KGI-PALM KAMI MENGERTI NILAI HIDUP , PENYEDIA PALM OIL GO GREEN

Kamis, 29 Januari 2015

Kematangan Buah Kelapa Sawit



Minyak kelapa sawit (CPO) saat ini adalah sumber minyak nabati terbesar di dunia. Menurut laporan oil world pada tahun 2011, Minyak kelapa sawit memberikan andil sekitar 27% atau 46 juta ton terhadap total minyak nabati di dunia. Produksi minyak nabati berikutnya diikuti oleh soybean, rapeseed dan sunflower. Sementara itu, sebagai negara dengan paling besar penghasil minyak kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit (PKS) yang berjumlah lebih dari 640 di seluruh Indonesia memproduksi CPO sekitar 23 juta ton atau 46% dari total produksi CPO di dunia (Oil world, 2011).
Proses produksi CPO memiliki beberapa tahap, proses dimulai dari tahap penerimaan tandan sawit segar (TBS) yang dilakukan di loading ramp. Tahap berikutnya adalah sterilisasi, yaitu perebusan buah dengan steam.Steam yang digunakan bertekanan 3 kg/cm2dansuhu 140oC selama 75-90 menit. Setelah sterilisasi, buah dipisahkan dari tandan. Tahap ini dikenal sebagai pemipilan atau treshing. Buah yang telah dipisahkan dari tandan dilumatkan menggunakan steam pada suhu 90oC dengan menggunakan digester. Pada tahap berikutnya, minyak diekstrak dari serat. Proses terakhir adalah pemurnian. Selain menghasilkan CPO, PKS juga menghasilkan minyak inti kelapa sawit (PKO).
Untuk menghasilkan CPO, PKS juga menghasilkan limbah. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2. Limbah yang keluar dari PKS berbentuk padatan, gas, dan cair. Limbah yang keluar dari PKS sebenarnya belum bisa dikatakan 100% sebagai limbah, lebih tepat dikatakan produk samping atau side product.
Limbah padat yang keluar dari PKS meliputi tandan kosong (tankos) dengan persentase sekitar 23% terhadap TBS, abu boiler (sekitar 0.5% terhadap TBS), serat (sekitar 13.5% terhadap TBS) dan cangkang (sekitar 5.5% terhadap TBS). Limbah padat yang keluar dari PKS umumnya tidak memerlukan penanganan yang rumit. Limbah padat dapat digunakan lagi sebagai bahan bakar, pupuk, pakan ternak, dan juga bisa dijual untuk menghasilkan pendapatan tambahan.
Serat, cangkang dan tankos bisa digunakan sebagai bahan bakar. Abu boiler dapat diaplikasikan langsung sebagai sumber pupuk kalium, tankos sebagai pupuk dengan cara menjadikan mulsa dan pengomposan. Ampas inti digunakan sebagai pakan ternak. 
Terdapat dua sumber pencemaran gas yang keluar dari PKS yaitu boiler yang menggunakan serat dan cangkang sebagai bahan bakar dan juga incinerator yang membakar tankos untuk mendapatkan abu kalium. Pada saat ini incinerator sudah mulai ditinggalkan.
Limbah yang menjadi perhatian di PKS adalah limbah cair atau yang lebih dikenal dengan POME (palm oil mill effluent). POME ialah air buangan yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit utamanya berasal kondensat rebusan, air hidrosiklon, dan sludge separator. Setiap ton TBS yang diolah akan terbentuk sekitar 0,6 hingga 1 m3 POME. POME kaya akan karbon organik dengan nilai COD lebih 40 g/L dan kandungan nitrogen sekitar 0,2 dan 0,5 g/L sebagai nitrogen ammonia dan total nitrogen. Karakteristik POME ditunjukan pada tabel 1. Sumber POME berasal dari unit pengolahan yang berbeda, terdiri dari:
  • 60% dari total POME berasal dari stasiun klarifikasi
  • 36% dari total POME berasal dari stasiun rebusan
  • 4 % dari total POME berasal stasiun inti.
Teknologi Pengelolaan POME
Teknologi pengelolaan POME umumnya dengan menggunakan teknologi kolam terbuka yang terdiri dari kolam anaerobik, fakultatif dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari. Teknologi kolam terbuka ini memerlukan lahan yang luas (5-7 ha), biaya pemeliharaan yang cukup besar dan menghasilkan emisi gas metana ke udara bebas.
Saat ini pengelolaan POME dengan hanya menggunakan kolam terbuka mulai dianggap kurang efisien dan kurang ramah lingkungan. Para pemilik atau pengelolan PKS sudah mulai  merubah dengan memodifikasi kolam yang ada dengan teknologi pengelolaan lainnya. Ada beberapa teknologi pengolahan POME yang baru saat ini, diantara teknologi yang baru itu adalah membran dan terakhir terdengar dengan elektrokoagulasi. Munculnya atau adanya perkembangan teknologi pengelolaan POME ini disebabkan oleh beberapa maksud dan tujuan tertentu. 
Beberapa tujuan itu adalah:
  • Mendapatkan teknologi yang lebih ramah lingkungan (environmental friendly). Teknologi ini umumnya adalah menghindari gas rumah kaca khususnya gas metana lepas ke atmosfer.
  • Mendapatkan nilai tambah secara ekonomi (economic benefit). Teknologi ini dilakukan dengan cara mendapatkan produk baru yang dapat dijual dengan memanfaatkan POME.
  • Memudahkan operasional pengelolaan, terutama kepada para pekerja di PKS.
  • Keterbatasan lahan di area PKS untuk menggunakan sistem kolam terbuka (limited area).
  • Faktor teknologi proses di PKS. Faktor ini adalah terkait dengan adanya modifikasi teknologi proses pada pengolahan TBS di PKS, atau adanya teknologi proses yang baru. Perbedaan proses itu terutama terkait dengan penggunaan alat proses yang baru. Contoh dalam faktor ini adalah perubahan teknologi sterilisasi, klarifikasi dan sebagainya. Perubahan alat proses membawa dampak pada perubahan kualitas, kuantitas dan jenis limbah yang dihasilkan di PKS.
6.Mendapatkan sumber energi.
Dari beberapa tujuan diatas, saat ini terdapat beberapa teknologi pengelolaan POME selain sistem kolam terbuka. Adapun teknologi itu diantaranya adalah:
  • Pengelolaan aerob dengan menggunakan kolam aerobic (aerobic pond). Teknologi ini digunakan untuk menghindari terbentuknya gas metan. Teknologi ini jarang digunakan karena memerlukan tenaga yang besar untuk menggerakkan aerator. 
  • Teknologi pengeringan (drying process), teknologi ini tidak sesuai karena memerlukan biaya dan energi yang besar untuk menguapkan air dalam POME.
  • Aplikasi tanah (land application), sistem ini tidak disarankan karena memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu teknologi ini masih memerlukan kolam tanpa udara dan masih menghasilkan gas metan.   
  • Penggunaan tandan kosong kelapa sawit menjadi kompos, POME digunakan sebagai bahan penyiram pada proses pengomposan tandan kosong kelapa sawit seperti pada Gambar 3. Teknologi ini bagus untuk dilaksanakan. Teknologi ini memerlukan sedikit investasi yang tinggi tetapi mendapat keuntungan dengan hasil penjualan kompos.
  • Penggunaan POME untuk menghasilkan energi. Teknologi untuk menghasilkan energi adalah dengan cara menangkap gas metana. Teknologi penangkapan gas metana ada yang membangun tangki (biogas reactor) baru yang berada diatas permukaan (Gambar 4) atau dengan menutup kolam limbah yang ada dengan menggunakan penutup dengan bahan parasut tebal (covered lagoon).
Selain menghasilkan gas Metana sebagai energi, saat ini POME juga dilaporkan dapat menghasilkan gas Hidrogen sebagai energi. POME menghasilkan gas hidrogen dengan menggunakan teknologi elektrokoagulasi.
PENUTUP
Teknologi pengolahan limbah kelapa sawit saat ini sudah bermacam-macam dan memiliki tujuan yang berlainan. Ada teknologi yang mengharuskan untuk berinvestasi lebih, tetapi akan mendapatkan keuntungan dari penjualan produk ataupun hasil dari teknologi pengolahan limbah tersebut. Masing-masing teknologi memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, jika kita ingin memilih teknologi mana yang akan digunakan haruslah disesuaikan dengan kondisi PKS dan juga kemampuan finansial. 
Ada begitu banyak limbah cair yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit. Jika limbah kelapa sawit ini dikelola dengan baik dan benar maka investasi pengolahan limbah cari PKS ini adalah salah satu investasi yang menguntungkan. Ada satu masalah yang penting untuk diperhatikan yaitu beban pencemaran atau limbah yang dihasilkan jika pelaksanaan pengolahan limbah kelapa sawit menjadi biogas tidak tepat. Adapun setiap ton dari tandan buah kelapa sawit segar yang sudah diolah akan menghasilkan 50% kandungan limbah cair kelapa sawit daripada sejumlah total limbah lainnya. Untuk tandan yang sudah kosong sebanyak 23% limbah cair pabrik kelapa sawit. Setiap satu ton CPO bisa menghasilkan limbah cair hingga 5 ton, dengan jumlah BOD nya 20.000 sampai 60.000 mg/l.
Limbah yang sudah dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit atau PKS terdiri dari limbah cair kelapa sawit serta padat. Limbah padat pabrik kelapa sawitmenyerupai cangkang serta fiber yang dipakai untuk pemanfaatan limbah padat kelapa sawit menjadi bahan bakar boiler maupun cair biogas dari limbah kelapa sawit, serta tandan kosong dipergunakan kembali untuk pupuk (mulsa) bagi tanaman.
Berdasarkan jurnal pengolahan limbah kelapa sawit dan makalah limbah pabrik kelapa sawit, strategi pengelolaan lingkungan terutama limbah pabrik kelapa sawit awal mulanya didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung atau yang biasa disebut dengan carrying capacity approach. Adanya keterbatasan tentang daya dukung secara ilmiah pada lingkungan untuk menetralisir pencemaran menyebabkan strategi mengelola pencemaran jurnal pemanfaatan limbah kelapa sawit akan berkembang menuju arah pendekatan pengelolaan limbah yang sudah terbentuk menjadi biogas kelapa sawit.
Cara pengolahan limbah padat kelapa sawit  yang telah dihasilkan tetapi tidak mengikuti standar yang telah ditetapkan serta tidak bisa diaplikasikan langsung karena dapat memberikan dampak untuk pencemaran lingkungan. Parameter pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit yang bisa menjadi indikator kontrol pembuangan antara lain BOD atau Biological Oxygen Demand. Arti dari angka BOD yaitu suatu angka yang menunjukkan kebutuhan oksigen. Apabila air limbah kandungan BODnya tinggi dan dibuang ke sungai, sudah dapat dipastikan oksigen di dalam sungai akan dihisap material organik, dan makhluk hidup yang mendiami tempat tersebut akan kekurangan oksigen.
Angka chemical oxygen demand atau disebut dengan COD merupakan angka yang menampilkan karakteristik limbah cair kelapa sawit apa bisa dioksidasi secara kimiawi atau tidak.  Fungsi pengolahan limbah serta manfaat limbah cair kelapa sawit antara lain untuk membantu menetralisir parameter serta indikator limbah yang terdapat di cairan limbah serta menstabilkan harga limbah sawit sebelum siap diaplikasikan. Mutu pengolahan limbah padat kelapa sawit yang bisa dialirkan ke sungai antara lain angka BOD 3.500 sampai 3.000 miligram/liter, lemak dan minyak kurang dari atau sama dengan 600 miligram/ liter, serta ph nya lebih dari atau sama dengan 6.
Limbah cair kelapa sawit asalnya dari suatu kondensat, stasiun klarifikasi serta hidrocyclone, nama lainnya adalah Palm Oil Mill Effluent (POME). POME sebenarnya adalah sisa buangan yang tidak beracun atau tidak toksik, akan tetapi daya pencemarannya sebelum treatment of pome cukup tinggi diakibatkan oleh kandungan bahan organiknya mempunyai nilai BOD 18.000 sampai 48.000 miligram/ liter. Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai biogas yang telah didapatkan tersebut harus diolah dengan baik dan benar supaya palm oil mill effluent treatment system tidak memicu pencemaran lingkungan. Untuk meminimalisir resiko-resiko di atas, maka dirancanglah suatu tindakan pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pakan ternak menggunakan sistem kolam yang setelahnya dapat juga dipakai untuk lahan.
Kali ini kami tidak membahas mengenai pengolahan limbah cair kelapa sawit menjadi biogas, melainkan pengolahan untuk limbah cair sistem kolam serta palm oil mill effluent treatment process dilakukan melalui beberapa langkah seperti di bawah ini:
– kolam pendinginan C, supaya proses pengolahan limbah cair kelapa
sawit mempunyai temperatur atau suhu 75 hingga 90°C.
– Kolam pengasaman. Pada tahap ini akan terjadi proses penurunan pH
serta pembentukan CO
 atau karbon dioksida. Proses ini dilakukan
selama hampir 30 hari lamanya.
– Kolam pembiakan bakteri. Di tahap ini terjadi proses pembiakan bakteri
yang fungsinya membentuk gas karbon dioksida, methana serta pH yang
meningkat. Proses mulai dari pembiakan bakteri sampai limbah siap
diaplikasikan membutuhkan waktu antara 30 hingga 40 hari lamanya.
Selanjutnya pengolahan limbah pabrik kelapa sawit dilanjutkan dengan mengalirkannya ke fat pit. Di dalam fat pit akan terjadi pemanasan menggunakan steam yang berasal dari BPV. Limbah ini lalu dialirkan menuju kolam cooling pond yang berfungsi mendinginkan limbah panas. Kemudian limbah akan dialirkan ke kolam anaerobic 1, 2, 3. Di kolam ini limbah mengalami perlakuan biologis menggunakan bakteri metagonik. Unsur organik limbah cair dipakai bakteri sebagai makanannya dalam proses pengubahan menjadi bahan biogas dari limbah cair kelapa sawit yang aman bagi lingkungan. Halini ditandai dengan penurunan angka BOD serta pH meningkat minimal 6. Tebal scum kolam anaerobic tidak boleh lebih dari 25 cm agar bakteri bekerja maksimal.
Pengolahan limbah kelapa sawit selanjutnya dimasukkan dalam maturity pond, fungsinya sebagai pematangan limbah. Di kolam ini tersedia pompa yang mensirkulasikan limbah kembali ke kolam anaerobic. Tahap selanjutnya cara pengolahan limbah kelapa sawit menjadi pupuk organik,
limbah masuk ke kolam aplikasi sebagai tempat pembuangan akhir. Limbah dalam tahap ini dipergunakan sebagai pupuk tanaman kelapa sawit.
Tersedia beberapa pilihan pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit setelah pembuatan biogas dari limbah cair kelapa sawit di kolam (IPAL) yaitu dibuang ke badan sungai maupun diterapkan pada tanaman kelapa sawit. Tentunya pembuangan limbah cair menuju badan sungai dapat dilakukan melalui syarat pemenuhan baku mutu yang sudah dipastikan melalui peraturan undang-undang.
Pembuangan limbah ini sudah tentu memiliki kelemahan antara lain:
cara pengolahan limbah kelapa sawit hingga layak dibuang ke badan sungai, di bawah 100 ppm dapat dilakukan secara teknis. Hanya saja kekurangannya membutuhkan teknologi tinggi serta biaya yang besar selain itu waktu retensi efluent yang cukup panjang di kolam pengelolaan.
Salah satu kelemahan pembuangan limbah ini:
a. Tidak ada nilai tambah atau keuntungan untuk lingkungan maupun
untuk perusahaan
b. Bagi sebagian orang dan masyarakat menjadi potensi pemicu konflik
masyarakat karena perusahaan atau pabrik kelapa sawit yang
membuang limbah ke badan sungai merupakan tindakan berbahaya
meskipun limbah angka BOD nya di bawah 100 ppm.
Metode lain yang bisa menjadi alternatif untuk mengelola efluent dengan cara mengaplikasikan pada area tanaman kelapa sawit, limbah cair kelapa sawit sebagai pupuk serta air irigasi.  Banyak lembaga riset dan penelitian melaporkan efluent mengandung banyak zat hara dan bisa menjadi potensi menanggulangi kelangkaan pupuk saat musim kemarau berkepanjangan dan juga harga pupuk impor yang melambung tajam. Selain itu ada pemanfaatan limbah cair kelapa sawit menjadi biogas yang aman dan hemat.
Pemanfaatan limbah cair kelapa sawit dengan cara land application menjadi hal rutin diadakan di perkebunan besar dengan hasil baik, produksi kelapa sawit bisa meningkat tanpa memunculkan resiko negatif terhadap lingkungan.

Potensi Limbah Kelapa Sawit Indonesia

Kelapa sawit mulai dari buah, pelepah, batang, dan limbahnya, dapat diolah menjadi  berbagai macam produk. Pada proses pengolahan TBS akan dihasilkan CPO, kernel, tandan kosong, mesocarp fiber, cangkang, dan Palm Oil Mills Effluent(POME). Pada industri refinery akan dihasilkan RBDPO dan PFAD, pada tahap fraksinasi akan dihasilkan olein dan stearin. Pada industri Kernel Crushing Plant akan dihasilkan Palm Kernel Oil(PKO) dan Palm Kernel Meal(PKM).
Proses pengolahan pengolahan Tandan Buah Segar kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO)  akan menghasilkan limbah padat dan limbah cair. Khusus berkaitan dengan limbah yang dihasilkan dari hasil pengolahan PKS, diperlukan penanganan dan pemanfaatan kembali produk hasil samping yang dihasilkan agar tidak menjadi beban lingkungan.Dari satuton tandan buah segar yang diolah akan dihasilkan limbah cair POME sebanyak 583 kg. Limbah padat yang dihasilkan adalah MF dan cangkang sebanyak 144 kg dan 64 kg, serta  210 kg TKKS (kadar air 65%). Selain itu juga dihasilkan limbah emisi gas dari boiler dan incenerator.
Produksi limbah padat dan limbah cair dari pabrik pengolahan kelapa sawit Indonesia kecenderunganyang meningkat, hal ini berbanding lurus dengan peningkatan produksi tandan buah segar (TBS) dan luas areal perkebunan kelapa sawit.Berdasarkan neraca massa kelapa sawit, maka diperkirakan produksi limbah padat kelapa sawit pada tahun 2017 adalah produksi mesocarp fibresebanyak 20 juta ton, cangkang sebanyak 9 jutaton, tandan kosong sebanyak 31 jutaton.
Saat ini biomassa kelapa sawit seperti pelepah, batang, cangkang, serat mesocarp, tandan kosong kelapa sawit dan PKM, sudah dimanfaatkan, namun pemanfaatannya belum optimal, yaitu :
·         EFB(tandan kosong sawit) dan pelepah sebagai mulsa di kebun
·         Limbah cair untuk biogas dan land application
·         Limbah cair dan EFB untuk pupuk kompos
·         EFB , serat mesokarp, dan shell (cangkang) untuk biomass
·         PKM sudah dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak
Dalam rangka mengupayakan pemanfaatan biomassa kelapa sawit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui Program Penelitian dan Pengembangan telah mendanai beberapa penelitian yang potensial, diantaranya adalah pengolahan tandan kosong kelapa sawit menjadi biokomposit untuk helm, bahan baku polyester, bioplastik, bio oil/bio gas dan dimetil-eter (DME) untuk subtitusi LPG, kayu sawit sebagai sandwich laminated lumber dan glukosa pati serta asam laktat.
·         Penelitian pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) telah menghasilkan serat pendek dan mikropartikel TKKS yang digunakan sebagai filler polimer akrilonitril butadiena stirena (ABS) dan dicetak menjadi helm sepeda motor yang memiliki sifat fisismekanis yang lulus standarisasi SNI.
·         Pengembangan teknologi dan proses produksi biji bioplastik dari selulosa TKKS telah menghasilkan beberapa formulasi bioplastik dengan kandungan selulosa sampai dengan 75%.
·         Pengembangan sistem gasifikasi biomassa sawit juga telah berhasil untuk memproduksi biodiesel dan dimetil-eter (DME) yang dapat digunakan sebagai substitusi parsial elpiji pada masa mendatang.
·         Fraksionasi dan isolasi TKKS dengan telah berhasil menghasilkan Bio-BTX dari fraksi lignin dan bio-etanol dari fraksi gula. Senyawa BTXmerupakan bahan mentah industri polimer dan plastik yang hingga saat ini masih diproduksi dari minyak bumi
·         Penelitian pemanfaatan batang kelapa sawit telah menghasilkan sandwich laminated lumbersebagai bahan baku untuk furniture yang dapat meningkatkan nilai tambah batang kelapa sawit hasil replanting
·         Pemanfaatan cairan (sap) batang kelapa sawit tua yang terdiri dari sebagian besar glukosa dan pati telah dapatdikonversikan menjadi berbagai bahan bermanfaat seperti glukosa, pati, etanol dan asam laktat dan energi.
PREVIOUS ARTICLE





0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger