penarikan contoh yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan sampling kuota (Quota Sampling). Lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa di Desa Jelutung II merupakan desa yang memiliki luas areal 750 hektar lahan perkebunan kelapa sawit yang paling luas di Kecamatan Simpang Rimba, Menurut data Profil Desa (2016). Waktu pelaksanaan penelitian dimulai pada bulan September 2016 hingga bulan Juni 2017. Penelitian dimulai dari tahap pembuatan proposal, pengambilan data hingga tahap penyelesaian laporan akhir penelitian. Metode pengolahan dan analisis data menjelaskan secara desktiptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian ini menunjukan (1). Saluran pemasaran Tandan Buah Segar TBS kelapa sawit di Desa Jelutung II, yakni petani > pedagang pengepul > pemilik Delivery Order (DO) > PT Bumi Sawit Sukses Pratama (BSSP) di Desa Simpang Rimba dan Desa malik. Fungsi pemasaran yang dilakukan petani yakni fungsi pertukaran, seperti jual, fungsi fisik seperti sortasi, angkut dan fungsi fasilitas seperti biaya dan fungsi pemasaran dilakukan pedagang pengepul yakni fungsi pertukaran seperti jual, beli, fungsi fisik seperti simpan, sortasi, angkut dan fungsi fasilitas seperti resiko, biaya. (2). Saluran Pemasaran Tandan Buah Segar TBS kelapa sawit di Desa Jelutung II Sudah Efisien dengan Farmer’s Share, sebesar 81,0 persen dan 80,0 persen dengan margin Rp 245 per kilogram dan Rp 242 per kilogram
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor penentu besaran Indeks K dimana nilai Indeks K ini digunakan untuk penetapan harga Tandan Buah Segar kelapa sawit (TBS) yang dipedomi oleh perusahaan pabrik kelapa sawit dan petani. Analisis regresi dilakukan terhadap data historis bulanan dari tahun 2001 sampai 2012 yang bersumber dari data penetapan harga TBS di Dinas Perkebunan Provinsi Jambi. Dengan tingkat kesesuaian model (R2) sebesar 41.9, pengujian hipotesis pengaruh biaya pengolahan TBS menjadi Crude Palm Oil (CPO) dan minyak Inti Sawit (Palm Kernel Oil), biaya pemasaran, biaya penyusutan dan biaya operasional tidak langsung terhadap besaran indek K menunjukkan bahwa, harga biaya tidak langsung yang berpengaruh nyata terhadap besaran nilai Indeks K, sementara variabel lainnya berpengaruh negatif tetapi tidak nyata dengan tingkat kepercayaan 10 persen. Kebijakan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dalam pembelian TBS menunjukkan bahwa PKS dengan Pola PIR Trans plus KKPA menetapkan harga di bawah harga ketetapan, sementara PKS pada pola PIR menetapkan harga di bawah harga ketetapan. Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa perusahaan yang mengelola kebun dengan pola KKPA menetapkan harga beli sesuai dengan ketetapan Tim Penetapan Harga TBS.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis: 1) saluran, marjin pemasaran dan bagian dari harga yang diterima petani. 2) sambungan atau korelasi antara harga minyak sawit yang dibayarkan kepada petani Organisasi PKS. Metode survei yang digunakan dengan purposive sampling untuk petani. Sampel dari umur tanaman 7-10. dengan mengambil 10% dari populasi sehingga sampel diambil 22 216 petani. Sampel pedagang dan PKS menggunakan metode snowball sampling. Desa Simpang Kelayang Kecamatan Kelayang terdapat tengkulak yang menjadi perantara petani-pedagang-PKS. Petani harga jual ke pedagang pada bulan Februari 2015 adalah Rp. 1.326,36 / kg dan pedagang menjual ke PKS untuk Rp. 1.790,64 / kg. Margin Maret 2014- Februari 2015 adalah bulan tertinggi Januari 2015 sebesar Rp. 420,26 / Kg. Margin terendah di April 2014 sebesar Rp. 125,40 / Kg TBS pemasaran Efisiensi Dalam Februari 2015 sebesar 14,28 persen dari total marjin pemasaran dari USD 464,28 / Kg dan bagian dari petani menerima 73,03 persen. nilai korelasi harga (r) di tingkat petani dengan pedagang sebesar 0.832 Kata kunci: Marjin Pemasaran, Harga Korelasi, elastisitas, Efesiensi PemasaranThis study aims to find and know, and analyze: 1) channels, marketing margin and part of the price received by farmers. 2) connection or correlation between the price of palm oil paid to the farmer MCC Organization. This study used survey method, with purposive sampling to farmers. Samples of plant age 7-10. with a determined 10% of the population so that the sample was taken 22 216 farmers. Samples traders and MCC using snowball sampling method. Desa Simpang Kelayang District of Kelayang there is a middleman that farmer-trader-MCC. Farmer selling price to wholesalers in February 2015 is Rp. 1326.36 / kg and traders selling to the MCC for Rp. 1790.64 / kg. Margin of March 2014- February 2015 were the highest month of January 2015 amounted to Rp. 420.26 / Kg. The lowest margin in April 2014 amounted to Rp. 125.40 / Kg TBS marketing Efficiency In February 2015 amounted to 14.28 percent of total marketing margin of USD 464.28 / Kg and part of farmers received 73.03 percent. price correlation values (r) at the level of farmers with traders amounted to 0.832
INTISARI Penjualan tandan buah segar di Kecamatan Putri Hijau memiliki beragam variasi saluran pemasaran dari petani hingga konsumen. Beragam perbedaan saluran pemasaran memberikan indikasi perbedaan tingkat harga yang diterima petani dan besarnya biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran, seperti biaya angkut, biaya transportasi ke pabrik, biaya susut buah, dan biaya-biaya lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi saluran pemasaran dan membandingkan efisiensi saluran pemasaran tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang terbentuk di Kecamatan Putri Hijau, Bengkulu Utara. Penentuan responden petani dilakukan secara purposive sampling sebanyak 41 orang, dan responden lembaga pemasaran menggunakan metode snowball sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga saluran pemasaran TBS kelapa sawit yang terbentuk yaitu Saluran I (petani - pedagang pengumpul - pabrik), Saluran II (petani - kelompok tani – pabrik), saluran III (petani-pabrik). Saluran yang paling banyak digunakan oleh petani adalah saluran I (petani - pedagang pengumpul - pabrik) yang memiliki margin tertinggi dan farmer’s share yang rendah. Margin tataniaga dan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan bahwa hanya saluran pemasaran I di Desa Kota Bani yang efisien. Saluran pemasaran I di Desa Kota Bani memiliki nilai margin pemasarannya sebesar Rp206/kg dengan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran sebesar 1,17. Kata kunci: efisiensi pemasaran, saluran pemasaran, tandan buah segar. 29 Vol. 4 No. 1 Januari-Juni 2018 PENDAHULUAN Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas yang memiliki andil besar dalam menghasilkan pendapatan asli daerah, produk domestik bruto, dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan komoditas kelapa sawit di Sumatera Utara mendorong penyediaan lapangan kerja yang cukup besar (Afifuddin & Kusuma, 2007). Kegiatan perkebunan kelapa sawit telah memberikan pengaruh eksternal yang positif bagi wilayah sekitarnya (Syahza, 2011). Luas perkebunan kelapa sawit di Propinsi Bengkulu memiliki 309.100 ha (BPS, 2013), yang sebagian besar lahan tersebut merupakan perkebunan rakyat. Komoditas ini telah menjadi tulang punggung ekonomi bagi sebagian besar rumah tangga petani di Provinsi Bengkulu (Sukiyono, K., Cahyadinata, Purwoko, Widiono, Sumartono, Asriani & Mulyasari, 2017). Sebagai kabupaten yang sedang mengembangkan komoditas kelapa sawit di Provinsi Bengkulu, Kabupaten Bengkulu Utara memiliki luas lahan perkebunan sawit yang cukup besar yakni mencapai luas 27.948 ha dengan rincian 9.077 ha (Tanaman Belum Menghasilkan/TBM), 18.088 ha (Tanaman Menghasilkan/ TM) dan 783 ha (Tanaman Telah Menghasilkan/TTM) dengan jumlah petani 17. 251 orang (Ditjenbun, 2017). Pengembangan kelapa sawit oleh petani di Bengkulu Utara termotivasi oleh pembukaan perkebunan berskala besar dan pendirian pabrik-pabrik pengolah hasil perkebunan. Hal ini membuka wawasan petani yang berdomisili di sekitar perkebunan tersebut untuk menanam kelapa sawit, bahkan banyak petani yang mengkonversi komoditas menjadi kelapa sawit. Pendapatan petani yang sebagian besar atau 90,69% berasal dari kelapa sawit, menyebabkan petani menaruh harapan besar terhadap usahatani yang mereka kelola (Aprizal, Asriani, & Sriyoto, 2013). Dalam memasarkan hasil perkebunannya, perbedaan pemilihan saluran pemasaran menghasilkan perbedaan harga yang diterima oleh petani. Hal ini disebabkan setiap saluran pemasaran melibatkan jumlah lembaga pemasaran yang berbeda pula. Panjangnya saluran pemasaran berpengaruh terhadap penambahan biaya yang muncul dari setiap lembaga pemasaran tersebut. Sebaliknya, semakin pendek saluran tataniaga, maka biaya dan margin tataniaga semakin rendah, harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah, harga yang diterima produsen semakin tinggi (Daniel, 2005). Kedua kondisi kontradiktif tersebut terbukti secara empiris pada, cabai merah keriting di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman (Istiyanti, 2010) dan pemasaran TBS di Desa Meranti Paham, Kecamatan Panai Hulu Kabupaten Labuhan Batu (Harahap, Simanullang, & Romadon, 2017). Kecamatan Putri Hijau memiliki potensi besar dalam menghasilkan komoditas kelapa sawit dengan luas lahan perkebunan mencapai 1.978,82 Ha (Badan Penyuluhan Pertanian Putri Hijau, 2015). Namun dalam memasarkan hasil perkebunannya, kondisi infrastruktur utama sangat beragam di desa-desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Putri Hijau. Wilayah Kecamatan Putri Hijau telah memiliki infrastruktur jalan yang sudah baik, cukup dekat dengan akses jalan utama kabupaten dan memiliki kedekatan jarak dengan pabrik kelapa sawit. Hal ini menjadikan para petani di wilayah tersebut lebih memilih menggunakan mobil atau truk sebagai alat angkut hasil panennya. Namun masih ada sebagian kecil desa-desa di wilayah Kecamatan Putri Hijau yang memiliki akses jalan kurang baik. Desa-desa ini berada cukup terpelosok sehingga jarak tempuh yang harus dilalui menuju pabrik kelapa sawit cukup jauh. Kondisi ini menjadikan para petani kelapa sawit di wilayah tersebut lebih memilih menggunakan motor untuk mengangkut hasil panennya dibanding menggunakan alat transportasi roda empat. Umumnya para petani tidak langsung membawa hasil