RINGKASAN Sortasi kematangan tandan
buah segar (TBS) kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) dilakukan berdasarkan
sifat fisik berupa berat, ukuran dan warna buah. Penentuan berdasarkan warna
dilakukan secara visual oleh operator sehingga bersifat subjektif. Cara ini
juga membutuhkan waktu yang lama. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengembangkan metode pendugaan kematangan buah kelapa sawit berdasarkan
pengolahan citra menggunakan logika fuzzy sebagai alternatif terhadap cara
visual oleh operator. Penelitian ini juga bertujuan untuk menentukan asam
lemak bebas (ALB) buah kelapa sawit secara non-destruktif. Peralatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kamera digital, seperangkat personal
komputer, lampu, dan seperangkat alat pengujian ALB secara titrasi. Enam
puluh buah kelapa sawit dengan kategori kematangan muda, matang, dan masak
diambil gambarnya. Lima belas buah gambar diambil sebagai sampel acuan dalam
pembuatan program, dan 45 gambar lainnya digunakan untuk pengujian program.
Penyusunan program fuzzy dilakukan di dalam program Matlab. Fuzzy inferensi
system (FIS) disusun dengan 3 bagian input yakni tingkat warna R (red), G
(green), B (blue), dan 1 bagian output berupa nilai ALB. Ekstraksi warna RGB
dilakukan pada 20 titik per gambar. Lima kali ulangan dilakukan per gambar
sehingga nilai rata-rata RGB diperoleh dari 100 titik. Berdasarkan analisa
data ALB secara titrasi, range output yang diperoleh adalah ALB ≤ 2,115 untuk
kategori muda, 2,116 ≤ ALB ≤ 2,779 untuk kategori matang, dan ALB ≥ 2,780
untuk kategori masak. Persentase korelasi ALB titrasi dengan nilai warna red,
green, dan blue adalah 89,1 %, 73,5 %, dan 13,6 %. Fungsi keanggotaan
diplotkan dalam bentuk grafik trapmf dengan bentuk kurva berbentuk trapesium.
Aturan (rule) pada penelitian ini terdiri atas 27 buah rule, yakni 9 buah
rule untuk masing-masing kriteria muda, matang, dan masak. Pengujian program
terhadap 15 gambar pada setiap kategori kematangan menunjukkan bahwa tingkat
keakurasian program adalah 86,6 % untuk kategori muda, dan masak. Sedangkan
pengujian untuk kategori matang menghasilkan tingkat keakurasian sebesar 100
%. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai ALB non-destruktif dapat
ditentukan dengan menggunakan program ini dengan tingkat keakurasian sebesar
88,9%.
|
|
Tempat Terbit
|
Banda Aceh
|
Literature Searching Service
|
Hard copy atau foto copy dapat di
|
ENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI KEMATANGAN
TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT BERBASIS SPEKTRUM CAHAYA TAMPAK AHMAD
THORIQ SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2 ii
3 iii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa
tesis berjudul Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS)
Kelapa Sawit Berbasis Spektrum Cahaya Tampak adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor. Bogor, Agustus 2013 Ahmad Thoriq NIM F
4 ii
5 iii RINGKASAN AHMAD THORIQ.
Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit
Berbasis Spektrum Cahaya Tampak. Dibimbing oleh SAM HERODIAN dan AGUS SUTEJO.
Kelapa sawit kini menjadi komoditas primadona di Indonesia, terlihat dari
pertumbuhan luas areal yang cukup signifikan. Sejak tahun 2005, Indonesia
menyusul Malaysia sebagai eksportir minyak kelapa sawit terbesar dan saat ini memegang
lebih dari 50% pangsa pasar global (USDA 2012). Namun yang masih menjadi
kendala utama ekspor ke luar negeri adalah kualitas minyak kelapa sawit atau
crude palm oil (CPO) (Suprapto dan Nurlaila 2008), dimana kandungan asam lemak
bebas (ALB) yang dimiliki masih di atas rata-rata 5%, jauh dibawah standar
internasional yang mensyaratkan agar CPO yang diekspor memiliki nilai ALB
kurang dari 3%. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemotongan harga atau lebih
dikenal dengan discount rate bagi CPO asal Indonesia. Syarat pemanenan buah
kelapa sawit yang baik dilakukan pada saat kandungan minyak maksimal dan
kandungan asam lemak bebas (ALB) minimal. Apabila pemanenan buah dilakukan pada
keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan mengandung ALB dalam persentase
tinggi (lebih dari 5%) sebaliknya, jika pemanenan dilakukan dalam keadaan buah
belum matang, maka ALB dan rendemen minyak yang dihasilkan rendah (Fauzi et al.
2007). Hal ini sangat sulit dicapai apabila dilakukan dengan mengandalkan
tenaga manusia yang berpedoman pada jumlah brondolan yang jatuh ke tanah yang
dinyatakan dengan fraksi, yang mana sering kali ditemukan di lapangan terdapat
beberapa brondolan yang jatuh dan tersangkut pada pelepah. Selain itu ketika
musim penghujan, buah akan lebih cepat jatuh karena TBS terkena air hujan,
sehingga metode tersebut kurang tepat. Alternatif yang perlu dikembangkan
adalah penggunaan sensor dalam mendeteksi tingkat kematangan TBS. Untuk
menentukan sensor yang tepat maka diperlukan kajian karakteristik optik dari
TBS kelapa sawit menggunakan spektrofotometer Uv Vis. Data hasil pengukuran
berupa sifat pantulan dari spektrum TBS digunakan sebagai acuan dalam
perancangan sistem deteksi kematangan TBS kelapa sawit. Penelitian ini
bertujuan untuk mempelajari karakteristik spektrum TBS berdasarkan tingkat
kematangan dengan metode reflektansi gelombang cahaya tampak, membangun
hubungan antara kandungan kimia dengan spektrum cahaya tampak TBS kelapa, dan
membuat sistem deteksi kematangan TBS yang terdiri atas sensor, peraga dan
perekam. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tandan buah segar
(TBS) kelapa sawit sebanyak 87 buah yang berasal dari klon Marihat, Dumpy dan
Selapan Jaya. Jumlah sampel dari setiap klon adalah 29 buah yang terdiri atas 4
(empat) tingkat kematangan yaitu mentah (fraksi 0), kurang matang (fraksi 1)
matang (fraksi 2 dan fraksi 3), lewat matang (fraksi 4). Alat - alat yang
digunakan pada penelitian ini antara lain : spektrometer ocean optics USB 650,
fiber optic solids, digital spotting scope (bushnell 15 45x, LCD 22x), laser
pointer merah (660nm, 100 mw), lux meter, lampu halogen (1000, 600) watt, kain
hitam, meteran, distance meter, peralatan laboratorium untuk analisa kimia TBS,
komputer dan perlengkapannya.
6 iv Langkah awal yang dilakukan pada
pengukuran reflektan TBS adalah menentukan integration time dengan mengukur
reflektan reference putih dan reference hitam pada jarak pengukuran. Penggunaan
reference dilakukan untuk standarisasi pengukuran. Citra TBS ditangkap oleh
digital spotting scope dan reflektan TBS akan dibaca oleh spektrometer ocean
optics USB 650 (fiber optic solids) pada panjang gelombang nm. Untuk memastikan
titik pengukuran TBS, maka digunakan laser pointer sebagai penunjuk dan citra
dari TBS dapat ditampilkan oleh display yang terdapat pada digital spotting
scope. Pembacaan spektrum dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak ocean
optics spektrumsuite yang terhubung dengan spectrometer USB fiber optic solids.
Analisis kadar minyak dan asam lemak bebas (ALB) dilakukan di laboratorium
kimia PT. Nirmala Agro Lestari. Pengambilan sampel untuk pengujian ALB
dilakukan secara langsung setelah buah jatuh terpanen sedangkan pengambilan
sampel untuk analisa kadar minyak TBS dilakukan setelah pengukuran reflektan
menggunakan spektrofotometer. Hasil penelitian menunjukkan setiap klon
menghasilkan karakteristik yang berbeda beda, pada klon marihat kematangan
tidak dapat dibedakan pada F2 dan F3 hal ini karena menghasilkan pola spektrum
yang berhimpit yang mengindikasikan sampel uji F2 dan F3 memiliki karakteristik
warna yang sama namun pada F0, F1, dan F4 kematangan dapat dibedakan pada
rentang panjang gelombang nm. Pada klon Dumpy pola spektrum yang berhimpit
terjadi pada F3 dan F4 dan kematangan dapat dibedakan untuk F0, F1 dan F2 pada
rentang panjang gelombang nm. Sedangkan pada klon Selapan Jaya kematangan dapat
dibedakan pada rentang panjang gelombang nm. Kadar minyak akan meningkat sampai
batas tertentu kemudian menurun, pada klon Marihat kadar minyak optimal terjadi
pada fraksi 2, sedangkan pada klon Dumpy dan Selapan Jaya kadar minyak optimal
terjadi pada fraksi 1. Hal ini karena setiap klon mempunyai karakteristik yang
berbeda selama proses pematangan. Hubungan kurang baik antara data reflektan
dan kadar minyak TBS dengan R 2 untuk klon Marihat, Dumpy dan Selapan Jaya
secara berurutan masing masing sebesar 0,288 ; 0,614 dan 0,516. Sedangkan hasil
pengujian sistem deteksi kematangan TBS untuk klon Marihat, Dumpy dan Selapan
Jaya menunjukkan ketepatan pendugaan pada model kalibrasi sebesar 100%
sedangkan pada model validasi masing masing sebesar 50%, 60%, dan 70%. Hal ini
menunjukkan sistem deteksi yang dibangun belum dapat membedakan kematangan
terutama pada klon Marihat dan Dumpy. Kata kunci : deteksi kematangan, tandan
buah segar, reflektan, spektrofotometer ultraviolet visible
7 v SUMMARY AHMAD THORIQ. Development
of Detection System Maturity of Fresh Fruit Bunches (FFB) Palm Oil Based on
Visible Spectrum. Supervised by SAM HERODIAN and AGUS SUTEJO. Palm oil is one
of the most famous commodities in Indonesia, seen from the growth area
significantly. Since 2005, Indonesia overtake Malaysia as the largest palm oil
exporter and currently holds more than 50% global market share (USDA 2012). But
the problem is the crude palm oil (CPO) quality with the content of free fat
acid (FFA) more than 5%, it means that FFA content more than the international
standard which required less than 3%. This problem caused decreasing of the
price or discount rate for CPO from Indonesia. The best harvesting time of palm
oil is when the CPO maximum and FFA minimum. Harvesting of palm oil in the over
maturity stage caused FFA content more than 5%, and if the harvesting of palm
oil in the under maturity stage, the content of both FFA and CPO low (Fauziet
al.2007). The precision of harvesting time would be very difficult if using
human resources which considered on the fraction or percentage of palm oil
fruits which fall in the soil surface. These human resources methods was low
accuracy, it was caused by many external factors like as the fruit would be
hold on the palm oil stems and in the rainy season FFB would release from the
bunches before maturity stages. One of the best ways to solve these problems is
using censors for maturity detection of FFB. To get the precise censor would
need optical characteristics tests of palm oil FFB using Uv-Vis
spectrophotometer. Resulted data from these measurements was in the reflectance
characteristics from the FFB spectrum, and then these data would be used for
maturity detections system of palm oil FFB. The objectives of this research are
studying of FFB spectrum characteristics based on the maturity stages using
visible wave reflectances method, studying about the interactions between
chemical contents with visible wave spectrum of palm oil FFB, and creating oil
palm FFB maturity detection system using censors, displays, and recorders.
Materials used for this research are 87 palm oil FFB from the Marihat, Selapan
Jaya, and Dumpy clones. Number of samples of each clone is 29 pieces consisting
of four (4) level of maturity that is raw (fraction 0), less mature (fraction
1) mature (fraction 2 and fraction 3), over-mature (fraction 4). This research
using ocean optics spectrometer USB 650, fiber optic solids, digital spotting scope
(bushnell 15 45x, LCD 22x), red laser pointer (660nm, 100 mw), lux meter,
halogen lamps (1000 and 6000 Watt), black fabric, distance meter, laboratory
instruments for FFB chemical tests, computer and it s components. The first
step is classified of integration time with measuring white reference reflectan
and black in the spesific distances of measuring. Using references was be done
for standarized of measuring. FFB spectrum would be cauthed by digital spotting
scope and FFB reflectances would be read by spectrometer ocean optics USB 650
(fiber optic solid) in the wave lenght nm. To ensure the point of FFB
measurement, laser pointer was used and FFB spectrum would be displayed by
display in the digital spotting scope. Reading was
8 vi be done using ocean optic
spectarsuite which connected to spectrometre USB 650 of fiber optic solids.
Analysis of oil content and free fatty acid (FFA) conducted in the chemical
laboratory PT. Nirmala Agro Lestari. Sampling for testing ALB performed
directly after harvest TBS while sampling for analysis of oil content TBS
performed after measurement of reflectance using a spectrophotometer. The
results of this research showed that maturity stage of Marihat, Dumpy, and
Selapan Jaya clone could be determinated in the wave legth rate from 650 to 690
nm. On this wave length indicated the diffferences of maturity and immaturity
fruit color. Differences characteristics was occured in the maturity stages of
each clone. Optimal oil content of Marihat clone was occured in fraction 2, and
for Dumpy and Selapan Jaya clones was occured on fraction 1. Î’ caroten contents
would increased and then decreased on the spesifics stages, optimum β caroten
for Marihat and Selapan Jaya was occured on fraction 3 and Dumpy clone was
occured on fraction 2. Based of reflectances data in indoor measurements, the
most affected wave length to predict the FFB oil contents the wavelength range
of nm. Based of reflectances data in indoor measurements, the most affected
wave length to predict the FFB oil contents the wavelength range of nm for
Marihat clone was in 672 nm with R 2 0,407, Dumpy clone 685 nm with R 2 0,638,
and Selapan Jaya clone 685 nm with R 2 0,795. While the wavelength of the most
influential in predicting FFB oil content in the wavelength range nm to 663 nm
Marihat clones with R 2 values of 0.764, clone Dumpy 685 nm with R2 values of
and 669 clones of Jaya Selapan nm with R 2 values of System test results for
clone detection TBS Marihat maturity, Dumpy and Selapan Jaya shows the
calibration model prediction accuracy of 100%, while the validation of models
each - amounting to 50%, 60%, and 70%. Keywords: maturity detection, fresh
fruit bunches, reflectance, UV - Vis spectrophotometer
9 vii Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh
karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya
untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut
tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian
atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
10
11 i PENGEMBANGAN SISTEM DETEKSI
KEMATANGAN TANDAN BUAH SEGAR (TBS) KELAPA SAWIT BERBASIS SPEKTRUM CAHAYA TAMPAK
AHMAD THORIQ Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister
Sains pada Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
12 ii Penguji Luar Komisi Pembimbing
pada Ujian Tesis : Dr Ir Usman Ahmad, MAgr
13 Judul Tesis : Pengembangan Sistem
Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Berbasis Spektrum
Cahaya Tampak Nama : Ahmad Thoriq NIM : F Disetujui oleh Komisi Pembimbing Dr
Ir Sam Herodian, MS Ketua r Agus Sutejo, MSi Anggota Diketahui oleh Ketua
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc
Tanggal Ujian: 29 Juli 2013 Tanggal Lulus:? f:l A.U G 2013
14 iii Judul Tesis : Pengembangan
Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Berbasis
Spektrum Cahaya Tampak Nama : Ahmad Thoriq NIM : F Disetujui oleh Komisi
Pembimbing Dr Ir Sam Herodian, MS Ketua Ir Agus Sutejo, MSi Anggota Diketahui
oleh Ketua Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan Dekan Sekolah
Pascasarjana Dr Ir Y. Aris Purwanto, MSc Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr Tanggal
Ujian: 29 Juli 2013 Tanggal Lulus:
15 iv
16 v PRAKATA Alhamdulillahi rabbil
alamin, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah, SWT yang telah
memberikan rahmat-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis
yang berjudul Pengembangan Sistem Deteksi Kematangan Tandan Buah Segar (TBS)
Kelapa Sawit Berbasis Spektrum Cahaya Tampak. Pada kesempatan ini penulis
menyampaikan terima kasih kepada Dr Ir Sam Herodian, MS (Ketua Komisi
Pembimbing) dan Ir Agus Sutejo, MSi (Anggota Komisi pembimbing) atas bimbingan
dan saran selama penelitian dan penulisan tesis ini serta Dr Ir Usman Ahmad,
MAgr yang telah meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji luar komisi dan Dr
Ir Y. Aris Purwanto, MSc selaku ketua Program Stusi Teknik Mesin Pertanian dan
Pangan yang telah memberikan saran dan arahan untuk perbaikan tesis ini.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada PT. Astra Agro Lestari,
Tbk yang telah menyediakan bantuan fasilitas dan lokasi penelitian dan Drs.
Kombespol Sam Budigusdian, MH yang telah membantu menyediakan sarana penunjang
atas penelitian ini serta beasiswa LPDP yang telah memberikan bantuan biaya
penelitian ini. Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Muhammad
Makky, Msi, Dinah Cherie, MSi, Wahid Muthowal, MSc, dan Teman - teman
seperjuangan di S2 Teknik Mesin Pertanian dan Pangan (2010) : Abdul Roni
Angkat, Pandu Gunawan, Cecep Saepul Rahman, Lilis Sucahyo, Jhoni Firdaus,
Irriwad Putri, Ismi Mahmudah Edris, Annisa Nur Ichniarsyah yang selalu
memberikan semangat dan inspirasi. Secara khusus, penulis menyampaikan ucapan
terima kasih kepada Ibunda Istikana, Ayahanda Johari, Adinda Novi Purnama Sari,
Adinda Nurvia Stiani dan Adinda Okta Danik Nugraheni, atas bantuan dan
dukungannya selama ini. Harapan penulis semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi
semua pihak yang memerlukannya. Bogor, Agustus 2013 Ahmad Thoriq
17 vi
18 vii DAFTAR ISI DAFTAR ISI DAFTAR
TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 2 Perumusan
Masalah 4 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 5 Ruang Lingkup Penelitian 5
TINJAUAN PUSTAKA 5 Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit 5 Proses Pematangan
Buah Sawit 7 Kadar Minyak dan Asam Lemak Bebas (ALB) 8 Spektroskopi Ultraviolet
- Visible 9 Aplikasi Ultraviolet Visible untuk Penentuan Tingkat Kematangan TBS
10 Mikrokontroler 11 METODE PENELITIAN 12 Waktu dan Tempat 12 Bahan dan Alat 12
Prosedur Penelitian 13 HASIL DAN PEMBAHASAN 26 Pola Spektrum Reflektan Cahaya
Tampak Berdasarkan Klon Kelapa Sawit 26 Korelasi Sifat Optik dan Sifat
Fisikokimia TBS 31 Pembuatan Sistem Deteksi Kematangan TBS Kelapa Sawit 35
Pengujian Sistem Deteksi Kematangan TBS Kelapa Sawit 37 Hasil Pengujian Sistem
Deteksi Kematangan TBS Kelapa Sawit 38 5 SIMPULAN DAN SARAN 44 Simpulan 44
Saran 44 DAFTAR PUSTAKA 45 RIWAYAT HIDUP 62 vii viii viii ix
19 viii DAFTAR TABEL 1 Kandungan
minyak dan ALB TBS berdasarkan umur (%) 8 2 Kandungan senyawa asam lemak bebas
pada beberapa umur tandan buah sawit (%) 8 3 Jumlah sampel penelitian
berdasarkan klon dan tingkat kematangan 12 4 Beberapa tingkatan fraksi matang
panen pada tanaman kelapa sawit 15 5 Pengaturan perbesaran berdasarkan jarak
pengukuran 16 6 Integration time berdasarkan jarak pengukuran 17 7 Klasifikasi
pengelompokaan TBS klon Marihat berdasarkan tingkat kematangan 39 8 Klasifikasi
pengelompokaan TBS klon Dumpy berdasarkan tingkat kematangan 39 9 Klasifikasi
pengelompokaan TBS klon Selapan Jaya berdasarkan tingkat kematangan Nilai Mean
Absolute Percentage Error (MAPE) dan R 2 hasil kalibrasi dan validasi kadar
minyak minyak TBS Nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dan R 2 hasil
kalibrasi dan validasi ALB minyak TBS 42 DAFTAR GAMBAR 1 Luas areal dan
produksi perkebunan kelapa sawit di Indonesia ( ) 1 2 Produksi minyak sawit
dunia 1 3 Morfologi tandan buah sawit 6 4 Penampang buah sawit 6 5 Spektrum
elektromagnetik 9 6 Diagram alir penelitian tahap pertama 13 7 Hasil pengukuran
reflektan kertas warna menggunakan spektrofotometer UV Vis berdasarkan jarak 14
8 Spotting scope, spectrofotometer USB 650 dan perlengkapannya 15 9 Pengukuran
reflektantbs di dalam ruangan tampak depan Pengukuran reflektantbs di dalam
ruangan tampak atas Sampel buah sawit untuk analisa asam lemak bebas (ALB)
Diagram alir penelitian tahap kedua Karakteristik sensor cahaya (a) Fotodioda,
(b) Fototransistor,(c) LDR Rangkaian unit detector Rangkaian unit pengendali
Rangkaian unit pengolah data (a) rangkaian mikrokontroler ATMega32, (b) luaran
hasil pengukuran Rangkaian penyimpan data (a), rangkaian card multimedia, (b)
rangkaian pewaktu Diagram alir prinsip kerja sistem deteksi kematangan TBS 23
20 ix 19 Model jaringan saraf tiruan
tiga lapis (backpropagation method) Warna TBS berdasarkan tingkat kematangan
Pengaruh pencahayaan terhadap hasil pengukuran Pengaruh penggunaan reference
sesuai dengan tingkat pencayaan yang digunakan Pengaruh jarak terhadap hasil
pengukuran Pengaruh penggunaan reference sesuai dengan jarak pengukuran Pola
spekra setiap klon berdasarkan tingkat kematangan pada panjang gelombang nm dan
nm Pola spekra pada titik pengukuran yang berbeda dalam satu TBS yang sama
berdasarkan tingkat kematangan Hubungan kadar minyak minyak TBS setiap klon
berdasarkan tingkat kematangan Korelasi antara reflektansi dan kandungan minyak
TBS; (a) klon Marihat pada panjang gelombang 673 nm, (b) klon Dumpy pada
panjang gelombang 685 nm, (c) klon Selapan Jaya pada panjang gelombang 635 nm
Hubungan kandungan ALB TBS setiap klon berdasarkan tingkat kematangan Korelasi
antara reflektansi dan ALB TBS; (a) klon Marihat pada panjang gelombang 673 nm,
(b) klon Dumpy pada panjang gelombang 685 nm, (c) klon Selapan Jaya pada
panjang gelombang 630 nm Bagian luar alat ukur deteksi kematangan TBS Bagian
dalam alat ukur deteksi kematangan TBS Pengujian sistem deteksi kematangan TBS
berbasis Hasil kalibrasi dan validasi kadar minyak TBS setiap klon dengan
metode JST Hasil kalibrasi dan validasi ALB TBS setiap klon dengan metode JST
43 DAFTAR LAMPIRAN 1 Instruksi kerja penentuan kadar asam lemak bebas (ALB) 48
2 Standar operasional prosedur (SOP) fruit set dan analisa kadar minyak TBS 49
3 Gambar standar operasional prosedur (SOP) fruit set dan analisa kadar minyak
TBS 50 4 Spesifikasi mikrokontroler ATmega 32 Spesifikasi mikrokontroler ATmega
Rangkaian elektronik alat ukur deteksi kematangan TBS 54 6 Spesifikasi lampu
halogen 54 7 Kadar minyak dan ALB TBS berdasarkan klon dan tingkat kematangan
(fraksi) 55 8 Hasil kalibrasi dan validasi alat ukur deteksi kematangan TBS
klon Marihat dengan metode JST 56
21 x 9 Hasil kalibrasi dan validasi
alat ukur deteksi kematangan TBS klon Dumpy dengan metode JST Kalibrasi dan
validasi alat ukur deteksi kematangan TBS klon Selapan Jaya dengan metode JST
Nilai bobot pada arsitektur JST untuk klon Marihat Nilai bobot pada arsitektur
JST untuk klon Dumpy Nilai bobot pada arsitektur JST untuk klon Selapan Jaya 61
22 PENDAHULUAN Kelapa sawit kini
menjadi komoditas primadona di Indonesia, terlihat dari pertumbuhan luas areal
yang cukup signifikan (Gambar 1). Pada tahun 2012 luas areal lahan kelapa sawit
di Indonesia mencapai hektar dengan produksi minyak sawit sebanyak ton. Sejak
tahun 1967 sampai 2012 terjadi pertumbuhan rata - rata luas areal sebesar
10,39% atau terdapat peningkatan jumlah luasan sebesar ,20 hektar pertahun
(Ditjenbun 2012). Luas areal dan produksi (x 1000) Luas Areal (x 1000 Ha)
Produksi Minyak Sawit (x 1000 Ton) Tahun Gambar 1 Luas areal dan produksi
perkebunan kelapa sawit di Indonesia ( ) Pada tahun 2005, Indonesia menyusul
Malaysia sebagai eksportir minyak kelapa sawit terbesar dan saat ini memegang
lebih dari 50% pangsa pasar global seperti dapat di lihat pada Gambar 2.
Produksi minyak sawit mentah (CPO) mencapai 25,9 juta metrik ton(mmt) dan
diprediksi akan mengalami peningkatan hingga 28 MMT tahun 2012 (USDA 2012).
Gambar 2 Produksi minyak sawit dunia 53
23 2 Ekspor minyak sawit Indonesia
meningkat sebesar 1,7 MMT menjadi 18,2 MMT tahun 2011 dan mengharapkan ekspor
minyak sawit akan terus tumbuh menjadi 19,6 MMT tahun Stok minyak sawit
Indonesia juga meningkat secara signifikan dari 1,27MMT tahun 2010 menjadi
2,091 MMT tahun 2011 dan diharapkan akan meningkat menjadi 2,784 MMT tahun 2012
karena tingkat produksi jauh melampaui apa yang dapat diserap oleh permintaan
dalam negeri (USDA 2012). Selain memegang peranan yang penting sebagai sumber
penerimaan devisa Negara, perkebunan kelapa sawit memiliki dampak secara
langsung terhadap peningkatan kesejahteraan pekebun. Menurut Ditjenbun (2010)
indeks nilai tukar petani pada tahun 2008, tertinggi dibandingkan dengan petani
pangan, hortikultura maupun peternakan. Pendapatan pekebun kelapa sawit
sepanjang tahun menunjukkan peningkatan dengan rata-rata laju pertumbuhan
mencapai 14,47% per tahun. Kedepan, peranan perkebunan tetap penting, bahkan
semakin penting untuk mengurangi kemiskinan,menyerap tenaga kerja, menjaga
kelestarian lingkungan hidup dan sumber energi (Suswono 2012). Berdasarkan
pemaparan sebelumnya, dapat di lihat bahwa kelapa sawit sangat memegang peranan
penting dalam kehidupan Bangsa Indonesia. Namun disisi lain, kualitas minyak
kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) masih menjadi kendala utama ekspor ke
luar negeri (Suprapto dan Nurlaila 2008), dimana kandungan asam lemak bebas
(ALB) yang dimiliki masih diatas rata-rata 5%, jauh dibawah standar
internasional yang mensyaratkan agar CPO yang diekport memiliki nilai ALB
kurang dari 3%. Hal ini mengakibatkan terjadinya pemotongan harga atau lebih
dikenal dengan discount rate bagi CPO asal Indonesia. Oleh sebab itu, sangat
penting bagi kita untuk melakukan langkahlangkah yang dapat membantu industri
kelapa sawit Indonesia. Latar Belakang Penanganan panen TBS di lapang menjadi
suatu kegiatan yang penting dalam upaya meningkatkan kualitas minyak sawit yang
dihasilkan. Pemanenan buah kelapa sawit dilakukan pada saat kandungan minyak
maksimal dan kandungan asam lemak bebas (ALB) minimal. Apabila pemanenan buah
dilakukan pada keadaan lewat matang, maka minyak yang dihasilkan menggandung
ALB dalam prosentase tinggi (lebih dari 5%) sebaliknya, jika pemanenan
dilakukan dalam keadaan buah belum matang, maka selain kadar ALB dan rendemen
minyak yang dihasilkan rendah (Fauzi et al. 2007). Secara umum penentuan
kematangan buah sawit yang banyak dipakai adalah berdasarkan jumlah brondolan,
yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun jumlah brondolan kurang lebih 10
butir dan tanaman berumur lebih dari 10 tahun jumlah brondolan sekitar butir
(Fauzi et al ; Kiswanto et al. 2008). Sedangkan menurut Rankine dan Fairhurst
(1998) tandan buah matang harus mempunyai sedikitnya satu brondolan dipiringan
sebagai tanda buah tersebut dapat dipanen, namun standar panen berdasar 1
brondolan dipiringan bersifat relatif, dan tergantung pada iklim dan pengalaman
pekebun. Lebih lanjut Pahan (2008) menjelaskan bahwa pemotongan buah mentah dan
meninggalkan brondolan di piringan adalah kesalahan yang paling sering
dilakukan oleh pemanen.kerugian akibat memotong buah mentah yaitu kehilangan
sebagian
24 3 potensi produksi minyak,
mengganggu kelestarian produksi, sehingga tanaman kelapa sawit mengalami
stress. Menurut Muchtadi (1992) warna telah diduga menjadi panduan penting
apakah kandungan minyak telah mencapai maksimum dimana buah siap dipanen. Buah
sawit muda yang berumur 3 minggu, berwarna unggu sampai hitam di bagian apikal
dan berwarna kuning muda atau putih di bagian basal. Pada buah berumur 10
sampai 13 minggu, buah berwarna jingga merata dan sel mesokarp dan inti sawit
mulai terisi globula lemak. Buah yang berumur 16 minggu akan berwarna merah dan
sel mesokarp dan inti sawit terisi penuh oleh globula lemak sedangkan pada buah
yang berumur 20 minggu, buah mulai jatuh dari tandan, dinding sel mesokarp dan
inti sawit retak dan pecah, kantung lemak tersobek serta minyak keluar dari
sel. Sedangkan menurut Junkwon et al. (2009) pigmen minyak buah sawit seperti
karotenoid dan klorofil mempengaruhi warna dari buah kelapa sawit, dimana buah
mentah memiliki proporsi klorofil yang lebih tinggi yang secara bertahap
menurun pada saat matang dan tidak terdapat pigmen klorofil pada buah matang.
Pemanenan yang masih mengandalkan tenaga manusia menyebabkan kualitas panen
dipengaruhi pengalaman, keahlian, dan pengetahuan. Pengaruh faktor eksternal
seperti : kelelahan, emosi, rasa bosan, faktor usia, kondisi mental, kesehatan
dan cacat bawaan akan berdampak negatif pada hasil panen. Alternatif lain yang
perlu dikembangkan adalah penggunaan sensor dalam mendeteksi tingkat kematangan
TBS. Hal ini karena penggunaan sensor tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal,
dan sensor lebih baik dari manusia, namun memiliki keterbatasan. Beberapa
sistem sensor untuk menentukan kematangan TBS kelapa sawit yang telah diteliti
antara lain sensor optik camera base system (Abdullah et al. 2001, 2004 ; Makky
2005; Alfatni et al. 2008; Ismail et al. 2010; Razali et al. 2011; Hazir et al.
2011; May and Amaran 2011), kamera hiperspektruml (Junkwon et al. 2009),
resonansi magnetik pencitraan dan resonansi magnetik nuklir (Shaarani et al.
2010), sensor kadar air (Yeow et al. 2010), sensor fluoresensi multi-parametrik
(Hazir et al. 2011, 2012), sensor optik aktif (Saeed et al. 2012), dan sensor
ultrasonik (Suwannarat et al. 2012). Teknik-teknik tersebut telah menggambarkan
potensi menggunakan sensor optik dalam mendeteksi kematangan TBS. Namun,
sebagian studi masih dilakukan dalam skala laboratorium, untuk itu pada
penelitian ini akan dilakukan pengukuran tingkat kematangan TBS di dalam
ruangan dan di luar ruangan dengan menggunakan spektrofotometer ultraviolet -
visible. Data hasil pengukuran berupa sifat pantulan dari spektrum TBS
digunakan sebagai acuan dalam perancangan sistem deteksi kematangan TBS kelapa
sawit. Menurut Novianty (2008) adanya perubahan warna menyebabkan kemampuan
penerusan dan pemantulan dari produk juga berubah. Variasi warna adalah bentuk
variasi panjang gelombang radiasi elektromagnetik. Suatu bahan akan menyerap
atau memantulkan sinar dengan berbagai panjang gelombang bergantung warnanya.
Oleh karena itu, buah yang diberi perlakuan berupa pemberian sinar-sinar pada
daerah tertentu akan menentukan sifat fisik buah berupa warna dan tingkat
kematangan buah berupa kadar air yang meningkat bila buah semakin masak.
Pemberian sumber radiasi pada daerah cahaya tampak dapat menentukan pigmen yang
terkandung oleh buah tersebut. Lebih lanjut menurut Saeed et al. (2012)
perubahan warna buah sawit
25 4 berdasarkan tingkat kematangan
dapat diamati dengan memanfaatkan spektrum reflektan yang dipancarkan oleh
buah. Perumusan Masalah Penentuan kematangan TBS secara umum yang dilakukan
selama ini adalah berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh ke tanah yang
dinyatakan dengan fraksi, namun seringkali ditemukan di lapang terdapat
beberapa brondolan yang jatuh tersangkut pada pelepah dan ketika musim
penghujan, buah akan lebih cepat jatuh karena TBS yang terkena air hujan.
Pemanenan yang masih mengandalkan tenaga manusia menyebabkan kualitas panen
dipengaruhi pengalaman, keahlian, dan pengetahuan. Pengaruh faktor eksternal
seperti : kelelahan, emosi, rasa bosan, faktor usia, kondisi mental, kesehatan
dan cacat bawaan akan berdampak negatif pada hasil panen. Kesalahan yang paling
sering dilakukan oleh pemanen adalah pemotongan buah mentah dan meninggalkan
brondolan di piringan. Kerugian akibat memotong buah mentah yaitu kehilangan
sebagian potensi produksi minyak, dan mengganggu kelestarian produksi. Untuk
itu diperlukan sistem yang dapat melakukan identifikasi tingkat kematangan TBS
kelapa sawit sebelum dilakukan pemanenan. Tujuan Penelitian Secara umum tujuan
penelitian ini adalah memprediksi secara cepat, otomatis dan objektif pada tingkat
kematangan TBS berdasarkan karakteristik optiknya. Secara spesifik tujuan
penelitian ini adalah : 1. Mempelajari karakteristik spektrum TBS berdasarkan
tingkat kematangan dengan metode reflektansi gelombang cahaya tampak 2.
Membangun hubungan antara kandungan kimia dengan spektrum cahaya tampak TBS
kelapa sawit 3. Membuat sistem deteksi kematangan TBS yang terdiri atas sensor,
peraga dan perekam
26 5 Manfaat Penelitian Hasil dari
penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat kematangan
buah sawit melalui hubungan antara kharakteristik spektrum reflektan dengan
kandungan kimia TBS kelapa sawit berdasarkan tingkat kematangan serta
diharapkan digunakan sebagai acuan dalam penelitian lebih lanjut untuk
pengembangan sistem deteksi kematangan buah secara portable berbasis spektrum
cahaya tampak. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian yang telah dilaksanakan ini
difokuskan pada perancangan sistem deteksi kematangan TBS kelapa sawit. Adapun
batasan dari penelitian ini antara lain : 1. Data penelitian yang digunakan
didapat dari penggukuran menggunakan spektrofotometer ocean optics USB 650
berupa data spektruml reflektan dari spektrum TBS sedangkan data kandungan
kimia TBS kelapa sawit berasal dari hasil pengujian di laboratorium kimia PT. Nirmala
Agro Lestari (Group PT. Astra Agro lestari, Tbk). 2. Sampel uji penelitian
berupa TBS kelapa sawit yang berasal dari klon Marihat, Selapan Jaya, dan Dumpy
dan masing masing varietas tersebut terdiri atas 4 (empat) tingkat kematangan
yaitu mentah (fraksi 0), kurang matang (fraksi 1) matang (fraksi 2 dan fraksi
3) dan lewat matang (fraksi 4). 3. Perancangan sistem yang dikembangkan
berdasarkan hubungan antara spektrum reflektansi dengan kandungan kimia TBS
kelapa sawit. TINJAUAN PUSTAKA Tandan Buah Segar (TBS) Kelapa Sawit Struktur
tandan buah sawit dibagi atas tiga bagian yaitu bagian atas (apikal), bagian
tengah (middle) dan bagian bawah (basal) yang masing-masing terdiri dari
buah-buah yang penampakannya berlainan, bentuk ataupun ukurannya seperti yang
tersaji pada Gambar 3. Bagian apikal tandan, berada pada sekitar lokasi
sepertiga bagian atas tandan, bagian basal tandan berada pada sepertiga bagian
bawah tandan, sedangkan bagian tengah tandan (middle) terdapat diantara apikal
dan basal (Ooi dan Tam 1976, dalam Muchtadi 1992)
27 6 Gambar 3 Morfologi tandan buah
sawit Pada bagian tengah tandan terdapat buah-buah yang besarnya merata,
berukuran lebih besar daripada bagian atas atau bawah.sedangkan bagian bawah
tandan terdapat buah-buah yang lebih kecil daripada bagian atas atau tengah,
terutama pada bagian pangkalnya karena pertumbuhannya terdesak oleh pangkal
batang daun atau ketiak pelepah daun pada tempat kedudukan tandan tersebut
(Muchtadi 1992). Sebaris buah terlekat oleh setiap kelopaknya, yang disebut
karpel, pada ranting, dan sejumlah baris ranting berpangkal pada hati (core),
berupa tangkai tandan. Pada setiap ranting juga berlaku istilah apikal (bagian
atas ranting), bagian tengah (middle) serta basal (bagian bawah) ranting (Gian
dan Chan 1987 dalam Muchtadi 1992) Dalam satu tandan sawit, terdapat 46% buah
yang berukuran panjang sekitar 2-5 cm dan berat 3-30 gram, berwarna untuk hitam
pada saat muda, kemudian akan berwarna kuning merah pada saat matang, buah
sawit terdiri atas bagian buah (perikarp) termasuk kulit luar (eksokarp), dan
daging buah (mesokarp) serta bagian biji (endokarp) yang meliputi tempurung dan
inti (endospera) atau kernel. Pada ujung apikal buah terdapat bagian yang
tajam, seperti duri, yang disebut apex dan tempat melekatnya buah pada tangkai
tandan diselaputi oleh kelopak buah yang disebut karpel seperti yang tersaji
pada Gambar 4 (Muchtadi 1992). Kulit buah (eksokarp ) Inti (endospera) Apex
Daging buah (Mesokarp) Gambar 4 Penampang buah sawit Tempurung (Endokarp)
28 7 Proses Pematangan Buah Sawit
Buah sawit muda yang berumur 3 minggu, berwarna unggu sampai hitam di bagian
apikal dan berwarna kuning muda atau putih di bagian basal, pigmen klorofil
masih mendominasi sedangkan pigmen karotenoid akan tersentesa bersamaan dengan
terbentuknya lemak dalam sel.pada buah berumur 10 sampai 13 minggu, sel
mesokarp dan inti sawit mulai terisi globula lemak jumlahnya dalam proporsi
yang merata meskipun ukuran globulanya masih sangat kecil dan buah berwarna
jingga merata. Buah yang berumur 16 minggu akan berwarna merah dan sel mesokarp
dan inti sawit terisi penuh oleh globula lemak sedangkan pada buah yang berumur
20 minggu, buah mulai jatuh dari tandan, dinding sel mesokarp dan inti sawit
retak dan pecah, kantung lemak tersobek, minyak keluar dari sel, serta pigmen
klorofil disini sudah tidak ada sama sekali sedangkan karotenoid sudah
terbentuk, jumlahnya mencapai ppm. Berdasarkan pengamatan histologi jaringan
mesokarp atau inti sawit maka umur buah yang tepat untuk dipanen adalah pada
saat buah berumur 15 sampai 17 minggu atau terdapat 2 brondolan piringan
(Muchtadi 1992). Pada buah sawit yang masih muda (umur 3 minggu) sudah terdapat
kadar minyak meskipun masih sedikit (5,29 %bb / 22,56 %bk) karena masih banyak
mengandung air. Sedangkan pada buah yang dewasa (umur 10 minggu) dan tua (umur
13 minggu), ternyata diperoleh kadar minyak sawit yang makin meningkat sampai
umur 16 minggu (42,10 %bb / 54,65 %bk), yaitu saat buah matang. Demikian pula
kadar minyak inti sawitnya, meskipun pada umur 3 minggu sudah terdapat minyak
(4,20 %bb / 20,36 %bk), meningkat pada umur 10 dan 13, sampai 16 minggu (34,32
%bb / 45,02 %bk), setelah itu terjadi penurunan terus sampai pada kondisi buah
lewat matang yaitu umur 20 minggu (Muchtadi 1992). Selama proses pematangan
buah, terjadi perubahan fisik dan kimia seperti tekanan turgor pada dinding
sel.warna yang ada pada buah-buahan disebabkan oleh pigmen yang dikandungnya.
Pigmen tersebut antara lain; warna hijau disebabkan oleh pigmen klorofil, warna
biru atau purple disebabkan oleh pigmen anthocianin, warna merah disebabkan
oleh pigmen likopen, warna jingga disebabkan oleh pigmen karoten, dan warna
kuning disebabkan oleh xantofil. Selama proses pematangan, klorofil pada kulit
buah mengalami degradasi yang menyebabkan munculnya karoten dan xantofil.
Secara umum konsentrasi karoten dan xantofil hanya mengalami sedikit perubahan
selama pematangan (Winarno dan Wirakartakusumah 1981). Proses perubahan warna
dari hijau menuju merah menunjukkan bahwa kandungan klorofil dan daya serap
cahaya menurun seiring dengan semakin meningkatnya umur buah. Buah-buahan atau
sayur-sayuran yang mengalami pengurangan kandungan klorofil akan berubah warna,
kenaikan kandungan pigmen karotenoid menyebabkan perubahan warna dari hijau
menjadi kuning, merah muda (orange) atau merah. Sedangkan pigmen antosianin
menyebabkan perubahan warna dari merah menjadi ungu (Novianty 2008). Kreteria
matang panen ditentukan pada saat kandungan minyak maksimal dan kandungan asam
lemak bebas (ALB) minimal. Kreteria umum yang banyak dipakai adalah berdasarkan
jumlah brondolan, yaitu tanaman dengan umur kurang dari 10 tahun jumlah
brondolan kurang lebih 10 butir dan tanaman berumur lebih dari 10 tahun jumlah
brondolan sekitar butir (Fauzi et al ; Kiswanto et al. 2008). Sedangkan menurut
Rankine dan Fairhurst (1998) tandan buah
29 8 matang harus mempunyai
sedikitnya satu brondolan dipiringan sebagai tanda buah tersebut dapat dipanen,
namun standar panen berdasar 1 brondolan dipiringan bersifat relative, dan
tergantung pada iklim dan pengalaman pekebun. Kadar Minyak dan Asam Lemak Bebas
(ALB) TBS menghasilkan dua jenis minyak yang sangat berlainan, yaitu minyak
yang berasal dari sabut (mesokarp) kelapa sawit disebut minyak sawit kasar
(CPO/crude palm oil) dan minyak yang berasal dari inti kelapa sawit yang
dinamakan minyak inti sawit (PKO/palm kernel oil) (Ketaren 2008). Minyak sawit
mengandung trigliserida (94%), asam lemak (3-5%) dan komponen yang jumlahnya
sangat kecil (1%), termasuk karotenoid, tokoferol, tokotrienol, sterol,
triterpen alkohol, fosfolipida, glikolipida dan berbagai komponen trace
element. Kadar minyak dan ALB berdasarkan tingkat kematangan dapat di lihat
pada Tabel 1. Kadar minyak tertinggi yaitu pada umur 13 dan 16 minggu dan kadar
ALB dalam buah sawit meningkat seiring bertambahnya umur buah seperti dapat di
lihat pada Tabel 2. Hal ini karena aktivitas enzim lipase yang muncul pada buah
sawit berumur 20 minggu yang menggurai lemak menjadi asam lemak (Muchtadi
1992). Tabel 1 Kandungan minyak dan ALB TBS berdasarkan umur (%) Umur (minggu)
Kadar minyak (% bk) ALB (%) 3 26,56 0, ,92 1, ,48 2, ,65 2, ,46 4,22 Tabel 2
Kandungan senyawa asam lemak bebas pada beberapa umur tandan buah sawit (%)
Umur (minggu) C14 = 0 miristat C16 = 0 palmitat C18= 0 stearat C18= 1 oleat
C18= 2 linoleat 3 1,31 53,73 3,30 32,97 8,24 0, ,10 50,19 2,49 36,12 9,28 0,
,15 52,88 2,76 34,50 9,04 0, ,12 48,69 3,43 35,77 9,92 0, ,17 50,19 3,67 35,7
8,74 0,23 C18= 3 linolenat
30 9 Spektroskopi Ultraviolet -
Visible Interaksi energi radiasi dengan bahan adalah merupakan dasar teori
spektroskopi. Radiasi yang berasal dari sinar terdiri dari panjang gelombang
dari yang sangat pendek sampai yang sangat panjang seperti pada Gambar 5. Ada
dua persmaan dasar yang digunakan di dalam spektroskopi, yaitu : Dimana : λ =
panjang gelombang radiasi (cm) v = frekuensi radiasi (putaran/detik) C =
kecepatan sinar (3 x cm/detik) Dimana : E = energi radiasi h = tetapan planck
(6.62 X erg.detik) λ v = C...(1)...(2) Dari persamaan 2. dapat di lihat bahwa
energi radiasi berbanding terbalik dengan panjang gelombangnya. Makin tinggi
panjang gelombang maka energi radiasi makin lemah dan sebaliknya. Panjang
gelombang (nm) 1 μm 10 nm 200 nm 380nm 780 nm 0,78 μm 2,5 μm 16 μm 50 μm 30 cm
Daerah spektrum UV hampa UV dekat Tampak IR dekat IR IR jauh Gel. Mikro
Eksitasi Elektron valensi Rotasi & vibrasi molekul Rotasi molekul Bilangan
gelombang (cm -1 ) Gambar 5 Spektrum elektromagnetik 200 Menurut Lambert,
fraksi penyerapan sinar tidak bergantung pada intensitas cahaya (I), sedangkan
Beer menyatakan bahwa serapan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap.
Jika suatu berkas sinar melewati suatu medium homogen, sebagian dari sinar
datang (Io) akan diabsorpsi dan sisanya akan di transmisikan (It). Menurut
Lambert dan Beer serta Bauger :
31 10 Dimana : b = jarak tempuk optik
c = konsentrasi a = tetapan absorptivitas T = transmitansi A = absorbansi...(3)
( ) * +...(4) ( ) * +...(5) Spektrofotometri UV/Vis adalah teknik analisis
spektroskopi yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat ( )
dan sinar tampak ( ) dengan menggunakan instrumen spetrofotometer.
Spektrofotometri UV-Vis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada
molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer UV - Vis lebih banyak
dipakai untuk analisis kuantitatif dibanding kualitatif. Peralatan
Spektrofotometer UV - Vis terdiri dari sumber cahaya, monokromator, sel
(kuvet), detektor, amplifier dan rekorder (Purwati 1987). Aplikasi Ultraviolet
Visible untuk Penentuan Tingkat Kematangan TBS Junkwo et al. (2009) telah
melakukan penelitian untuk menguji kandungan minyak, ALB sawit dan
kematangannya dengan menggunakan kamera hiperspektruml. Kamera tersebut
memiliki panjang gelombang nm. Kamera tersebut digunakan pada kondisi
lingkungan yang terkontrol dengan TBS yang telah dipotong terlebih dahulu.
Kematangan ditentukan berdasarkan nilai pantulan relatif rata-rata dari tandan
dan buah sawit. Data diolah menggunakan SMLR (Stepwise Multiple Linear
Regresion). Hasil penelitian menunjukkan perbedaan sangat jelas pada nilai
reflektan relatif rata-rata pada buah dengan panjang gelombang terbaik yaitu
pada 740, 750 dan 760 nm. Kemudian Saeed et al. (2011) mengevaluasi sebuah
multi-band portabel, sistem sensor optik aktif; yang terdiri dari empat band
spektruml, , 750, dan 870 nm, untuk mendeteksi tingkat kematangan tandan buah
kelapa sawit segar. Band tersebut dipilih berdasarkan spektum elektromagnetik
buah sawit dimana 570 nm mewakili warna hijau, 670 nm mewakili warna merah, 750
nm dan 870 nm mewakili spektrum infra merah dekat. Hasil ANOVA menunjukkan
bahwa reflektanband 670 nm dapat membedakan kematangan dari buah sawit
sedangkan reflektanband 570, 750, dan 870 nm, tidak dapat membedakan antara
mentah dan matang dari buah sawit. Analisis diskriminan kuadratik dan analisis
diskriminan dengan pengklasifikasi jarak Mahalanobis menghasilkan akurasi
tertinggi secara keseluruhan rata-rata lebih besar dari 85% dalam
mengklasifikasikan tingkat kematangan kelapa sawit. Selain itu, kelas rata-rata
akurasi klasifikasi individu (mentah, matang, dan masak) juga lebih tinggi dari
80%. Jadi,
32 11 penginderaan optik menggunakan
empat-band sistem sensor dapat berguna untuk klasifikasi tingkat kematangan
minyak sawit dalam kondisi lapangan. Lebih lanjut Hazir et al. (2011) menganalisis
potensi flavonoid dan antosianin sebagai prediktor untuk mengklasifikasikan
tingkat kematangan TBS minyak sawit menggunakan sensor fluoresensi
multi-parametrik, dikendalikan oleh komputer dengan empat sumber cahaya
(eksitasi Light Emitting Diode (LED)) pada panjang gelombang 375 nm UV-A (UV),
530 nm Hijau (G), dan 630 nm Merah (R) dan tiga fotodioda untuk mendeteksi
emisi fluoresensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan flavonoid dan
antosianin menurun dari tingkat kematangan tandan buah segar kelapa sawit yang
belum matang ke tandan buah segar kelapa sawit yang matang. Secara keseluruhan,
hubungan menggunakan korelasi Pearson antara flavonoid dan antosianin adalah R
2 = 0,84 dan ketepatan hubungan yang paling menonjol adalah pada tahap
terlalu-matang, sebesar 90%. Analisis statistik menggunakan analisis varians
(ANOVA) dan pair-wise testing membuktikan bahwa kedua prediktor memberikan
perbedaan yang signifikan antara tingkat kematangan kurang matang, matang, dan
terlalumatang. Analisis klasifikasi dilakukan dengan menggunakan kedua
prediktor bersama-sama dan secara terpisah melalui beberapa metode. Ketepatan
klasifikasi tertinggi secara keseluruhan adalah 87,7% menggunakan Gradient
Stochastic. Metode klasifikasi lainnya digunakan baik independen atau kedua
prediktor bersama-sama dan memberikan hasil yang berbeda, antara 50 hingga
akurasi 85%. Penelitian ini membuktikan bahwa flavonoid dan antosianin dapat
digunakan sebagai prediktor klasifikasi tingkat kematangan tandan buah kelapa
sawit segar. Mikrokontroler Mikrokontroler merupakan komputer mikro yang dibuat
dalam bentuk chip semikonduktor. Mikrokontroler telah banyak digunakan di
berbagai peralatan elektronik, dari peralatan rumah tangga, perangkat
audio-video, pengendali mesin-mesin industri sampai pesawat ruang angkasa.
Sebuah komputer mikro memiliki tiga komponen utama, unit pengolah pusat,
memori, dan sistem input/output untuk dihubungkan dengan perangkat luar (Usman
2008). Mikrokontroler yang ada saat ini salah satunya adalah mikrokontroler
jenis AVR (Advanced Virtual RISC ) yang pertama kali dikembangkan pada tahun
1996 oleh dua orang mahasiswa Norwegian Institute of Technology yaitu Alf-Egil
Bogen dan Vegard Wollan. Mikrokontroler AVR kemudian dikembangkan lebih lanjut
oleh Atmel. Saat ini mikrokontroler AVR memiliki banyak seri. Setiap seri
memiliki perbedaan kemampuan, feature- feature, ukuran chip dan harga. Dimana
pada beberapa seri mikrokontroler ini telah memiliki ADC dan PWM.
Mikrokontroler AVR menggunakan teknologi RISC (Reduced Instruction Set
Computer), yang memberikan kemampuan untuk melaksanakan instruksi dengan cepat
karena mengurangi jumlah instruksi level mesin. Pengurangan jumlah instruksi
ini berpengaruh pada kecepatan yang disebabkan karena dengan jumlah instruksi mesin
yang terbatas, kebanyakan dapat berjalan dalam satu putaran dari clock
processor. Dipandang dari segi MIPS (million of instructions per second), AVR
yang menggunakan clock 8 MHz dapat mengeksekusi 8 juta instruksi perdetik atau
8 MIPS (Barnet et al. 2006).
33 12 METODE PENELITIAN Waktu dan
Tempat Penelitian ini dimulai pada bulan Juni 2012 Juni Penelitian untuk
pengambilan data spektrum cahaya tampak dan analisa kandungan kimia TBS
dilakukan di PT. Nirmala Agro Lestasi, Site Lamandau Propinsi Kalimantan
Tengah. Sedangkan pengolahan data dan desain sistem deteksi kematangan TBS
dilaksanakan di Laboratorium Ergonomika dan Elektronika, Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tandan buah
segar (TBS) kelapa sawit sebanyak 87 buah yang berasal dari klon Marihat, Dumpy
dan Selapan Jaya dengan rincian seperti disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah
sampel penelitian berdasarkan klon dan tingkat kematangan Tingkat Kematangan
(fraksi) Klon Marihat Dumpy Selapan Jaya Jumlah total (buah) Alat - alat yang
digunakan pada penelitian ini antara lain : a. Spektrometer ocean optics USB
650 dengan panjang gelombang nm yang dilengkapi dengan fiber optic solids
digunakan untuk mengambil data reflektan dari spektrum TBS kelapa sawit. b.
Digital spotting scope merk Bushnell dengan perbesaran 15 45x, LCD 22x untuk
menangkap citra TBS c. Laser pointer merah pada panjang gelombang nm, daya 100
mw sebagai penunjuk titik pengukuran d. Lux meter untuk mengukur intensitas
cahaya e. Lampu halogen (1000, 600) Watt dan Lampu Ultraviolet 300 watt untuk
simulasi cahaya matahari (spesifikasi pada Lampiran 6) f. Kain hitam sebagai
latar homogen g. Meteran : pengukuran jarak h. Distance meter : pengukuran
jarak dari spektofotometer ke TBS sawit pada pengambilan reflektan diluar
ruangan i. Safety tools untuk peralatan pengaman pada saat pengambilan sampel
TBS j. Peralatan laboratorium untuk fruit set dan bunch analisys TBS
34 13 k. Komponen elektronika antara
lain ; mikrokontroler Atmega 32, sensor fotodioda 5 V, LCD display 16 x 2,
rangkaian unit penyimpan data, dan komponen lainya untuk pembuatan sistem
deteksi kematangan TBS l. Komputer dan perlengkapannya untuk pengambilan data dan
mengolah data dilengkapi dengan perangkat lunak spectasuite, visual basic 6 dan
mechanical desktop 6. Penelitian Tahap Pertama Prosedur Penelitian Penelitian
tahap pertama merupakan proses pembuktian kemampuan spektrofotometer Uv-Vis
dalam memprediksi tingkat kematangan, kandungan minyak dan asam lemak bebas
TBS. Diagram alir penelitian tahap pertama dapat di lihat pada Gambar 6. Mulai
Penelitian pendahuluan Persiapan sampel uji (40 sampel TBS) Pengujian kandungan
kimia TBS (kadar minyak dan ALB) sebagai referensi Pengukuran reflektan di
dalam ruangan Jarak (2,7,10,15)m & lampu Halogen (600,1000)W Korelasi
tingkat kematangan, kandungan kimia dan reflektan TBS Persamaan regresi
(kandungan kimia dan reflektan TBS) Selesai Gambar 6 Diagram alir penelitian tahap
pertama
35 Reflektan (%) 14 Penelitian
Pendahuluan Penelitian pendahuluan merupakan proses pembuktian bahwa digital
spotting scope yang tehubung dengan probe fiber optik spektrofotometer Uv-Vis
dapat digunakan dalam pengukuran reflektan TBS. Uji coba awal dilakukan dengan
melakukan pengukuran reflektan dari beberapa kertas warna dengan jarak dan
tingkat pencahayaan yang berbeda. Hasil pengukuran beberapa kertas warna dapat
di lihat pada Gambar Jarak 2 m Panjang gelombang (nm) 250 Jarak 6 m Panjang gelombang
(nm) Biru Hijau Hitam Orange Putih Ungu Gambar 7 Hasil pengukuran reflektan
kertas warna menggunakan spektrofotometer UV Vis berdasarkan jarak Dari hasil
pengukuran reflektan kertas warna tersebut, tampak terjadi perbedaan pola
spektrum dari setiap warna yang diukur pada panjang gelombang visible ( ) nm
sehingga dapat disimpulkan bahwa teleskop dapat digunakan untuk pengukuran
spektrum visible dari TBS. Hal ini karena terdapat perbedaan warna berdasarkan
tingkat kematangan TBS. Penggunaan digital spotting scope pada pengukuran
reflektan bertujuan sebagai media penangkap citra dari TBS dan pantulan dari
citra tersebut dibaca oleh perangkat lunak ocean optics spektrum suite.
Persiapan Sampel TBS Penentuan sampel berdasarkan fraksi di lapangan dilakukan
oleh mandor panen atau asisten afdeling yang telah berpengalaman lebih dari 5
tahun, secara umum penentuan fraksi yang dipanen dapat mengacu pada Tabel 4.
Total sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 87 buah TBS yang berasal dari
klon Marihat, Dumpy dan Selapan Jaya. Setiap klon tersebut terdiri atas 4
(empat) tingkat kematangan yaitu mentah (fraksi 0), kurang matang (fraksi 1)
matang (fraksi 2 dan fraksi 3), lewat matang (fraksi 4).
36 15 Tabel 4 Beberapa tingkatan
fraksi matang panen pada tanaman kelapa sawit Fraksi Jumlah brondolan Tingkat
kematangan 00 tidak ada, buah berwarna hitam sangat mentah ,5% buah luar
membrondol mentah 1 12,5-25 % buah luar membrondol kurang matang % buah luar
membrondol matang % buah luar membrondol matang % buah luar membrondol lewat
matang 1 buah dalam juga membrondol, ada 5 lewat matang 2 yang membusuk Sumber
: Pusat Penelitian Marihat, 1982 dalam Fauzi dkk Pengambilan Spektrum
Ultraviolet - Visible TBS Pada penelitian ini reference putih yang digunakan
adalah melamin dan reference hitam melamin yang dicat menggunakan cat pilok
dull black. Citra TBS ditangkap oleh digital spotting scope dan reflektan TBS
akan dibaca oleh spektrometer ocean optics USB 650 (fiber optic solids) pada
panjang gelombang nm. Untuk memastikan titik pengukuran TBS, maka digunakan
laser sebagai penunjuk dan citra dari TBS dapat ditampilkan oleh display yang
terdapat pada digital spotting scope. Pembacaan spektrum akan dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak ocean optics spektrumsuite yang terhubung dengan
spectrometer USB fiber optic solids (Gambar 8). Gambar 8 Spotting scope,
spectrofotometer USB 650 dan perlengkapannya
37 16 Jarak pengukuran akan
mempengaruhi perbesaran dari digital spotting scope, diameter objek yang
ditangkap oleh digital spotting scope diatur sebesar 20 cm sehingga perubahan
jarak pengukuran akan berpengaruh pada perubahan perbesaran dari digital
spotting scope. Pengaturan perbesaran berdasarkan jarak pengukuran dapat di
lihat pada Tabel 5. Tabel 5 Pengaturan perbesaran berdasarkan jarak pengukuran
Jarak pengukuran (m) Perbesaran digital spotting scope Pengukuran reflektan
dilakukan dalam ruangan tertutup, hal ini bertujuan untuk mengontrol factor
eksternal yang dapat mempengaruhi hasil pengukuran bila proses pengukuran dilakukan
di lapang. Sumber cahaya yang digunakan adalah lampu halogen 600 Watt, dan
halogen 1000 Watt yang dipasang pada posisi membentuk sudut 45 0 terhadap TBS
yang diukur. Lampu halogen digunakan untuk mengantikan sinar matahari langsung
yang juga memancarkan radiasi inframerah. Pengukuran dilakukan pada perlakuan
jarak 2 m, 7 m, 10 m dan 15 m dan posisi TBS yang diukur adalah pada bagian
yang tampak mata ketika TBS masih berada pada pohonnya. Pengukuran dilakukan
sebayak tiga kali ulangan pada titik pengukuran yang berbeda dalam satu TBS
yang sama. Metode pengukuran reflektan di dalam ruangan tampak depan dapat di
lihat pada Gambar 9 dan tampak atas seperti pada Gambar 10. Gambar 9 Pengukuran
reflektantbs di dalam ruangan tampak depan
38 17 Gambar 10 Pengukuran
reflektantbs di dalam ruangan tampak atas Langkah awal yang dilakukan pada
pengukuran reflektan TBS adalah mencari integration time dengan mengukur
reflektan reference putih dan reference hitam berdasarkan jarak pengukuran.
Integration time merupakan waktu yang dibutuhkan sampai pada terbentuknya pola
spektrum pada pengukuran TBS. Pada pengukuran reflektan TBS spektrofotometer Uv
Vis diatur scans to averages : 10, boxcar width : 5 dan integration time
berdasarkan Tabel 6. Tabel 6 Integration time berdasarkan jarak pengukuran
Pencahayaan Halogen 600 watt Halogen 1000 watt Jarak (meter) Integration time
(miliseconds) Integration time (miliseconds) Pengukuran ALB dan Kadar Minyak
TBS Dilakukan di laboratorium kimia pabrik pengolahan TBS yang bertujuan untuk
mengetahui asam lemak bebas dan kadar minyak TBS. Pengambilan sampel untuk
pengujian ALB dilakukan secara langsung setelah buah jatuh terpanen dengan
mengambil 30 butir brondolan menggunakan kampak kecil dengan komposisi 10 butir
bagian dalam, 10 butir bagian tengah dan 10 butir bagian luar. Sampel 30 butir
tersebut dipilih dan dipastikan tidak terdapat luka, hal ini dilakukan untuk
menghindari terjadinya peningkatan ALB yang disebabkan oleh enzim lipase
kemudian sampel tersebut langsung dilakukan pengukusan selama 90 menit
menggunakan rice cooker. Sampel buah sawit untuk analisa ALB dapat di lihat
pada Gambar 11 dan prosedur analisa ALB secara lebih rinci dapat di lihat pad
Lampiran 1.
39 18 Gambar 11 Sampel buah sawit
untuk analisa asam lemak bebas (ALB) Pengambilan sampel untuk analisa kadar
minyak TBS dilakukan setelah pengukuran reflektan menggunakan spektrofotometer.
Pada analisis ini mengikuti standar operasional prosedur (SOP) PT. Nirmala Agro
Lestari yang telah sesuai dengan standar ditetapkan oleh Komite Akreditasi
Nasional (LP-323-IDN). Prosedur analisa kadar minyak secara lebih rinci dapat
di lihat pad Lampiran 2 dan Lampiran 3. Analisa dan Pengolahan Data Data hasil
pengukuran reflektan TBS dianalisa untuk memperoleh panjang gelombang tertentu
yang dapat membedakan kematangan TBS. Panjang gelombang yang dipilih tersebut
akan dijadikan dasar pembuatan perangkat lunak sistem deteksi kematangan TBS
berbasis sensor cahaya. Untuk mendapatkan korelasi hubungan antara reflektan
dengan kadar minyak dan ALB berdasarkan tingkat kematangan dilakukan dengan
menggunakan Microsoftt excel. Korelasi hubungan yang dipilih adalah yang
memiliki akurasi (R 2 ) terbaik pada rentang panjang gelombang yang dapat
membedakan kematangan. Penelitian Tahap Kedua Penelitian tahap kedua difokuskan
pada perancangan dan pembuatan sistem deteksi kematangan TBS berbasis spektrum
cahaya tampak. Diagram alir prosedur penelitian tahap kedua dapat di lihat pada
Gambar 12.
40 19 Mulai Penentuan panjang
gelombang yang dapat membedakan kematangan Pembuatan sistem deteksi kematangan
TBS Pengujian sistem deteksi kematangan TBS Penentuan sampel uji (29 sampel
TBS/klon) Kalibrasi (19 sampel TBS/klon) Validasi (10 sampel TBS/klon)
Pengukuran reflektan TBS Pengujian ALB dan kadar minyak TBS Pengujian ALB dan
kadar minyak TBS Pengukuran reflektan TBS Pendugaan tingkat kematangan,alb dan
kadar minyak TBS Pelatihan JST Validasi Pendugaan tingkat kematangan, ALB, dan
kadar minyak TBS Standar error validasi Koefisien keragaman Selesai Gambar 12
Diagram alir penelitian tahap kedua
41 20 Penentuan Sensor Berdasarkan
Karakteristik Spektrum TBS Penentuan sensor yang dapat membedakan kematangan
berdasarkan karakteristik spektrum TBS yang telah dilakukan pada penelitian
tahap pertama. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer Uv
Vis, tingkat kematangan untuk klon Marihat, dampy dan Selapan Jaya dapat
dibedakan pada kisaran panjang gelombang nm, untuk itu sensor yang digunakan
adalah yang mempunyai sensitivitas pada rentang panjang gelombang tersebut.
Menurut Rivas et al. (2013) sensitivitas dari sensor fotodioda (Gambar 13.a),
sensor fototransistor (Gambar 13.b) dan sensitivitas dari LDR seperti pada
Gambar 13 (c). Gambar 13 Karakteristik sensor cahaya (a) Fotodioda, (b)
Fototransistor,(c) LDR Berdasarkan karakteristik seperti pada Gambar 14, maka
sensor yang dipilih adalah fotodioda hal ini dikarenakan panjang gelombang yang
cukup sensitif dalam pendugaan tingkat kematangan sawit berada pada panjang
gelombang nm. Perancangan Sistem Deteksi Kematangan TBS Sistem deteksi
kematangan TBS dirancang menggunakan bahasa C dengan memasukkan persamaan
regresi yang menjelaskan hubungan antara besarnya
42 21 reflektan TBS pada panjang
gelombang yang paling berpengaruh pada penentuan kematangan TBS dengan tingkat
kematangan (fraksi), ALB dan kadar minyak TBS. Pembuatan program menggunakan
software Code Vision AVR Evaluation V yang sekaligus berfungsi sebagai compiler
program. Selanjutnya program tersebut dimasukkan ke dalam sebuah mikrokontroler
ATmega 32 untuk otomatisasi pembacaan dan penyimpanan data sementara dari
pengukuran tingkat kematangan TBS yang dilakukan. Spesifikasi mikrokontroler
ATmega 32 disajikan pada Lampiran 4. Sistem deteksi kematangan yang rancang
terdiri atas beberapa bagian antara lain : unit detektor, unit pengendali, unit
pengolah data, unit penyimpan data, luaran hasil pembacaan. Kemudian setiap
unit dirangkai menjadi satu kesatuan seperti dapat di lihat pada lampiran 5.
Secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut : Unit detektor Rangkaian ini
terdiri dari rangkaian fotodioda (Gambar 14) yang berfungsi sebagai pengukur
reflektan yang dipantulkan oleh TBS. Pada rangkaian ini dilengkapi laser
berwarna merah (100 mw) yang mempunyai panjang gelombang 660 nm yang berfungsi
sebagai sumber cahaya yang dipancarkan ke TBS. Rangkaian ini dihubungkan dengan
baterai 9 V. Gambar 14 Rangkaian unit detector Unit pengendali Unit pengendali
berfungsi sebagai kontrol pengaturan alat deteksi yang terdiri dari tiga
rangkaian yaitu switch on /off untuk menyambung dan memutus arus dari baterai,
switch klon untuk memilih jenis klon yang akan diukur dan tombol run untuk
mengambil data reflektan TBs. Switch klon dibuat untuk melihat karakteristik
optik dari masing - masing klon sehingga persamaan yang dimasukkan ke dalam
program mikrokontroler berdasarkan data hasil pengukuran dari setiap klon.
43 22 switch on /off switch klon
Gambar 15 Rangkaian unit pengendali Unit pengolah data Menggunakan
mikrokontroler ATmega 32 seperti pada Gambar 16 (a) yang dipilih karena memiliki
beberapa kelebihan dibandingkan dengan yang lain. Spesifikasi mikrokontroler
ATmega 32 dapat di lihat pada lampiran 4. Unit pengolah data berfungsi untuk
mengolah data hasil pengukuran unit detektor, data yang terukur berupa tegangan
analaog yang diubah menjadi data digital yang ditampilkan pada display 16 x 2
(16 karakter dengan 2 baris) seperti pada Gambar 16(b). Gambar 16 Rangkaian
unit pengolah data (a) rangkaian mikrokontroler ATMega32, (b) luaran hasil
pengukuran Unit penyimpan data Rangkaian unit penyimpan data seperti pada
Gambar 17 (a) berfungsi sebagai penyimpan data yang dilengkapi dengan Card
multimedia, sehingga memudahkan dalam memindahkan data hasil pengukuran. Data
yang tersimpan diatur berdasarkan waktu pengambilan data dengan menggunakan
rangkaian pewaktu (RTC) menggunakan IC DS1307 seperti pada Gambar 17 (b).
44 23 Gambar 17 Rangkaian penyimpan
data (a), rangkaian card multimedia, (b) rangkaian pewaktu Uji Kinerja Sistem
Deteksi Kematangan TBS Pengujian sistem deteksi dimulai dari persiapan sampel
TBS, pengukuran reflektan dan pengujian ALB dan kadar minyak TBS. Adapun
mekanisme kerja sistem deteksi kematangan TBS dapat di lihat pada Gambar 18.
Mulai Input varietas i = 1 Ukur reflektan i = i + 1 ya Penentuan perkiraan
hasil tidak i <=3 i <=3 tidak ya Hasil n = n + 1 Penentuan fraksi, ALB
dan kadar minyak Simpan data hasil Simpan data (i) Fraksi, ALB dan kadar minyak
Stop Gambar 18 Diagram alir prinsip kerja sistem deteksi kematangan TBS
45 24 Data hasil pengujian sistem
deteksi kematangan berupa nilai tegangan dari spektrum TBS berdasarkan tingkat
kematangan yang diterima oleh sensor fotodioda kemudian dianalisis menggunakan
jaringan syaraf tiruan (JST) untuk mendapatkan ketepatan pendugaan kematangan,
pendugaan ALB dan pendugaan kadar minyak TBS. Penggunaan JST dilakukan karena
terdapat hubungan yang tidak linier antara reflektan spektrum TBS berdasarkan
tingkat kematangan dengan ALB dan kadar minyak. Pengembangan Model Jaringan
Saraf Tiruan (JST) Data hasil pengukuran adalah berupa data reflektan
selanjutnya dinormalisasi menggunakan persamaan 8 berikut :...8 Dimana : x i
DataMin DataMin = data ke-i = nilai minimum dari seluruh data = nilai maksimum
dari seluruh data JST dilatih dengan menggunakan algoritma backpropagation
(penjalaran balik). Fungsi transfer yang dipilih adalah fungsi sigmoid. Dalam
pembelajaran backpropagation semua data input sudah dinormalisasi. Sampel yang
digunakan sebagai pembelajaran (training) dalam JST berjumlah 19 sampel
sedangkan 10 sampel sisanya digunakan sebagai validasi (testing) untuk
memperoleh nilai prediksi. Arsitektur JST yang dibuat terdiri dari tiga lapisan
yaitu : lapisan input, lapisan terselubung dan lapisan output. Lapisan input
JST terdiri dari 7 node yaitu nilai reflektan yang terbaca pada perlakuan tanpa
filter, filter merah dan filter infrared, intensitas pada TBS pada penggukuran
tanpa filter, filter merah, filter infrared dan jarak pengukuran. Jumlah
iterasi yang digunakan adalah kali untuk setiap jaringan. Untuk memperoleh
nilai bobot yang benar jaringan saraf tiruan dilatih berdasarkan suatu data
yang disebut training set (pelatihan). Lapisan terselubung digunakan 10 noda.
Output JST adalah berupa ALB, kadar minyak dan tingkat kematangan (fraksi).
Model jaringan saraf tiruan seperti pada Gambar 19.
46 25 Gambar 19 Model jaringan saraf
tiruan tiga lapis (backpropagation method). Analisa Data Nilai prediksi ALB dan
kadar minyak TBS akan divalidasi dengan nilai ALB dan kadar minyak TBS yang
dilakukan secara kimia (nilai referensi). Untuk menentukan hubungan antara
keduanya maka dihitung beberapa parameter yang dapat menjelaskan sejauh mana
hasil prediksi itu baik atau kurang memuaskan. Parameter yang digunakan adalah
Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dengan menggunakan persamaan 9 (Makridakis,
1999 dalam Anugerah, 2007) : * Validasi dilakukan untuk menguji ketepatan
prediksi JST terhadap contoh yang diberikan selama proses pelatihan. Proses
validasi dilakukan dengan memberikan sampel data yang berbeda dengan data yang
digunakan saat pelatihan sekaligus untuk melihat kemampuan JST dalam memberikan
jawaban yang benar.
47 26 HASIL DAN PEMBAHASAN Pola
Spektrum Reflektan Cahaya Tampak Berdasarkan Klon Kelapa Sawit Pada penelitian
ini pengukuran reflektan TBS dilakukan pada klon Marihat, Selapan Jaya dan
Dampy. TBS dari setiap tingkat kematangan(fraksi) menghasilkan warna yang
berbeda beda dan warna tersebut direpresentasikan dalam bentuk pola sesuai
dengan karakter warna dari tiap TBS. Secara umum warna dari setiap fraksi
berdasarkan klon dapat di lihat pada Gambar 21. F0 F1 F2 F3 F4 (a) klon Marihat
F0 F1 F2 F3 F4 (b) klon Dumpy F0 F1 F2 F3 F4 (c) klon Selapan Jaya Gambar 20
Warna TBS berdasarkan tingkat kematangan Berdasarkan Gambar 20 terlihat bahwa
fraksi 0 berwarna ungu kehitaman, dan pada fraksi 1 sampai fraksi 4 warna TBS
akan semakin cerah. Degradasi warna dari fraksi 1 sampai fraksi 4 tidak terlalu
signifikan, yang membedakannya adalah tingkat kecerahan dari buah, hal ini
diduga dipengaruhi oleh kandungan minyak yang terdapat pada TBS. Menurut
Muchtadi (1992) pembentukan minyak mulai terjadi pada buah berumur 10 minggu,
berbentuk globula lemak. Globula lemak dalam sel mesokarp ataupun inti mencapai
maksimum mengisi seluruh
48 27 bagian sel pada saat buah
berumur 16 minggu (fraksi 1), setelah lewat 16 minggu dinding sel mulai retak
dan pada umur 20 minggu kantung lemak sudah pecah, hal ini sehubungan dengan
kadar lemak yang meningkat sampai umur 16 minggu (54,65 %bk dalam mesocarp dan
45,02 %bk dalam inti) setelah itu menurun sampai umur 20 minggu. Pengukuran
menggunakan spektrofotometer UV Vis dan digital spotting scope dilakukan pada
TBS berdasarkan tingkat kematangan dengan pola warna seperti pada Gambar 20.
Citra TBS ditangkap oleh digital spotting scope dan reflektan TBS akan dibaca
oleh spektrometer ocean optics USB 650 (fiber optic solids) pada panjang
gelombang nm. Standarisasi pengukuran (reference) pada penelitian ini digunakan
warna putih dan hitam. Reference putih yang digunakan adalah melamin dan
reference hitam yang digunakan adalah melamin yang dicat menggunakan cat pilok
dull black. Langkah awal yang dilakukan pada pengukuran reflektan TBS adalah
mencari integration time dengan mengukur reflektan reference putih dan
reference hitam berdasarkan pencahayaan dan jarak pengukuran. Integration time
merupakan waktu yang dibutuhkan sampai pada terbentuknya pola spektrum pada
pengukuran TBS. Kemudian pengukuran reflektan TBS dilakukan dengan melihat
faktor yang mempengaruhi hasil pengukuran. Pengaruh pencahayaan terhadap hasil
pengukuran dapat di lihat pada Gambar 21. Gambar 21 Pengaruh pencahayaan
terhadap hasil pengukuran Pencahayaan yang digunakan pada penelitian ini adalah
lampu halogen 1000 watt (17460 lux) dan lampu halogen 600 watt (10095 lux).
Gambar 21. menunjukkan semakin tinggi intensitas maka semakin tinggi reflektan
yang terukur, oleh karena itu diperlukan standarisasi pengukuran (reference)
berdasarkan tingkat pencahayaan seperti disajikan pada Gambar 22 yang
menunjukkan penggunaan reference harus disesuaikan dengan tingkat pencayaan
yang digunakan artinya jika sumber cahaya yang digunakan 600 watt maka
reference yang digunakan 600 watt dan jika sumber cahaya 1000 watt maka
reference yang digunakan 1000 watt.
49 28 Gambar 22 Pengaruh penggunaan
reference sesuai dengan tingkat pencayaan yang digunakan Gambar 22 terlihat
bahwa pola spektrum yang terbentuk dan reflektan yang terukur cenderung identik
antara pencahayaan lampu halogen 1000 watt dengan lampu halogen 600 watt, hal
ini menunjukkan pengukuran telah terstandarisasi menggunakan reference
disesuaikan berdasarkan sumber cahaya yang digunakan. Faktor lain yang
mempengaruhi hasil pengukuran adalah jarak, pengaruh jarak pengukuran terhadap
hasil pengukuran dapat di lihat pada Gambar 23. Gambar 23 Pengaruh jarak
terhadap hasil pengukuran Gambar 24 menunjukkan pola spektrum relektan yang
semakin kecil seiring bertambahnya jarak pengukuran, untuk itu diperlukan
standarisasi pengukuran berdasarkan jarak. Pola spektrum yang terbentuk apabila
digunakan reference berdasarkan jarak yang diukur dapat dilihat pada Gambar 24
artinya jika akan mengukur pada jarak 7m maka reference yang digunakan adalah
7m dan apabila akan mengukur pada jarak10 m maka reference yang digunakan pada
jarak 10 m.
50 29 Gambar 24 Pengaruh penggunaan
reference sesuai dengan jarak pengukuran Gambar 24 menunjukkan pola spektrum
yang terbentuk pada penggunaan reference sesuai dengan jarak pengukuran tidak
terlalu berbeda secara signifikan, hal ini menunjukkan pada jarak pengukuran
berapapun apabila menggunakan reference yang sesuai maka akan menghasilkan pola
spektrum yang sama. Pada pengukuran reflektan TBS dari tiap klon berdasarkan
tingkat kematangan (fraksi) selanjutnya yang digunakan adalah sumber cahaya
1000 watt hal ini karena pola spektrum yang dihasilkan lebih baik dari pada
sumber cahaya 600 watt. Pola yang terbentuk dari tiap klon berdasarkan tingkat
kematangan dapat di lihat pada Gambar 25. (a) klon Marihat
51 30 (b) klon Dumpy (c) klon Selapan
Jaya Gambar 25 Pola spekra setiap klon berdasarkan tingkat kematangan pada
panjang gelombang nm dan nm Berdasarkan Gambar 25 terlihat bahwa setiap klon
menghasilkan karakteristik yang berbeda beda, pada klon marihat terdapat pola
spektrum yang berhimpit pada F2 dan F3 dari klon Marihat, hal ini berarti
kematangan tidak dapat dibedakan pada F2 dan F3 namun pada F0, F1, dan F4
kematangan dapat dibedakan pada rentang panjang gelombang nm. Pada klon Dumpy
pola spektrum yang berhimpit terjadi pada F3 dan F4 dan kematangan dapat
dibedakan untuk F0, F1 dan F2 pada rentang panjang gelombang nm. Sedangkan pada
klon Selapan Jaya kematangan dapat dibedakan pada rentang panjang gelombang nm.
Tinggi rendahnya pola spektrum yang terbentuk dari tiap fraksi diduga karena
dipengaruhi oleh intensitas cahaya pada saat pengukuran. Hal ini dikuatkan
dengan melihat pola yang terbentuk pada tiap TBS dari tiga titik pengukuran
dimana pada panjang gelombang nm pola yang terbentuk tetap stabil sedangkan
pada panjang gelombang berubah ubah. Pola spekra pada titik pengukuran yang
berbeda dalam satu TBS yang sama berdasarkan tingkat kematangan dapat di lihat
pada Gambar 26.
52 Reflektan (%) Reflektan (%)
Reflektan (%) 31 F0 (1) F0 (2) F0 (3) Panjang gelombang (nm) F1 (1) F1 (2) F1
(3) F2 (1) F2 (2) F2 (3) Panjang gelombang (nm) Panjang gelombang (nm) F3 (1)
F3 (2) F3 (4) Panjang gelombang (nm) F4 (1) F4 (2) F4 (3) Panjang gelombang
(nm) Gambar 26 Pola spekra pada titik pengukuran yang berbeda dalam satu TBS
yang sama berdasarkan tingkat kematangan Korelasi Sifat Optik dan Sifat
Fisikokimia TBS Penentuan tingkat kematangan TBS secara umum yang dilakukan
selama ini adalah berdasarkan jumlah brondolan yang jatuh ke tanah yang
dinyatakan dengan fraksi. Tingkatan fraksi kematangan TBS sangat berimplikasi
pada perubahan warna pada buah sawit. Menurut Muchtadi (1992) pada buah sawit
muda yang berumur 3 minggu akan berwarna unggu kehitaman, pada umur 10 sampai
13 minggu, buah sawit berwarna jingga merata dan pada buah yang berumur 16
minggu akan berwarna merah. Menurut Saeed et al. (2012) perubahan warna buah
sawit berdasarkan tingkat kematangan dapat diamati dengan memanfaatkan spektrum
reflektan yang dipancarkan oleh buah.
53 32 Korelasi Reflektan Terhadap
Kadar Minyak TBS Pada buah sawit yang masih muda (umur 3 minggu) sudah terdapat
kadar minyak meskipun masih sedikit karena masih banyak mengandung air.
Sedangkan pada buah yang dewasa (umur 10 minggu) dan tua (umur 13 sampai 16
minggu) ternyata diperoleh kadar minyak sawit yang makin meningkat, setelah itu
terjadi penurunan terus sampai pada kondisi buah lewat matang yaitu umur 20
minggu (Muchtadi, 1992). Sebagaimana terlihat pada Gambar 27 yang menunjukkan
pola perubahan kadar minyak berdasarkan tingkat kematangan untuk klon Marihat,
Selapan Jaya dan Dumpy. Kadar minyak (%) Tingkat kematangan (fraksi) Marihat Dumpy
Selapan Jaya Gambar 27 Hubungan kadar minyak minyak TBS setiap klon berdasarkan
tingkat kematangan Secara umum kadar minyak meningkat dari TBS mentah ke TBS
matang kemudian menurun secara bertahap sampai pada kondisi TBS lewat matang.
Hal ini karena pada buah sawit lewat matang dinding sel mesokarp dan inti sawit
retak dan pecah, kantung lemak tersobek dan minyak keluar dari sel (Muchtadi
1992). Peningkatan kadar minyak dari setiap klon berbeda, pada klon Marihat
kadar minyak optimal terjadi pada fraksi 2, sedangkan pada klon Dumpy dan
Selapan Jaya kadar minyak optimal terjadi pada fraksi 1. Hal ini karena
terdapat perbedaan karakteristik dari setiap klon selama proses pematangan.
Berdasarkan data reflektan pada pengukuran di dalam ruangan, panjang gelombang
yang paling berpengaruh dalam memprediksi kadar minyak TBS pada rentang panjang
gelombang nm untuk klon Marihat adalah 673 nm dengan nilai R 2 sebesar 0,407,
pada rentang panjang gelombang nm untuk klon Dumpy adalah 685 nm dengan nilai R
2 sebesar 0,614 dan pada rentang panjang gelombang nm untuk klon Selapan Jaya
adalah 635 nm dengan nilai R 2 sebesar 0,516 Hubungan antara kadar minyak dan
spektrum reflektan TBS pada pengukuran di dalam ruangan berdasarkan klon dapat
di lihat pada Gambar 28.
54 33 30 Klon Marihat y = -0,0127x 3
+ 1,9364x 2-96,89x ,4 R² = 0,288 Reflektan (%) Kadar minyak (%) Gambar 28
Korelasi antara reflektansi dan kandungan minyak TBS; (a) klon Marihat pada
panjang gelombang 673 nm, (b) klon Dumpy pada panjang gelombang 685 nm, (c) klon
Selapan Jaya pada panjang gelombang 635 nm Pada Gambar 28 tersebut terlihat
bahwa hubungan kurang baik dalam memprediksi kadar minyak TBS dari setiap klon
hal ini diduga dipengaruhi oleh pola spektrum pada rentang panjang gelombang nm
yang berhimpit antara fraksi 2 dan fraksi 3 untuk klon marihat dan pada F3 dan
F4 untuk klon Dumpy seperti dapat di lihat pada Gambar 26 yang mengindikasikan
kemiripan karakter warna dari sampel uji. Faktor lain yang mempengaruhi
hubungan regresi antara reflektan dan kadar minyak TBS adalah besarnya nilai
kadar minyak hasil analisa kimia. Pola yang terbentuk seperti pada Gambar 28
merupakan pendekatan dalam memprediksi kadar minyak secara tidak langsung,
menggingat pada rentang panjang gelombang ada indikasi terhadap penentuan
tingkat kematangan TBS dan kadar minyak mempengaruhi proses kematangan TBS.
Pendekatan secara langsung dapat dilakukan dengan menggunakan metode NIR untuk
melihat struktur ikatan kimia pada buah sawit berdasarkan tingkat kematangan.
Menurut Williams dan Norris (1990) kadar lemak yang terdiri atas
55 34 ikatan C-H menyerap pada
panjang gelombang 1037 nm, nm, dan nm. Korelasi Reflektan Terhadap ALB TBS
Menurut Muchtadi (1992) terdapat hubungan antara tingkat kematangan dan
kandungan ALB TBS. Pada TBS berumur 13 minggu terdapat ALB dalam jumlah rendah,
kemudian meningkat pada umur buah 16 minggu dan makin tinggi pada buah lewat
matang (umur 20 minggu). Hal ini terjadi karena aktivitas enzim lipase yang
muncul pada umur buah menjelang 20 minggu yang mengguraikan lemak menjadi asam
lemak. Pada penelitian ini pengambilan sampel untuk pengujian ALB dilakukan
secara langsung setelah buah jatuh terpanen dengan mengambil 30 butir brondolan
menggunakan kampak kecil dengan komposisi 10 butir bagian dalam, 10 butir bagian
tengah dan 10 butir bagian luar. Sampel 30 butir tersebut dipilih dan
dipastikan tidak terdapat luka, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya
peningkatan ALB yang disebabkan oleh enzim lipase kemudian sampel tersebut
langsung dilakukan pengukusan selama 90 menit menggunakan rice cooker. Hasil
yang diperoleh dari pengujian 29 sampel setiap klon dapat di lihat pada Gambar
29. 0,7 Kandungan ALB TBS (%) 0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0, Tingkat kematangan
(fraksi) Marihat Dumpy Selapan Jaya Gambar 29 Hubungan kandungan ALB TBS setiap
klon berdasarkan tingkat kematangan Gambar 29 memperlihatkan bahwa ALB pada TBS
berdasarkan tingkat kematangan lebih kecil dari 1% hal ini karena belum
terdapat aktivitas dari enzim lipase untuk memecah lemak menjadi asam lemak dan
gliserol. ALB tertinggi pada klon Marihat dan Dumpy terdapat pada fraksi 2
sedangkan pada klon Selapan Jaya tertinggi pada fraksi 3. Tinggi rendahnya
nilai ALB pada TBS berdasarkan tingkat kematangan lebih dipengaruhi oleh teknik
pengambilan sampel yang tidak seragam. Menurut Setyamidjaja (1991) buah kelapa
sawit yang sudah matang dan masih segar hanya mengandung 0,1% asam lemak.
Tetapi buah kelapa sawit yang telah memar atau pecah dapat mengandung ALB
samapi 50%
56 35 hanya dalam waktu beberapa jam
saja. Untuk mencegah terjadinya ALB buah kelapa sawit harus segera dipanaskan
dengan suhu antara 90 0 sampai C sebelum pelepasan daging buah. Berdasarkan
data reflektan, hubungan terbaik antara ALB dan reflektan TBS pada rentang
panjang gelombang dari setiap klon dapat di liahat pada Gambar 30. Klon Marihat
Reflektan (%) y = 0,638x ,982x 2 + 4,6556x + 8,0453 R² = 0, ,2 0,4 0,6 Asam
lemak bebas (%) Gambar 30 Korelasi antara reflektansi dan ALB TBS; (a) klon
Marihat pada panjang gelombang 673 nm, (b) klon Dumpy pada panjang gelombang
685 nm, (c) klon Selapan Jaya pada panjang gelombang 630 nm Pada Gambar 30
terlihat bahwa hubungan kurang baik terjadi pada klon Marihat dan Selapan Jaya,
hal ini diduga karena asam lemak bebas tidak terlalu signifikan dalam
mempengaruhi proses kematangan TBS. Pembuatan Sistem Deteksi Kematangan TBS
Kelapa Sawit Sistem deteksi kematangan TBS dibuat dalam suatu hardware yang
porteble untuk dibawa ke lapangan yang dilengkapi dengan SD card untuk
menyimpan data, display LCD 16 x 2 (16 karakter 2 baris) yang menampilkan nilai
digital tegangan berdasarkan tingkat kematangan TBS, tombol on/off untuk
menghidupkan power, tombol run untuk menghentikan perekaman data dan
57 36 mengambil data dan tombol
pilihan klon kelapa sawit. Sebagai sumber tenaga digunakan arus listrik atau
batterai yang mempunyai tegangan 9 V. Sistem deteksi kematangan TBS menggunakan
sensor fotodioda yang dipasangkan pada digital spotting scope. Spektrum yang
dipancarkan TBS berdasarkan tingkat kematangan (fraksi) ditangkap oleh digital
spotting scope dan direpresentasikan menjadi tegangan oleh sensor fotodioda.
Selanjutnya tegangan dari sensor fotodioda masuk ke mikrokontroler ATmega 32
untuk diubah menjadi nilai digital. SD card dipasang yang berfungsi sebagai
penyimpan data sementara. Bagian dalam dan bagian luar komponen-komponen alat
ukur deteksi kematangan TBS ini dapat di lihat pada Gambar 31 dan Gambar 32.
Sensor fotodioda LCD Display Tombo l run switch klon TBS switch on/off Gambar
31 Bagian luar alat ukur deteksi kematangan TBS Mikrokontroler ATmega 32
Baterai 9 V Unit penyimpan data Rangkaian pewaktu (IC DS 1307) Kabel data LCD
display Gambar 32 Bagian dalam alat ukur deteksi kematangan TBS
58 37 Sistem yang dibangun seperti
pada Gambar 31 dan 32 menggunakan sensor yang dapat membedakan kematangan
berdasarkan karakteristik spektrum TBS yang telah dilakukan pada penelitian
tahap pertama. Berdasarkan hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer Uv
Vis, tingkat kematangan untuk klon Marihat, dampy dan Selapan Jaya dapat dibedakan
pada kisaran panjang gelombang nm, untuk itu sensor yang digunakan adalah yang
mempunyai sensitivitas pada rentang panjang gelombang tersebut. Menurut Rivas
et al. (2013) sensor fotodioda memiliki sensitivitas yang lebih baik pada
rentang panjang gelombang nm jika dibandingkan dengan sensor LDR dan
fototransistor. Program yang dimasukkan ke dalam mikrokontroler dibuat
menggunakan bahasa C dan software Code Vision AVR Evaluation V sebagai
compiler. Program dirancang agar alat ukur deteksi kematangan TBS ini dapat
bekerja mengkonversi data analog ke digital menggunakan 10 bit sehingga
mempunyai step 4.88 mv/nilai digital dan data yang disimpan pada saat
pengambilan data sebanyak 20 data yang terdiri atas nilai rata rata dan nilai
maksimal masing masing 10 data dari reflektan TBS. Proses transfer data dari
alat deteksi kematangan TBS ke komputer atau laptop bisa dilakukan secara
langsung melalui SD card dan data pengukuran yang tersimpan dalam bentuk txt.
Pengujian Sistem Deteksi Kematangan TBS Kelapa Sawit Pada pengujian ini
informasi yang diperoleh berupa nilai tegangan dari spektrum TBS berdasarkan
tingkat kematangan yang diterima oleh sensor fotodioda. Spektrum yang
dipancarkan oleh TBS akan ditangkap oleh digital spotting scope dan dibaca oleh
sensor fotodioda yang dikeluarkan dalam bentuk arus (ampere). Arus tersebut
diubah menjadi tegangan oleh rangkaian sensor fotodioda kemudian diubah kembali
oleh mikrokontroler ATMega32 menjadi data digital, dan ditampilkan oleh peraga
(display). Pengujian sistem deteksi dimulai dari persiapan sampel TBS,
pengukuran reflektan dan pengujian kandungan kimia TBS. Adapun prosedur
pengujian sama seperti pada penelitian tahap pertama. Data hasil pengujian
kemudian dianalisis untuk mendapatkan klasifikasi tingkat kematangan TBS.
Pengukuran dilakukan sebayak tiga kali ulangan pada titik pengukuran yang
berbeda dalam satu TBS yang sama dengan menggunakan filter merah dan filter
inframerah (IR). Pada filter merah hanya dapat melewatkan panjang gelombang nm
dan pada filter infrared (IR) hanya dapat melewatkan panjang gelombang nm
dengan transmisivitas > 95%. Pengujian alat ukur deteksi kematangan TBS
dapat di lihat pada Gambar 33.
59 38 Gambar 33 Pengujian sistem
deteksi kematangan TBS berbasis Hasil Pengujian Sistem Deteksi Kematangan TBS
Kelapa Sawit Data hasil pengujian dianalisis menggunakan jaringan syarat tiruan
(JST). Model JST yang digunakan pada penelitian ini adalah model jaringan
feedfodward multi layer yang terdiri dari satu layer input, satu layer
tersembunyi dan satu layer output. Jumlah node pada layer input adalah 7 node
yaitu nilai reflektan yang terbaca pada perlakuan tanpa filter, filter merah
dan filter infrared, intensitas pada TBS pada penggukuran tanpa filter, filter
merah, filter infrared dan jarak pengukuran. Lapisan tersembunyi yang digunakan
adalah 10 node, sedangkan pada layer output hanya digunakan tiga buah node
yaitu kadar minyak minyak, ALB, dan tingkat kematangan (fraksi). Algoritma yang
dipakai adalah algoritma terlatih resilient backpropogation yang merupakan
modifikasi dari algoritma backpropogation. Iterasi atau epoch yang digunakan
selama pelatihan adalah kali. Hasil kalibrasi dan validasi metode JST
dievaluasi berdasarkan nilai R 2, dan Mean Absolute Percentage Error (MAPE).
Model kalibrasi dan validasi yang baik memiliki nilai R 2 dan MAPE yang tinggi
yaitu mendekati 1. MAPE merupakan parameter akurasi model yang menunjukkan
perbedaan nilai hasil pendugaan terhadap nilai hasil pengukuran (error).
Selisih kedua MAPE yang rendah menunjukkan kestabilan model. Model yang baik
memiliki error yang sama atau hampir sama pada model kalibrasi dan validasinya
(William dan Norris, 1990). Klasifikasi TBS Berdasarkan Tingkat Kematangan
Untuk klasifikasi berdasarkan tingkat kematangan (fraksi), hasil kalibrasi
(training) dan validasi (testing) metode JST dievaluasi berdasarkan besarnya
persentase klasifikasi (persen correct). Model kalibrasi dan validasi yang baik
memiliki nilai persen correct mendekati 100%. Berdasarkan hasil kalibrasi dan
validasi pendugaan tingkat kematangan (fraksi) untuk klon Marihat, diperoleh
ketepatan pendugaan model kalibrasi sebesar 100% dan validasi sebesar 50%
seperti yang diperlihatkan pada Tabel 7. Hal ini menunjukkan model kurang baik
digunakan untuk memprediksi tingkat kematangan (fraksi) pada klon Marihat.
Sedangkan untuk klon Dumpy dan Selapan Jaya seperti dapat di lihat pada Tabel
60 39 8 dan Tabel 9 menunjukkan model
lebih baik jika dibandingkan dengan model pada klon Marihat untuk digunakan
memprediksi tingkat kematangan TBS dengan ketepatan pendugaan pada kalibrasi
sebesar 100% dan validasi masing msing sebesar 60% dan 70%. Hasil kalibrasi dan
validasi pendugaan tingkat kematangan (fraksi) tersebut dipengaruhi oleh nilai
input yang memiliki bobot dan salaing mempengaruhi satu sama lain dalam
penentuan pendugaan tingkat kematangan. Nilai bobot pada arsitektur JST dari
setiap klon dapat di lihat pada Lampiran 11 sampai Lampiran 13. Tabel 7
Klasifikasi pengelompokaan TBS klon Marihat berdasarkan tingkat kematangan
Prediksi Sample Ketepatan Pendugaan (%) Kalibrasi Keseluruhan (%) 21,053 21,053
15,789 21,053 21, Validasi Keseluruhan (%) Tabel 8 Klasifikasi pengelompokaan
TBS klon Dumpy berdasarkan tingkat kematangan Prediksi Sample Ketepatan
Pendugaan (%) Kalibrasi Keseluruhan (%) 21,053 21,053 15,789 21,053 21,
Validasi Keseluruhan (%)
61 40 Tabel 9 Klasifikasi
pengelompokaan TBS klon Selapan Jaya berdasarkan tingkat kematangan Prediksi
Sample Ketepatan Pendugaan (%) Kalibrasi Validasi Keseluruhan (%) 21,053 21,053
15,789 21,053 21, Keseluruhan (%) Prediksi Kadar Minyak TBS Kadar minyak
merupakan banyaknya minyak yang terkandung dalam buah sawit, pada penelitian
ini kadar minyak didapatkan dari hasil ekstraksi sampel 30 butir buah sawit
yang terdiri dari buah bagian dalam, tengah dan bagian luar masing masing
sebanyak 10 butir. Berdasarkan hasil kalibrasi dan validasi diperoleh
arsitektur jaringan terbaik untuk mempredikasi kadar minyak TBS setiap klon
dapat di lihat pada Gambar 34. Hal ini ditunjukkan dari perolehan nilai R 2 dan
nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) model kalibrasi dan validasi yang
cukup baik seperti diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10 Nilai Mean Absolute
Percentage Error (MAPE) dan R 2 hasil kalibrasi dan validasi kadar minyak
minyak TBS Akurasi Marihat Dumpy Selapan Jaya Kalibrasi Validasi Kalibrasi
Validasi Kalibrasi Validasi MAPE 0,997 0,989 0,998 0,968 0,998 0,975 R 2 0,999
0,964 0,998 0,723 0,998 0,716
62 Kadar minyak dugaan (%) Kadar
minyak dugaan (%) Kadar minyak dugaan (%) Hasil Kalibrasi 60 Hasil Validasi y =
0,9881x + 0,6276 R² = 0, Kadar minyak aktual (%) (a) Klon Marihat y = 0,9474x +
2,7854 R² = 0, Kadar minyak aktual (%) 60 Hasil Kalibrasi 60 Hasil Validasi y =
0,9881x + 0,6276 R² = 0, Kadar minyak aktual (%) y = 0,9995x + 0,3712 R² = 0,
Kadar minyak aktual (%) (b) Klon Dumpy 60 Hasil Kalibrasi 60 Hasil Validasi y =
0,9881x + 0,6276 R² = 0, Kadar minyak aktual (%) 45 y = 0,8174x + 9,4644 R² =
0, Kadar minyak aktual (%) (c) Klon Selapan Jaya Gambar 34 Hasil kalibrasi dan
validasi kadar minyak TBS setiap klon dengan metode JST
63 42 Berdasarkan Tabel 10 nilai MAPE
dari semua klon yang diuji cukup tinggi yaitu mendekati 1 menunjukkan bahwa
model cukup stabil untuk digunakan memprediksi kadar minyak TBS. Gambar 34
menunjukkan hasil kalibrasi dan validasi dalam menduga kadar minyak TBS dari
setiap klon dengan metode JST. Nilai R 2 dari semua klon yang diuji cukup
tinggi, untuk klon Marihat pada kalibrasi dan validasi sebesar 0,999 dan 0,964,
untuk klon Dumpy pada kalibrasi dan validasi sebesar 0,998 dan 0,723. Begitupun
juga nilai R 2 untuk klon Selapan Jaya yaitu sebesar 0,998 dan 0,716. Hal ini
menunjukkan besarnya kontribusi variabel x terhadap naik turunnya nilai
variabel y. Semakin besar nilai R 2, maka model semakin mampu menjelaskan
variabel y. Hasil kalibrasi dan validasi berdasarkan klon dengan metode JST
dapat di lihat pada Lampiran 8 sampai Lampiran 10. Sedangkan nilai bobot pada
arsitektur JST dari setiap klon dapat di lihat pada Lampiran 11 sampai Lampiran
13. Prediksi Asam Lemak Bebas (ALB) TBS Pembentukan ALB pada minyak sawit
diakibatkan oleh kegiatan enzim lipase yang memecah lemak menjadi asam lemak
dan gliserol terutama jika struktur sel buah matang tersebut rusak. Buah kelapa
sawit yang sudah matang dan masih segar hanya mengandung 0,1% asam lemak.
Tetapi buah kelapa sawit yang telah memar atau pecah dapat mengandung ALB
sampai 50% hanya dalam waktu beberapa jam saja. Untuk mencegah terjadinya ALB
buah kelapa sawit harus segera dipanaskan dengan suhu antara 90 0 sampai C
sebelum pelepasan daging buah (Setyamidjaja 1991). Berdasarkan hasil kalibrasi
dan validasi diperoleh arsitektur jaringan terbaik untuk mempredikasi kadar ALB
TBS setiap klon dapat di lihat pada Gambar 35. Hal ini ditunjukkan dari
perolehan nilai R 2 dan nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) model
kalibrasi dan validasi yang cukup baik seperti diperlihatkan pada Tabel 11.
Tabel 11 Nilai Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dan R 2 hasil kalibrasi
dan validasi ALB minyak TBS Akurasi Marihat Dumpy Selapan Jaya Kalibrasi
Validasi Kalibrasi Validasi Kalibrasi Validasi MAPE 0,985 0,884 0,986 0,930
0,993 0,877 R 2 0,979 0,769 0,998 0,959 0,997 0,660
64 ALB dugaan (%) ALB dugaan (%) ALB
dugaan (%) 43 0,6 Hasil Kalibrasi 0,6 Hasil Validasi 0,5 0,5 0,4 0,4 0,3 0,3
0,2 0,2 0,1 0 y = 1,0234x - 0,0033 R² = 0, ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 ALB aktual
(%) 0,1 0 y = 0,9295x + 0,021 R² = 0, ,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 ALB aktual (%) (a)
Klon Marihat 0,6 0,5 Hasil Kalibrasi 0,6 0,5 Hasil Validasi 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2
0,1 y = 0,9847x + 0,0063 R² = 0,998 0,2 0,1 y = 0,9839x + 0,0225 R² = 0, ,1 0,2
0,3 0,4 0,5 0,6 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 ALB aktual (%) ALB aktual (%) (b)
Klon Dumpy 0,6 0,5 Hasil Kalibrasi 0,6 0,5 Hasil Validasi 0,4 0,4 0,3 0,3 0,2
0,1 y = 1,0022x + 0,0003 R² = 0,997 0,2 0,1 y = 0,7045x + 0,1269 R² = 0, ,1 0,2
0,3 0,4 0,5 0,6 0 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,6 ALB aktual (%) ALB aktual (%) (c)
Klon Selapan Jaya Gambar 35 Hasil kalibrasi dan validasi ALB TBS setiap klon
dengan metode JST
65 44 Gambar 35 menunjukkan hasil
kalibrasi dan validasi dalam menduga ALB TBS dari setiap klon dengan metode
JST. Nilai R 2 dari semua klon yang diuji cukup tinggi, untuk klon Marihat pada
kalibrasi dan validasi sebesar 0,979 dan 0,769, untuk klon Dumpy pada kalibrasi
dan validasi sebesar 0,998 dan 0,959. Begitupun juga nilai R 2 untuk klon
Selapan Jaya yaitu sebesar 0,997 dan 0,660. Hal ini menunjukkan besarnya
kontribusi variabel x terhadap naik turunnya nilai variabel y. Semakin besar
nilai R 2, maka model semakin mampu menjelaskan variabel y. Hasil kalibrasi dan
validasi berdasarkan klon dengan metode JST dapat di lihat pada Lampiran 8
sampai Lampiran 10. Sedangkan nilai bobot pada arsitektur JST dari setiap klon
dapat di lihat pada Lampiran 11 sampai Lampiran SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1.
Pada klon Marihat, hanya dapat dibedakan tingkat kematangan F4 pada panjang
gelombang nm sedangkan 4 tingkat kematangan lainnya tidak dapat dibedakan. 2.
Pada klon Dampy, hanya dapat dibedakan tingkat kematangan F0 pada panjang
gelombang nm sedangkan 4 tingkat kematangan lainnya tidak dapat dibedakan. 3.
Pada klon Selapan Jaya, semua tingkat kematangan dapat dibedakan pada panjang
gelombang nm 4. Tidak terdapat hubungan yang nyata antara reflektan dan kadar
minyak TBS karena R 2 untuk klon Marihat, Dumpy dan Selapan Jaya secara
berurutan masing masing hanya sebesar 0,288 ; 0,614 dan 0, Tidak terdapat
hubungan yang nyata antara reflektan dan asam lemak bebas TBS karena R 2 untuk
klon Marihat, Dumpy dan Selapan Jaya secara berurutan masing masing hanya
sebesar 0,403 ; 0,686 dan 0, Hasil pengujian sistem deteksi kematangan TBS
untuk klon Marihat, Dumpy dan Selapan Jaya menunjukkan ketepatan pendugaan pada
model kalibrasi sebesar 100% sedangkan pada model validasi masing masing
sebesar 50%, 60%, dan 70%. Hal ini menunjukkan sistem deteksi yang dibangun
belum dapat membedakan kematangan terutama pada klon Marihat dan Dumpy. Saran
1. Sebaiknya alat deteksi kematangan TBS dikembangkan dengan mendekatkan sensor
ke TBS untuk mangurangi pengaruh intensitas cahaya matahari dan jarak pengukuran.
2. Perlu dicoba dilakukan pengolahan data dengan menggunakan metode yang lain
seperti principal component analysis (PCA), Partial Least Square (PLS) atau
analysis of variance (ANOVA) agar didapatkan hubungan yang lebih baik antara
reflektan dengan kandungan kimia TBS.
66 45 3. Perlu dilakukan penelitian
lebih lanjut untuk mendeteksi kadar minyak TBS dengan menggunakan sensor pada
rentang panjang gelombang Mid Infrared (NIR) yang dapat beresonansi dengan
ikatan CO, CH dan NH. DAFTAR PUSTAKA Anugerah Perbandingan jaringan syaraf
tiruan backpropagation dan metode deret berkala box-jenkins (ARIMA) sebagai
metode peramalan curah hujan [Skripsi]. Semarang (ID) : Universitas Negeri
Semarang. Abdullah MZ, Guan LC, Azemi MBMN Stepwise discriminant analysis for
colour grading of oil palm using machine vision system. Trans IChemE 79 (3) :
Abdullah MZ, Guan LC, Lim KC, Karim AA The applications of computer vision
system and tomographic radar imaging for assessing physical properties of food.
J Food Eng. 61 (1) : Alfatni MSM, Shariff ARM, Shafri HZM, Saaed OMB, Eshanta
OM Oil palm fruit bunch grading system using red, green and blue digital
numbers. J Appsci. 8 (8) : Spectral refponse of LDR [Internet]. [diunduh 2013
Meret 16]. Tersedia pada : / 14_Electronics/Photoresistors.html Barnet Richard,
O Cull Larry, Cox Sarah Embedded C Programming and the Atmel AVR 2nd Edition.
Canada : Thomson Learning Inc. Ditjenbun Luas areal dan produksi perkebunan
seluruh Indonesia menurut pengusahaan, komoditi kelapa sawit [internet]. [diacu
2012 Mei 6]. Tersedia dari : komoditiutama.html Ditjenbun Rencana Strategis
Pembangunan Perkebunan Jakarta (ID) : Deptan Fauzi Y, Widyastuti YE,
Satyawibawa I, Hartono R Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah,
Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta (ID) : Penebar Swadaya. Hazir MHM,
Shariff ARM, Amiruddin MD Determination of oil palm fresh fruit bunch ripeness
based on flavonoids and anthocyanin content. J Indcrops. 36 (1) : Hazir MHM,
Shariff ARM, Amiruddin MD, Ramli AR, Saripan MI Oil palm bunch ripeness
classification using fluorescence technique. J Food Eng. 113 (1) : Hazir MHM,
Shariff ARM Oil palm physical and optical characteristics from two different
planting materials. J Appsci. 3 (9) : Ismail WIW, Razali MH Outdoor colour recognition
system for oil palm fresh fruit bunches (FFB). J Mach.Int. 2 (1) : Junkwon P,
Takigawa T, Okamoto H, Hasegawa H, Koike M, Sakai K, Siruntawineti J,
Chaeychomsri W, Vanavichit A, Tittinuchanom P et al Hyperspectral imaging for
nondestructive determination of interval
67 46 qualities for palm oil (Elaeis
guineenses Jacq. var. Tenera). Agrinf. 18 (3) : Ketaren S Pengantar Teknologi
Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Press. Kiswanto,
Purwanta JH, Wijayanto B Seri Buku Inovasi : Teknologi Budidaya Kelapa Sawit.
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Jakarta (ID) :
BPPP Deptan. Makky M Pengembangan algoritma pengolahan citra pada sistem netra
mesin 3d (machine vision) untuk robot pemetik kelapa sawit [Tesis]. Bogor (ID)
: Institut Pertanian Bogor. May Z, Amaran MH Automated oil palm fruit grading
system usingartificial intelligence. IJVIPNS-IJENS. 11 (3) : Muchtadi TR
Karakteristik komponen intrinsik utama buah sawit (Elaeis guineensis, Jacq.)
dalam rangka optimalisasi proses kadar minyak minyak dan pemanfaatan provitamin
A [Disertasi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor Novianty I Analisa
spektroskopi reflektans vis-nir untuk mengetahui proses pematangan buah
stroberi [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor. Pahan I Panduan
Lengkap Kelapa Sawit : Menenjemen Agribisnis dari Hulu Hingga Hilir. Jakarta
(ID) : Penebar Swadaya. Purwati E Bagaimana cara memelihara spektrofotometer UV
Vis. Warta Kimia Analitik 3(2) : Rankine I, Fairhurst T Buku Lapangan : Seri
Tanaman Kelapa Sawit, Tanaman Menghasilkan. Volume ke - 3. Sutarta ES,
Darmosarkoro W., Penerjemah. Medan (ID) : Pusat Penelitian Kelapa Sawit. Razali
MH, Ismail WIW, Ramli AR, Sulaiman MN, Harun MHB Technique on simulation for
real time oil palm fruits maturity prediction. AJAR. 6(7): Rivas M, Flores W,
Rivera J, Sergiyenko O, Balbuena DH, Bueno AS A Method and Electronic Device to
Detect the Optoelectronic Scanning Signal Energy Centre [internet]. [ diunduh
2013 Meret 16]. Tersedia pada : Saeed OMB, Sankaran S, Shariff ARM, Shafri HZM,
Ehsani R, Alfatni MS, Hazir MHM Classification of oil palm fresh fruit bunches
based on their maturity using portable four-band sensor system. JCEA. 82 (1)
Setyamidjaja Budidaya Kelapa Sawit. Yogyakarta (ID) : Kanisius Shaarani SMD,
Blanco AC, Amin MHG, Soon NG, Hall LD Monitoring development and ripeness of
oil palm fruit (Elaeis guneensis) by MRI and bulk NMR. IJAB. 12 (1) : Suprapto
H, Nurlaila A Kualitas CPO Indonesia kalah dengan Malaysia [internet]. [diacu
2012 Mei 6]. Tersedia dari : kalah_dengan_malaysia. Suswono Peranan Perkebunan
Tetap Penting [internet]. [15 December 2011]. [diacu 2012 Mei 6]. Tersedia pada
: http:
//ditjenbun.deptan.go.id/index.php/component/content/article/36-news/html.
68 Suwannarat S, Khaorapapong T,
Chongcheawchamnan M Prediction of Oil Content in Fresh Palm Fruit based on an
Ultrasonic Technique. J. Natsci 46 (1) : USDA Indonesia : Oilseeds and Products
Update. Required report - public distribution. Foreign Agricultural Service
[internet]. [diacu 2013 Maret 6]. Tersedia dari : Usman Teknik Antarmuka dan
Pemrograman Mikrokontroller AT89S52. Jakarta (ID) : Penerbit Andi. Winarno FG,
Wirakartakusumah MA Fisiologi Lepas Panen. Jakarta (ID) : Sastra Hudaya.
William P, Norris K Near Infrared Technology in The Agricultural and Food
Industries. Ed ke-2. St.Paul, Minnesota, USA. Yeow YK, Abbas Z, Khalid K
Application of microwave moisture sensor for determination of oil palm fruit
ripeness. J Measci. 10 (1) :
69 48 Lampiran 1 Instruksi kerja
penentuan kadar asam lemak bebas (ALB) Tujuan Lokasi Alat bantu : Mengetahui
kadar asam lemak bebas (ALB) : Laboratorium pabrik kelapa sawit : Neraca
analitik gr, erlenmeyer 250 ml, buret, hot plate, larutan NaOH 0,1 N, Indikator
phenolpthalein 1%Ethyl alkohol jenuh, sample CPO, loghsheet analisa Prosedur
analisa ALB : 1. Aduk sample supaya homogen 2. Timbang sample minyak ± 5 gr
dengan erlenmeyer 3. Tambahkan 50 ml alkohol (yang sudah dijenuhkan) 4.
Tambahkan 2 tetes indikator PP 1% 5. Panaskan sample dengan hot plat sampai
suhu kira kira C 6. Titrasi dengan larutan NaOH yang telah diketahui
normalisatasnya melalui standarisasi 7. Titrasi diakhiri jika terbentuk warna
merah jambu (pink) tetap selama ± 30 detik sambil digoyang perlahan- lahan. 8.
Catat pada loghsheet volume NaOH yang terpakai, normalitas NaOH yang digunakan
9. Perhitungan : 10. Buangan analisa dikumpulkan dalam satu wadah khusus
analisa ALB agar nantinya alkohol dapat di daur ulang kembali Cara menjenuhkan
alkohol : 1. Ambil alkohol 1000 ml masukkan ke dalam botol larutan 2. Tambahkan
2 tetes indikator PP 1% 3. Tambahkan tetes demi tetes larutan NaOH sampai
terbentuk warna merah jambu (pink) dan bertahan selama ± 30 detik 4. Tutup
botol larutan dan simpan, alkohol siap digunakan untuk analisa ALB Alat
pelindung diri : masker dan sarung tangan
70 49 Lampiran 2 Standar operasional
prosedur (SOP) fruit set dan analisa kadar minyak TBS Peralatan : Kampak Pisau
Timbangan duduk digital Karung/ plastik Meja quarting Pisau Nampan Talenan
Timbangan digital Oven pengering Cawan Gelas ukur Prosedur : 1. Timbang TBS
dengan menggunakan timbangan duduk digital 2. Gunakan kampak untuk memisahkan
ranting dengan tangkai tandan 3. Setelah ranting dengan tangkai tandan
terpisah, selanjutnya dengan menggunakan pisau untuk memisahkan karpel (buah
dan kelopaknya) dengan ranting 4. Selanjutnya Secara manual, dengan menggunakan
tangan dilakukan pemisahan kelopak dan breklet sehingga didapat buah sawit
dalam keadaan bersih 5. Kemudian dilakukan penimbangan TBS yang telah bersih
sehingga dapat dihitung 6. Masukkan buah sawit yang telah dibersihkan dan
ditimbang ke dalam meja quarting. Quarting buah sawit dengan cara mengaduk aduk
dan membagi menjadi 4 bagian sampai dengan tersisa ± 1 kg kemudian ambil secara
acak sejumlah 30 butir buah sawit untuk dilakukan bunch analisys 7. Timbang 30
butir buah sawit tersebut dengan menggunakan timbangan digital dan Pisahkan
mesocarp dan nut dengan menggunakan pisau, talenan dan nampan 8. Masukkan
mesocarp ke dalam cawan dan masukkan nut ke dalam gelas dan timbang dengan
menggunakan timbangan digital 9. Masukkan mesocarp dan nut yang telah ditimbang
ke dalam oven pengering pada suhu C selama 10 jam 10. Setelah itu masukkan
masukkan mesocarp dan nut ke dalam desikator selama menit untuk stabilisasi.
11. Kemudian dilakukan penimbangan kering dan dilanjutkan dengan proses kadar
minyak selama jam dengan menggunakan pelarut heksana 250 ml, dimana sebelum
proses kadar minyak perlu disiapkan flask bottom. 12. Hasil kadar minyak
dikeringkan selama 1 jam dan distabilisasi di dalam desikator selama menit. 13.
Penimbangan dicatat dalam logsheet 14. Kadar minyak (ER CPO) dihitung
menggunakan persamaan berikut :
71 50 Lampiran 3 Gambar standar
operasional prosedur (SOP) fruit set dan analisa kadar minyak TBS c) 1).
Penimbangn TBS 2). Pemisahan ranting dan tangkai tandan 3). Pemisahan karpel
dan ranting (a) (b) 4). a. Pemisahan kelopak dan breklet, b. Buah sawit bersih
5). Penimbangan buah sawit bersih 6). Quarting buah sawit 7). Pemisahan nuts
dan mesocarp pada 30 butir buah sawit
72 51 8). Penimbangan nuts dan
mesocarp dengan menggunakan timbagan digital a) b) 9). (a). Pengeringan nuts
dan mesocarp dalam oven pada suhu C selama 10 jam, (b). Stabilisasi selama
menit di dalam desicator 10). Proses ekstraksi selama jam menggunakan pelarut
heksana 250 ml
73 52 Lampiran 4 Spesifikasi
mikrokontroler ATmega 32 Spesifikasi mikrokontroler ATmega 32 a. Mempunyai 40
pin b. High performance, Mikrokontroler AVR berdaya rendah. c. Memori Flash 32
kbytes, EEPROM 1024 bytes, SRAM 2 Kbytes d. 2 buah 8-bit timer/counters, 1 buah
16-bit timer/counters, 4 kanal PWM. e. 8 kanal 10-bit ADC, 2 USART, watchdog
timer, dan analog comparator. f. 32 jalur Input/Output. g. Antar muka SPI untuk
In-Sistem Programming. h. Penyimpanan data : 20 tahun pada suhu 850C/100 tahun
pada suhu 250C. i. Dapat mencapai 16 MIPS (Millions of instruction per second)
pada 16 MHz. j. Enam mode sleep : idle, ADC Noise, Power-save, Power-down,
Standby dan extended standby. k. Nilai kecepatan 0-16 MHz. (Atmel 2011).
Konfigurasi pin ATmega 32 (Atmel 2011).
74 Lampiran 5 Rangkaian elektronik
alat ukur deteksi kematangan TBS 53
75 54 Lampiran 6 Spesifikasi lampu
halogen Sumber :
1 komentar:
Bonus turnover S1288poker hingga x 0.4% selama bulan Maret 2019. Besar bukan dari agen lain?
Mari kejar turnover anda sebesar besarnya untuk mendapatkan bonus ini.
Untuk info silakan hubungi CS S1288poker yang dapat membantu anda selama 24 jam
livechat: http://tiny.cc/fefy3y
pin bb: 7AC8D76B
WA : 081910053031
Posting Komentar