panennya ke pabrik, namun terlebih dahulu mengumpulkannya di tempat pengumpulan hasil panen (TPH). Penelitian ini menjadi menarik karena lokasi penelitian mengambil sample di dua desa yang memiliki kondisi infrastruktur jalan dengan jarak tempuh menuju pabrik kelapa sawit yang berbeda. Atas dasar hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi saluran pemasaran dan membandingkan efisiensi pemasaran pada setiap saluran pemasaran TBS yang terbentuk di Kecamatan Putri Hijau. METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Putri Hijau, Kabupaten Bengkulu Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Putri Hijau tersebut memiliki luas lahan dan produksi kelapa sawit kelima tertinggi di Kabupaten Bengkulu Utara (Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkulu Utara, 2013). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2016. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan secara langsung (observasi), wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada pelaku pemasaran. Pengamatan secara langsung juga dilakukan terhadap kegiatan pemasaran, saluran pemasaran dan lembaga-lembaga yang terlibat dalam saluran pemasaran kelapa sawit. 30 AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development Research Pengambilan sampel wilayah (desa) dilakukan dengan metode Purposive Sampling yaitu Desa Karang Tengah dan Desa Kota Bani dengan pertimbangan kedua desa tersebut memiliki luas lahan, beragam kualitas insfrastruktur jalan dan jumlah usahatani kelapa sawit terbanyak di Kecamatan Putri Hijau. Saluran pemasaran TBS untuk Desa Karang Tengah, yang mewakili lokasi desa dengan akses jalan yang kurang baik dengan jarak tempuh cukup jauh dari pabrik kelapa sawit. Penentuan jumlah sampel petani menggunakan rumus Slovin (Nazir, 1988) dengan Margin Error responden ini ditetapkan sebanyak 15%. Jumlah responden penelitian sebanyak 41 orang petani dari 444 orang populasi petani sawit yang tercatat di kedua desa tersebut (Badan Penyuluhan Pertanian Putri Hijau, 2015). Pemilihan responden dilakukan secara purposive dengan kriteria petani yang terpilih memiliki tanaman kelapa sawit yang sudah berproduksi dan sudah dipasarkan. Untuk melihat efisiensi saluran pemasaran dan margin pemasaran, lembaga pemasaran yang dijadikan sampel terdiri dari pedagang pengumpul tingkat kecamatan/desa, dan pengurus kelompok tani. Responden lembaga pemasaran yang diwawancarai dipilih berdasarkan alur tataniaga TBS di lokasi penelitian. Pengambilan sampel dilakukan dengan metode snowball, yakni dengan menelusuri alur pemasaran dari petani TBS hingga konsumen akhir (PKS). Jumlah responden lembaga pemasaran sebanyak 8 orang yang terdiri dari 6 pedagang pengumpul dan 2 pengurus kelompok tani. Identifikasi saluran pemasaran TBS kelapa sawit dijelaskan secara deskriptif dengan menggambarkan pola saluran pemasaran tandan buah segar dari petani sawit sampai kepada pabrik kelapa sawit yang terletak di tingkat kecamatan. Farmer’s share adalah menghitung besarnya bagian yang diterima petani kelapa sawit dengan membandingkan antara harga yang pada petani dengan harga pada konsumen akhir. Dalam penelitian ini konsumen akhirnya adalah Pabrik Kelapa Sawit (PKS). Melalui farmer’s share dapat diketahui efisien atau tidaknya sebuah saluran tataniaga. Perbandingan efisiensi saluran pemasaran dianalisis dengan pendekatan analisis margin pemasaran, analisis bagian harga petani (farmer’s share), dan analisis rasio keuntungan dan biaya. Analisis margin pemasaran digunakan untuk mengetahui perbedaan pendapatan yang diterima oleh masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat. Margin pemasaran adalah perbedaan harga yang dibayar oleh konsumen akhir untuk suatu produk dan harga yang diterima petani (produsen) untuk produk yang sama (Azzaino, 1983). Analisis margin pemasaran dilakukan berdasarkan harga rata-rata TBS dari tingkat petani hingga PKS sebagai konsumen akhir. Satuan harga margin pemasaran dihitung dalam satuan Rp/Kg. Analisis margin tataniaga bertujuan untuk mengetahui tingkat efisiensi dari pemasaran TBS di Kecamatan Putri Hijau. Untuk menghitung margin pemasaran, data harga yang digunakan adalah harga di tingkat petani dan harga di tingkat lembaga pemasaran (Asmarantaka, 2012; Lubis, 2016), sehingga digunakan rumus: Mi = Psi – Pbi (1) Keterangan: Mi= margin pemasaran tingkat ke-i; Psi = harga jual pasar di tingkat ke-i; Pbi = harga beli pasar di tingkat ke-i. Margin tataniaga juga dapat dihitung dari penjumlahan biaya dan keuntungan pada masing-masing lembaga pemasaran. Secara matematis dirumuskan sebagai berikut: Mi = Ci + Ài (2) Keterangan: Ci = biaya lembaga pemasaran di tingkat kei; Ài = Keuntungan lembaga pemasaran di tingkat ke-I; Dari dua persamaan tersebut, maka diperoleh: Psi – Pbi = Ci + pi (3) Oleh karena itu, keuntungan lembaga pemasaran di tingkat ke-i sebesar: pi = Psi – Pbi – Ci (4) Analisis bagian harga petani bermanfaat untuk mengetahui bagian harga yang diterima oleh petani dari harga di tingkat konsumen yang dinyatakan dalam persentase. Besarnya bagian harga yang diterima petani (Tety et al, 2013; Octaviani et al, 2014; Lubis, 2016; Sumiati, 2017), diformulasikan sebagai berikut: Fs= Pf Pr X 100 % Keterangan: Fs = farmer’s share; Pf = harga di tingkat produsen/petani (Rp/kg); Pr = harga di tingkat konsumen (Rp/kg). Rasio keuntungan terhadap biaya (R/C Ratio) dapat digunakan untuk melihat efisiensi suatu sistem pemasaran. Rasio keuntungan dan biaya pemasaran mendefinisikan besarnya keuntungan yang diterima atas biaya pemasaran yang dikeluarkan. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya lebih dari satu hal ini berarti saluran tersebut layak untuk dijalankan dan telah memberikan keuntungan kepada lembaga pemasaran yang terlibat didalamnya. Rasio keuntungan dan biaya (Analisis R/C Ratio) adalah persentase keuntungan pemasaran terhadap biaya pemasaran yang secara teknis untuk mengetahui tingkat efisiensinya. Penyebaran rasio keuntungan dan biaya pada masing- masing lembaga pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut: Rasio Keuntungan Biaya:: π= Li Ci (Lubis, 2016) Keterangan: Li = keuntungan lembaga pemasaran; Ci = biaya pemasaran. 31 Vol.4 No.1 Januari-Juni 2018 HASIL DAN PEMBAHASAN SALURAN PEMASARAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT DI KECAMATAN PUTRI HIJAU Saluran pemasaran adalah lembaga-lembaga yang mempunyai kegiatan untuk menyalurkan atau menyampaikan barang-barang atau jasa dari produsen ke konsumen (Mursid, 1997). Saluran pemasaran terbagi ke dalam beberapa tingkatan, yakni saluran nol tingkat, saluran setingkat, saluran dwi tingkat, dan saluran tri tingkat (Swasta, 2002). Saluran pemasaran yang terlibat dalam tataniaga TBS kelapa sawit umumnya satu tingkat, yakni: Petani à Pedagang pengumpul à Pabrik Kelapa Sawit (Sumiati, Rusida, & Idawati, 2017). Namun di daerah lain, terdapat saluran pemasaran TBS yang lebih kompleks dengan melibatkan lebih banyak pelaku pemasaran. Saluran pemasaran TBS di Kabupaten Kutai Kartanegara melibatkan pedagang perantara dan pemilik Surat Pengangkut Buah (pe.SPB) sebagai lembaga pemasaran (Nugroho, 2015). Berdasarkan hasil penelitian di dua lokasi sampel penelitian yakni di Desa Karang Tengah dan Desa Kota Bani, terdapat tiga saluran pemasaran yang telah terbentuk selama ini, yakni: a. Saluran pemasaran I: Petani ® pedagang pengumpul ® pabrik b. Saluran pemasaran II: Petani ® kelompok tani ® pabrik c. Saluran pemasaran III: Petani ® pabrik Saluran III dapat dikategorikan sebagai saluran nol tingkat (Swasta, 1991). Sebagaimana umumnya desa-desa sentra perkebunan kelapa sawit rakyat, para petani di Desa Karang Tengah dan Desa Kota Bani memiliki kebebasan dalam memilih saluran pemasaran dalam penjualan hasil panennya. Pemasaran TBS ke Pabrik Kelapa Sawit (PKS) dilakukan petani melalui lembaga pemasaran yang tersedia di desa tersebut, seperti melalui pedagang pengumpul, pedagang besar atau langsung dijual ke PKS. Penelitian serupa di Desa Meranti, Kabupaten Labuhan Batu menunjukkan bahwa petani memilih pedagang pengumpul sebagai perantara untuk menyalurkan TBS kepada pedagang besar dan kemudian menjualnya ke PKS (Harahap, Simanullang, & Romadon, 2017). Di Desa Karang Tengah pada saluran pemasaran I, sebanyak 52,17% petani menjual TBS kepada pedagang pengumpul (Gambar 1). Alasan yang mendasari petani menjual kepada agen kecil ialah luas lahan perkebunan yang kecil dan jarak lahan perkebunan yang jauh dari PKS dan tempat pedagang besar (Lubis & Tinaprilla, 2016). Di desa ini, terdapat tiga orang pedagang pengumpul yang berfungsi sebagai lembaga pemasaran. Pedagang pengumpul tersebut mampu menampung TBS petani sekitar 32.967 kg/bulan dengan tawaran harga Rp 1.097/Kg. Meskipun harga di tingkat pedagang pengumpul cenderung lebih rendah dibanding lembaga pemasaran lain, saluran ini lebih banyak diminati petani karena sistem pembayaran yang terjadi bersifat tunai (langsung dibayar di tempat). Pada saluran pemasaran II, terdapat 39,13% petani yang menjual TBS ke kelompok tani. Terdapat dua kelompok tani di Desa Karang Tengah. Setiap bulannya kelompok tani tersebut mampu menampung hasil TBS petani sekitar 43.197 kg dengan harga Rp 1.320/kg. Harga yang diterima petani jika menjual ke kelompok tani cenderung lebih baik daripada saluran pemasaran lainnya. Namun, baru sepertiga petani Desa Karang tengah yang mau menjual hasil panennya melalui kelompok tani. Hal ini dikarenakan sistem pembayaran di kelompok tani yang tidak langsung tunai, artinya petani masih harus menunggu setidak-tidaknya dua minggu setelah TBS diantar ke PKS oleh kelompok tani. Petani kelapa sawit Pedagang pengumpul Kelompok tani Pabrik III. 8,70 % I. 52,17 % II. 39,13 % GAMBAR 1. SKEMA SALURAN PEMASARAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT DESA KARANG TENGAH KECAMATAN PUTRI HIJAU 32 AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development Research Pada saluran pemasaran III, terdapat 8,70% petani yang menjual TBS secara langsung ke PKS. Kuantitas TBS yang dijual ke PKS sekitar 17.224 kg/bulan dengan harga Rp 1.303/Kg. Petani yang menjual langsung TBSnya ke PKS adalah petani-petani yang memiliki lahan kelapa sawit yang luas rata- rata ± 2 Ha.. Di Desa Kota Bani, terdapat 55,56% petani yang menjual TBS kepada pedagang pengumpul (Gambar 2). Terdapat tiga orang pedagang pengumpul di desa ini. Pedagang pengumpul tersebut mampu menampung TBS petani sekitar 25.090 Kg/ bulan dengan tawaran harga Rp 1.097/Kg. Sama seperti di Desa Karang Tengah, petani di Desa Kota Bani lebih banyak menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul karena alasan sistem pembayaran yang tunai. Pedagang pengumpul di desa ini tidak memungut biaya-biaya pemasaran (transportasi, bongkar muat, penimbangan) kepada petani. Petani hanya dikenakan pajak pendapatan asli daerah (PAD) sebanyak 1% dari hasil produksi, yang akan dibayarkan ke kantor desa. Terdapat 22,22% petani di Desa Kota Bani yang menjual TBS ke kelompok tani (Saluran Pemasaran II) dengan harga jual Rp 1.320/kg. Berbeda dengan Desa Karang Tengah, hanya terdapat 1 kelompok tani di Desa Kota Bani. Ratarata jumlah TBS petani yang ditampung kelompok tani adalah 18.364 kg/bulan. Sedangkan pada saluran pemasaran III, terdapat 22,22% petani yang menjual TBS langsung ke pabrik dengan jumlah TBS 40.144 kg/bulan pada tingkat harga Rp. 1.303/Kg. Di Desa Kota Bani, jumlah petani yang menjual langsung TBS ke pabrik lebih besar dibandingkan dengan petani di Desa Karang Tengah. Hal ini disebabkan oleh akses jalan yang dimiliki Desa Kota Bani lebih bagus, dekat dengan akses jalan utama kabupaten dan jarak tempuh menuju pabrik kelapa sawit cukup dekat. Kemudahan tersebut membuat para petani yang memiliki kapasitas produksi lebih besar, lebih memilih untuk membawa sendiri hasil panennya ke pabrik daripada menjual TBS ke pedagang pengumpul atau ke kelompok tani. Secara keseluruhan, dari tiga saluran pemasaran TBS yang teridentifikasi di kedua desa di Kecamatan Putri Hijau, saluran pemasaran I (petani – pedagang pengumpul – pabrik) merupakan saluran yang paling mendominasi pilihan para petani. Alasan utama para petani memilih pola saluran ini adalah adanya sistem pembayaran tunai oleh pedagang pengumpul. Selain itu, telah terjalin hubungan yang baik antara petani dengan pedagang pengumpul dalam waktu yang cukup lama. Kepercayaan (trust) antara petani dan pedagang pengumpul menjadi salah satu modal sosial yang telah terbentuk dalam tatanan masyarakat di pedesaan. Umumnya petani mengakui hubungan kemitraan yang terjalin dengan pedagang pengumpul tidak hanya dalam aspek pemasaran saja namun juga dalam aspek pengadaan sarana produksi. Beberapa pedagang pengumpul juga memberikan pinjaman modal kepada petani. Transaksi jual beli bahkan biasanya dilakukan petani dengan pedagang pengumpul sebelum proses pemanenan terjadi. Petani telah memberikan jadwal panennya kepada pedagang pengumpul jauh-jauh hari. Pada saat pemanenan, pedagang pengumpul telah siap di lokasi panen, lalu mengangkut hasil panen petani untuk langsung ditimbang dan dibayar langsung di tempat. Bagi petani, sistem ini dianggap sangat simple dan memudahkan, meskipun harga jual yang diterima petani jauh lebih rendah dibandingkan apabila petani memilih saluran pemasaran lain. Terdapat tiga buah Pabrik Kelapa Sawit (PKS) di Kecamatan Putri Hijau yang selama ini dapat menampung seluruh hasil produksi kelapa sawit rakyat. Ketiga perusahaan kelapa sawit tersebut adalah PT. Agricinal, PT. Mitra Puding Mas dan PT. Alno Agro Utama. Dalam penelitian ini, seluruh petani yang terpilih menjadi responden menjual hasil produksinya ke PT Agricinal. Hal ini disebabkan karena telah Petani kelapa sawit Kelompok Tani Pedagang pengumpul Pabrik III. 22,22 % I. 55,56 % II. 22,22 % GAMBAR 2. SKEMA SALURAN PEMASARAN TANDAN BUAH SEGAR KELAPA SAWIT DESA KOTA BANI KECAMATAN PUTRI HIJAU 33 Vol.4 No.1 Januari-Juni 2018 terjalin hubungan yang baik antara petani, pedagang pengumpul dan pihak perusahaan sebagai pelaku pemasaran akhir dari komoditi TBS rakyat. Selain itu, harga yang ditawarkan perusahaan dinilai lebih kompetitif oleh para petani dan pedagang pengumpul. Analisis Margin Pemasaran TBS di Kecamatan Putri Hijau Analisis margin pemasaran dan share harga merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi pemasaran. Untuk mengetahui besarnya margin pemasaran dilakukan melalui penghitungan biaya yang dikeluarkan dalam proses pemasarannya. Pada dasarnya margin pemasaran terdiri atas biaya-biaya yang dikeluarkan oleh petani dan atau lembaga pemasaran dalam melakukan aktifitas pendistribusian TBS kelapa sawit, yang meliputi: biaya transportasi (pengangkutan), biaya penimbangan, bongkar muat, biaya penyusutan dan pajak daerah. Biaya Pemasaran TBS Pada Tingkat Pedagang Pengumpul dan Kelompok Tani di Kecamatan Putri Hijau Biaya pemasaran di tingkat lembaga pemasaran merupakan semua biaya yang dikeluarkan oleh setiap lembaga pemasaran dalam pendistribusian TBS dari petani sampai ke PKS. Lembaga pemasaran yang terlibat di setiap saluran pemasaran adalah pedagang pengumpul (saluran I) dan kelompok tani (saluran II). TABEL 1. BIAYA PEMASARAN TBS PADA TINGKAT LEMBAGA PEMASARAN DI KECAMATAN PUTRI HIJAU, KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2016 No Jenis Biaya Desa Karang Tengah Desa Kota Bani Saluran I (Rp/kg) Saluran II (Rp/Kg) Saluran I (Rp/kg) Saluran II (Rp/Kg) 1 Penyusutan alat 0,74 0,55 0,92 0,35 2 Tenaga kerja* 20 - 55 - 3 Transportasi 110 - 21,38 - 4 Penyusutan TBS 6,14 3,66 4,75 3,13 5 PAD - - 13,03 - Jumlah 136,88 4,21 95,08 3,48 *Biaya tenaga kerja terdiri dari biaya penimbangan dan bongkar muat Terdapat perbedaan biaya pemasaran yang timbul pada kedua saluran pemasaran yang diteliti (Tabel 1). Biaya pemasaran pada saluran II lebih rendah dibandingkan biaya pada saluran I. Rendahnya biaya pemasaran yang harus ditanggung lembaga pemasaran saluran II (petani - kelompok tani – pabrik) disebabkan oleh biaya tenaga kerja, transportasi dan PAD sepenuhnya ditanggung oleh petani. PAD merupakan pajak pendapatan asli daerah, dimana setiap petani di Kecamatan Putri Hijau yang memiliki pendapatan melalui perkebunan di wajibkan membayar 1% dari hasil produksinya kepada pemerintah desa. Biaya tenaga kerja, transportasi, dan PAD ditanggung secara kolektif oleh petani yang tergabung dalam kelompok, sehingga kelompok tani hanya menanggung biaya penyusutan alat dan TBS. Berbeda dengan saluran pemasaran I (petani – pedagang pengumpul – pabrik), semua biaya pemasaran menjadi beban pedagang pengumpul, sehingga petani tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk pemasaran TBS mereka. TABEL 2. MARGIN PEMASARAN TBS SETIAP SALURAN PEMASARAN DI KECAMATAN PUTRI HIJAU, KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2016 Uraian Desa Karang Tengah (Rp/kg) Desa Kota Bani (Rp/Kg) Saluran I Saluran II Saluran I Saluran II PETANI Harga jual 1.097,00 1.320,00 1.097,00 1.320,00 PEDAGANG PENGUMPUL Harga beli 1.097,00 1.097,00 Harga jual 1.303,00 1.303,00 Margin pemasaran 206,00 206,00 Biaya pemasaran 136,88 95,08 Keuntungan 69,12 110,92 KELOMPOK TANI Harga beli 1.320,00 1.320,00 Harga jual 1.325,00 1.325,00 Margin pemasaran 5,00 5,00 Biaya pemasaran 4,21 3,48 Keuntungan 0,79 1,52 Berdasarkan analisis margin pemasaran (Tabel 2), margin pemasaran terbesar berada pada saluran I (petani – pedagang pengumpul – pabrik). Besaran margin pemasaran di kedua desa adalah Rp 206,00/kg atau sebesar 15,81% dari harga jual pedagang pengumpul desa. Besarnya margin pemasaran pada saluran I dikarenakan pedagang pengumpul membeli TBS dari petani dengan harga yang lebih rendah dengan pabrik dan besarnya keuntungan yang ingin diperoleh oleh pedagang pengumpul. Margin pemasaran terkecil berada pada saluran II (petani – kelompok tani – pabrik) yaitu Rp 5/kg atau sebesar 0,3 % dari harga jual. Kelompok tani tidak mengambil margin yang besar dalam proses pemasan TBS dari petani. Kelompok tani merupakan lembaga yang dalam usahanya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan anggotanya, tidak untuk mencari keuntungan seperti 34 AGRARIS: Journal of Agribusiness and Rural Development Research pedagang pengumpul. Setiap petani yang tergabung dalam kelompok tani memiliki kewajiban untuk membayar iuran wajib anggota setiap bulannya. Margin pemasaran yang diperoleh kelompok tani selanjutnya dikelola bersama iuran wajib dari setiap anggota kelompok tani untuk membiayaan aktivitas kelompok tani seperti dalam pengadaan peralatan bongkar, pengadaan sarana transportasi (angkut), pengadaan fasilitas kantor, hingga perbaikan dan pembangunan infrastruktur jalan. BAGIAN DITERIMA PETANI Nilai farmer’s share yang besar berarti porsi atau bagian yang dinikmati petani besar dan saluran tataniaga tersebut efisien. Nilai farmer’s share yang kecil berarti porsi atau bagian yang dinikmati oleh petani kecil dan saluran tataniaga tersebut tidak efisien. Farmer’s share dengan persentase terbesar berada pada saluran tataniaga II (petani – kelompok tani – pabrik) yakni sebesar 99,62% (Tabel 3). Di Desa Karang Tengah terdapat 39,13% petani yang mampu menjual hasil panennya ke kelompok tani, sedangkan di Desa Kota Bani hanya terdapat 22,22% petani yang menggunakan saluran pemasaran ini. TABEL 3. ANALISIS FARMER’S SHARE SALURAN PEMASARAN TBS DI KECAMATAN PUTRI HIJAU, KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2016 Uraian Desa KarangTengah Desa Kota Bani Saluran I Saluran II Saluran I Saluran II Harga jual petani (Rp/Kg) 1.097,00 1.320,00 1.097,00 1.320,00 Harga beli konsumen (Rp/Kg) 1.303,00 1.325,00 1.303,00 1.325,00 Bagian petani (%) 84,19 99,62 84,19 99,62 Peranan kelompok tani atau koperasi sangat besar membantu petani. Peranan tersebut tidak hanya pada proses pengadaan input pertanian tetapi juga membantu petani dalam memasarkan hasil panennya. Besaran nilai bagian petani yang diperoleh melalui saluran pemasaran kelompok tani atau koperasi tani memberikan sumbangan nilai terbesar dibanding saluran pemasaran lain nya (Octaviani, M. W., Yaktiworo, I., & Suriaty, S., 2014). Besaran nilai bagian petani bisa mencapai 86,42%, seperti yang dialami petani kelapa sawit non–sertifikasi di Kelurahan Sorek Satu, Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan, Riau. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa nilai bagian petani dari saluran pemasaran I dengan melibatkan pedagang pengumpul mencapai angka yang juga cukup besar yakni 84,19%. Nilai ini memang sedikit lebih rendah jika dibandingkan dengan saluran II, namun persentase tersebut tergolong masih menguntungkan bagi petani. Hasil tersebut tidak jauh berbeda dengan penelitian serupa yang telah dilakukan oleh (Tety E., Maharani E., & Deswita, S., 2013); (Nugroho, 2015); (Sumiati, Rusida & Idawati, 2017), di mana nilai farmer share yang didapat petani kelapa sawit di sebesar 85,05% (Kasus pada Desa Sari Galuh Kecamatan Tapun Kabupaten Kampar), sebesar 76,15% (Kasus saluran pemasaran dua tingkat di Kabupaten Kutai Kartanegara ), dan sebesar 72% (Kasus pada Desa Baku-Baku Kecamatan Malangke Barat Kabupaten Luwu Utara). Harus diakui bahwa keberadaan pedagang pengumpul tidak dapat dipisahkan dari kehidupan petani dalam sistem pemasaran kelapa sawit, terutama dalam perkebunan kelapa sawit yang bersifat swadaya. Kerjasama antara petani dan pedagang pengumpul umumnya telah terjalin sejak lama dan sulit bagi petani untuk melepaskan diri dari keberadaan mereka. Selain dalam hal pemasaran hasil panen, pedagang pengumpul juga berperan besar dalam membantu petani, terutama dalam hal pengadaan sarana produksi seperti pupuk dan bibit. RASIO KEUNTUNGAN TERHADAP BIAYA Nilai rasio keuntungan yang lebih besar dari 1 menunjukkan bahwa aktivitas pemasaran yang terjadi memberikan keuntungan bagi pelaku pemasaran. Berdasarkan Tabel 4, hanya saluran I (petani – pedagang pengumpul – pabrik) di Desa Kota Bani yang memiliki nilai R/C ratio dengan nilai lebih dari satu. Ini berarti bahwa seluruh aktivitas pemasaran pada saluran pemasaran I di Desa Kota Bani memberikan keuntungan dan efisien. TABEL 4. ANALISIS RASIO KEUNTUNGAN TERHADAP BIAYA SALURAN PEMASARAN TBS DI KECAMATAN PUTRI HIJAU, KABUPATEN BENGKULU UTARA TAHUN 2016 Uraian Desa Karang Tengah Desa Kota Bani Saluran I Saluran II Saluran I Saluran II Keuntungan pemasaran (Rp/kg) 69,12 0,79 110,92 1,52 Biaya pemasaran (Rp/kg) 136,88 4,21 95,08 3,48 Rasio keuntungan 0,51 0,19 1,17 0,44 Penelitian lain (Harahap, 2017); (Sumiati, Rusida, & Idawati, 2017); (Tety, Maharani, & Deswita, 2013) juga menyebutkan bahwa saluran pemasaran petani–pedagang pengumpul–pabrik merupakan saluran pemasaran yang lebih efisien dibandingkan saluran lain yang melibatkan lebih banyak lembaga pemasaran. Semakin pendek saluran tataniga 35 Vol.4 No.1 Januari-Juni 2018 suatu barang hasil pertanian maka, biaya tataniaga semakin rendah, margin tataniaga juga semakin rendah, harga yang harus dibayarkan konsumen semakin rendah, harga yang diterima produsen semakin tinggi. Petani umumnya memilih menjual langsung ke pedagang besar untuk menghindari penyusutan TBS sehingga dapat mengurangi kualitas crude palm oil (CPO) yang dihasilkan (Harahap, Simanullang, & Romadon, 2017). Berbeda dengan Desa Kota Bani, saluran pemasaran I di Desa Karang Tengah dinilai tidak efisien karena memiliki nilai rasio keuntungan atas biaya yang kurang dari satu. Ketidakefisienan tersebut disebabkan oleh tingginya biaya pemasaran yang harus dikeluarkan oleh pelaku pemasaran. Berdasarkan Tabel 1, besarnya biaya pemasaran pada saluran I di Desa Karang Tengah disebabkan besarnya porsi biaya transportasi yang harus dikeluarkan oleh lembaga pemasaran. Biaya transortasi yang besar timbul karena jarak antara Desa Karang Tengah dengan pabrik cukup jauh. Selain itu, kondisi fisik jalan yang tidak baik mengakibatkan tingginya biaya transportasi yang harus ditanggung oleh lembaga pemasaran. Saluran pemasaran II (petani – kelompok tani – pabrik) dalam penelitian ini juga dinilai tidak efisien karena memiliki nilai rasio keuntungan atas biaya yang kurang dari satu. Rendahnya tingkat keuntungan yang diterima kelompok tani menjadi penyebab saluran pemasaran ini tidak efisien. KESIMPULAN Saluran pemasaran TBS di Kecamatan Putri Hijau Kabupaten Bengkulu Utara memiliki dua pola saluran yaitu: (1) Saluran I, yaitu petani – pedagang pengumpul – pabrik kelapa sawit, dan (2) Saluran II, yaitu petani – kelompok tani – pabrik kelapa sawit. Berdasarkan margin tataniaga dan rasio keuntungan terhadap biaya menunjukkan bahwa hanya saluran pemasaran I di Desa Kota Bani yang efisien. Saluran pemasaran I di Desa Kota Bani memiliki nilai margin pemasarannya sebesar Rp206/kg dengan nilai rasio keuntungan terhadap biaya pemasaran sebesar 1,17. DAFTAR PUSTAKA Afifuddin, S., & Kusuma, SI. (2007). Analisis Struktur Pasar CPO: Pengaruhnya terhadap pengembangan ekonomi wilayah Sumater Utara. Jurnal Perencanaan dan Pengembangan Wilayah, 2(3): 124 – 136. Aprizal, Asriani, P. S., & Sriyoto. (2013). Analisis Daya Saing Usahatani Kelapa Sawit Di Kabupaten Mukomuko (Studi Kasus Desa Bumi Mulya). Jurnal Agrisep, 12(2): 133 – 146. Azzaino, Z. (1983). Pengantar Tata Niaga Pertanian. Departemen Pertanian Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian, IPB. Bogor. Badan Pusat Statistik.(2013). Statistik Perkebunan Provinsi Bengkulu. Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu. Badan Pusat Statistik. (2013). Statistik Perkebunan Kabupaten Bengkulu Utara. Dinas Perkebunan Kabupaten Bengkulu Utara. Badan Penyuluh Pertanian Putri hijau. (2015). Data Petani Kelapa Sawit Kecamatan Putri Hijau. BPP, Kecamatan Putri Hijau: Author Daniel, M. (2005). Metode Penelitian Sosial Ekonomi. Bumi Aksara. Jakarta. 166 hal. Ditjenbun. (2018). Statistik Kelapa Sawit 2015-2017. Retrived from: http:/ /ditjenbun.pertanian.go.id/tinymcpuk/gambar/file/statistik/2017/ kelapa-2015-2017.pdf Harahap, G., Simanullang, E. S., & Romadon, M. (2017). Analisis Efisiensi Tataniaga Tandan Buah Segar (Tbs) Kelapa Sawit (Study Kasus: Petani Perkebunan Inti Rakyat Desa Meranti Paham Kecamatan Panai Hulu, Kabupaten Labuhan Batu). Journal Wahana Inovasi, 6(2): 170–180. Istiyanti, E. (2010). Efisiensi Pemasaran Cabai Merah Keriting di Kecamatan Ngemplak Kabupaten Sleman. Mapeta, 12(2): 116-124. Lubis, F. R. A., & Tinaprilla, N. (2016). Sistem Tataniaga Tandan Buah Segar Di Kecamatan Wampu, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Agrica (Jurnal Agribisnis Sumatera Utara), 4(2): 126-139. Mursid, M. (1997). Manajemen Pemasaran. Edisi Pertama, Cetakan Kedua, Bumi Aksara, Jakarta. Nazir, M. (2003). Metodologi Penelitian. Ghalia Indonesia.Jakarta Nugroho, A. E., (2015). Analisis Pemasaran Tandan Buah Segar Kelapa Sawit Di Kabupaten Kutai Kartanegara (Studi Kasus Pada Petani Swadaya Kecamatan Muara Muntai). Magrobis Journal, 15(2): 47- 56. Octaviani, M. W., Yaktiworo, I., & Suriaty, S. (2014). Pengaruh Bauran Pemasaran (Marketing Mix) Dan Perilaku Konsumen Terhadap Pengambilan Keputusan Pembelian Jus Buah Segar Bandar Lampung. JURNAL ILMU- ILMU AGRIBISNIS: Journal of Agribusiness Sciences, 2(2): 133–141. http://dx.doi.org/10.23960/jiia.v2i2.133-141 Sumiati, S; Rusida, R., & Idawati, I. (2017). Analisis Saluran Pemasaran Kelapa Sawit Di Desa Baku-Baku Kecamatan Malangke Barat Kabupaten Luwu Utara. Journal TABARO, 1(1): 38-50. Sukiyono, K., Cahyadinata, I., Purwoko, A., Widiono, S., Sumartono, E., Asriani, N. N., & Mulyasari, G. (2017). Assessing Smallholder Household Vulnerability to Price Volatility of Palm Fresh Fruit Bunch in Bengkulu Province. International Journal of Applied Business and Economic Research, 15(3): 1 – 15. Swastha, B. (1991). Konsep dan Strategi Analisa Kuantitatif Saluran Pemasaran. Yogyakarta (ID). BPFE. Syahza, A. (2011). Percepatan Ekonomi Pedesaan Melalui Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit. Jurnal Ekonomi Pembangunan, 12(2): 297- 310. Tety

Downloads

https://online-journal.unja.ac.id/public/journals/97/cover_issue_738_en_US.png Dua ringkasan yang sekarang akan menjadi kata kunci populer bagi pihak-pihak yang terhubung dengan kebutuhan-kebutuhan perijinan. Ringkasan yang kadang bagi pemula, apakah dia adalah sebuah kesatuan ataukan sesuatu yang terpisah. Semakin sadar seorang pemilik perusahaan teradap kebijaka-kebiajakan baru, akan semakin baik karena pada bagian ini pemerintah sudah memberikan kemudahan yang luar biasa sangat mudah diakses dari mana saja kapan saja dan oleh siapa. Tentu selama masih memiliki akses pada portal oss. Oss adalah online single submission, atau dikenal juga dengan sistem perijinan terpadu (terintergrasi). Dimana ketika sebuah perusahaan mengajukan pendirian entitas hukum maka si perusahaan akan mulai memilki yang disebut dengan nomor induk berusaha. Kalau bahasa manusianya mah, ktp atau id card. Apa keuntunganya utuk sebuah perusahaan yang memiliki NIB yang diambil atau diterbitkan dari sistem oss? Keuntungan yang bisa dirasakan adalah terpangkasnya mekanisme calo dan pihak ketiga. Pihak ketiga yang selama ini menguasai area dimana terlalu banyak pemborosan yang membuat sebuah perusahaan merasa begitu sulit mengakses perijinan dan verifikasinya.
Produk Spesial
Timses Srikandi

KENAPA PERLU DAN PENTING?

Ini adalah pertanyaan kenapa yang secara konsep membutuhkan keterangan dan penjelasan detail. Karena dokumen turunan lainya akan diambil dari sana. Seperti izin usaha yang akan diefektifkan melalui pemerintah lokal dan daerah. Setidaknya ketika sebuah perusahaan membangun jalannya disebuah daerah. Dia bisa merasakan betapa ketika sebuah perijanan pada tingakat nasional tidak perlu lagi kejakarta dan menyelesaiakan perjalan perijinan tersebut dengan mengeluarkan biaya menginap atau lainnya.
Kurang lebih sudah samapia pada angka pertemuan yang ke tiga. Secara formal pelatihan yang diselenggarakan oleh setara media. Mungkin juga sudah membuka jalan bagi para alumni untuk berkarya dan membantu pengusaha lokal dalam mengembangkan kemampuan mereka dan keahlian mereka tentu saja. Sudah ada temuan baru tentang apa yang terjadi dan bagaiman solusi ketika satu proses penerbitan nib terhenti karena faktor faktor yang tidak bisa di selesaikan.
Beberapa perusahaan besar juga telah bekomunikasi dan mengundan tim expresoo untuk membantu legal dan bagian administrasi perijinan mereka memahami oss dan Nib. Bekerjasama dengan expresoo virtual office yang berkantor di Intermark BSD. Setara media akan terus mengembangkan program-program yang memberikan kesempatan baru kepada para pihak untuk memahami dan meningkatkan kapasitas mereka. So guys, apalagi yang ditunggu ini waktunya anda menghubungi alumni kami, atau bergabung dengan program kami untuk oss dan nib.
 Post Views: 16

NAVIGASI POS

LEAVE A COMMENT


·          pdf
Published
2018-08-27
Issue

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger