Minyak kelapa sawit (CPO) saat ini adalah sumber
minyak nabati terbesar di dunia. Menurut laporan oil world pada tahun 2011,
Minyak kelapa sawit memberikan andil sekitar 27% atau 46 juta ton terhadap
total minyak nabati di dunia. Produksi minyak nabati berikutnya diikuti oleh
soybean, rapeseed dan sunflower. Sementara itu, sebagai negara dengan paling
besar penghasil minyak kelapa sawit adalah Indonesia. Pabrik kelapa sawit (PKS)
yang berjumlah lebih dari 640 di seluruh Indonesia memproduksi CPO sekitar 23
juta ton atau 46% dari total produksi CPO di dunia (Oil world, 2011).
Proses produksi CPO memiliki beberapa
tahap, proses dimulai dari tahap penerimaan tandan sawit segar (TBS) yang
dilakukan di loading ramp. Tahap berikutnya adalah sterilisasi, yaitu perebusan
buah dengan steam.Steam yang digunakan bertekanan 3 kg/cm2dansuhu 140oC selama
75-90 menit. Setelah sterilisasi, buah dipisahkan dari tandan. Tahap ini
dikenal sebagai pemipilan atau treshing. Buah yang telah dipisahkan dari tandan
dilumatkan menggunakan steam pada suhu 90oC dengan menggunakan digester. Pada
tahap berikutnya, minyak diekstrak dari serat. Proses terakhir adalah
pemurnian. Selain menghasilkan CPO, PKS juga menghasilkan minyak inti kelapa
sawit (PKO).
Untuk menghasilkan CPO, PKS juga
menghasilkan limbah. Seperti yang dapat dilihat pada gambar 2. Limbah yang
keluar dari PKS berbentuk padatan, gas, dan cair. Limbah yang keluar dari PKS
sebenarnya belum bisa dikatakan 100% sebagai limbah, lebih tepat dikatakan
produk samping atau side product.
Limbah padat yang keluar dari PKS
meliputi tandan kosong (tankos) dengan persentase sekitar 23% terhadap TBS, abu
boiler (sekitar 0.5% terhadap TBS), serat (sekitar 13.5% terhadap TBS) dan
cangkang (sekitar 5.5% terhadap TBS). Limbah padat yang keluar dari PKS umumnya
tidak memerlukan penanganan yang rumit. Limbah padat dapat digunakan lagi
sebagai bahan bakar, pupuk, pakan ternak, dan juga bisa dijual untuk
menghasilkan pendapatan tambahan.
Serat, cangkang dan tankos bisa
digunakan sebagai bahan bakar. Abu boiler dapat diaplikasikan langsung sebagai
sumber pupuk kalium, tankos sebagai pupuk dengan cara menjadikan mulsa dan
pengomposan. Ampas inti digunakan sebagai pakan ternak.
Terdapat dua sumber pencemaran gas yang
keluar dari PKS yaitu boiler yang menggunakan serat dan cangkang sebagai bahan
bakar dan juga incinerator yang membakar tankos untuk mendapatkan abu kalium.
Pada saat ini incinerator sudah mulai ditinggalkan.
Limbah yang menjadi perhatian di PKS
adalah limbah cair atau yang lebih dikenal dengan POME (palm oil mill
effluent). POME ialah air buangan yang dihasilkan oleh pabrik kelapa sawit
utamanya berasal kondensat rebusan, air hidrosiklon, dan sludge separator.
Setiap ton TBS yang diolah akan terbentuk sekitar 0,6 hingga 1 m3 POME. POME
kaya akan karbon organik dengan nilai COD lebih 40 g/L dan kandungan nitrogen
sekitar 0,2 dan 0,5 g/L sebagai nitrogen ammonia dan total nitrogen.
Karakteristik POME ditunjukan pada tabel 1. Sumber POME berasal dari unit
pengolahan yang berbeda, terdiri dari:
- 60% dari total POME berasal dari stasiun
klarifikasi
- 36% dari total POME berasal dari stasiun rebusan
- 4 % dari total POME berasal stasiun inti.
Teknologi Pengelolaan POME
Teknologi pengelolaan POME umumnya
dengan menggunakan teknologi kolam terbuka yang terdiri dari kolam anaerobik,
fakultatif dan aerobik dengan total waktu retensi sekitar 90-120 hari.
Teknologi kolam terbuka ini memerlukan lahan yang luas (5-7 ha), biaya
pemeliharaan yang cukup besar dan menghasilkan emisi gas metana ke udara bebas.
Saat ini pengelolaan POME dengan hanya
menggunakan kolam terbuka mulai dianggap kurang efisien dan kurang ramah
lingkungan. Para pemilik atau pengelolan PKS sudah mulai merubah dengan
memodifikasi kolam yang ada dengan teknologi pengelolaan lainnya. Ada beberapa
teknologi pengolahan POME yang baru saat ini, diantara teknologi yang baru itu
adalah membran dan terakhir terdengar dengan elektrokoagulasi. Munculnya atau
adanya perkembangan teknologi pengelolaan POME ini disebabkan oleh beberapa
maksud dan tujuan tertentu.
Beberapa tujuan itu adalah:
- Mendapatkan teknologi yang lebih ramah lingkungan
(environmental friendly). Teknologi ini umumnya adalah menghindari gas
rumah kaca khususnya gas metana lepas ke atmosfer.
- Mendapatkan nilai tambah secara ekonomi (economic
benefit). Teknologi ini dilakukan dengan cara mendapatkan produk baru yang
dapat dijual dengan memanfaatkan POME.
- Memudahkan operasional pengelolaan, terutama
kepada para pekerja di PKS.
- Keterbatasan lahan di area PKS untuk menggunakan
sistem kolam terbuka (limited area).
- Faktor teknologi proses di PKS. Faktor ini adalah
terkait dengan adanya modifikasi teknologi proses pada pengolahan TBS di
PKS, atau adanya teknologi proses yang baru. Perbedaan proses itu terutama
terkait dengan penggunaan alat proses yang baru. Contoh dalam faktor ini
adalah perubahan teknologi sterilisasi, klarifikasi dan sebagainya.
Perubahan alat proses membawa dampak pada perubahan kualitas, kuantitas
dan jenis limbah yang dihasilkan di PKS.
6.Mendapatkan sumber energi.
Dari beberapa tujuan diatas, saat ini
terdapat beberapa teknologi pengelolaan POME selain sistem kolam terbuka.
Adapun teknologi itu diantaranya adalah:
- Pengelolaan aerob dengan menggunakan kolam
aerobic (aerobic pond). Teknologi ini digunakan untuk menghindari
terbentuknya gas metan. Teknologi ini jarang digunakan karena memerlukan
tenaga yang besar untuk menggerakkan aerator.
- Teknologi pengeringan (drying process), teknologi
ini tidak sesuai karena memerlukan biaya dan energi yang besar untuk
menguapkan air dalam POME.
- Aplikasi tanah (land application), sistem ini
tidak disarankan karena memerlukan biaya yang cukup besar. Selain itu
teknologi ini masih memerlukan kolam tanpa udara dan masih menghasilkan
gas metan.
- Penggunaan tandan kosong kelapa sawit menjadi
kompos, POME digunakan sebagai bahan penyiram pada proses pengomposan
tandan kosong kelapa sawit seperti pada Gambar 3. Teknologi ini bagus
untuk dilaksanakan. Teknologi ini memerlukan sedikit investasi yang tinggi
tetapi mendapat keuntungan dengan hasil penjualan kompos.
- Penggunaan POME untuk menghasilkan energi.
Teknologi untuk menghasilkan energi adalah dengan cara menangkap gas
metana. Teknologi penangkapan gas metana ada yang membangun tangki (biogas
reactor) baru yang berada diatas permukaan (Gambar 4) atau dengan menutup
kolam limbah yang ada dengan menggunakan penutup dengan bahan parasut
tebal (covered lagoon).
Selain menghasilkan gas Metana sebagai
energi, saat ini POME juga dilaporkan dapat menghasilkan gas Hidrogen sebagai
energi. POME menghasilkan gas hidrogen dengan menggunakan teknologi
elektrokoagulasi.
PENUTUP
Teknologi pengolahan limbah kelapa sawit
saat ini sudah bermacam-macam dan memiliki tujuan yang berlainan. Ada teknologi
yang mengharuskan untuk berinvestasi lebih, tetapi akan mendapatkan keuntungan
dari penjualan produk ataupun hasil dari teknologi pengolahan limbah tersebut.
Masing-masing teknologi memiliki kelebihan dan kelemahan. Oleh karena itu, jika
kita ingin memilih teknologi mana yang akan digunakan haruslah disesuaikan dengan
kondisi PKS dan juga kemampuan finansial.
Ada
begitu banyak limbah cair yang dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit. Jika
limbah kelapa sawit ini dikelola dengan baik dan benar maka investasi
pengolahan limbah cari PKS ini adalah salah satu investasi yang menguntungkan.
Ada satu masalah yang penting untuk diperhatikan yaitu beban pencemaran atau
limbah yang dihasilkan jika pelaksanaan pengolahan limbah kelapa sawit
menjadi biogas tidak tepat. Adapun setiap ton dari tandan buah kelapa
sawit segar yang sudah diolah akan menghasilkan 50% kandungan limbah cair
kelapa sawit daripada sejumlah total limbah lainnya. Untuk tandan yang
sudah kosong sebanyak 23% limbah cair pabrik kelapa sawit. Setiap satu ton
CPO bisa menghasilkan limbah cair hingga 5 ton, dengan jumlah BOD nya 20.000
sampai 60.000 mg/l.
Limbah
yang sudah dihasilkan Pabrik Kelapa Sawit atau PKS terdiri dari limbah
cair kelapa sawit serta padat. Limbah padat pabrik kelapa
sawitmenyerupai cangkang serta fiber yang dipakai untuk pemanfaatan limbah
padat kelapa sawit menjadi bahan bakar boiler maupun cair biogas dari
limbah kelapa sawit, serta tandan kosong dipergunakan kembali untuk pupuk
(mulsa) bagi tanaman.
Berdasarkan jurnal
pengolahan limbah kelapa sawit dan makalah limbah pabrik kelapa
sawit, strategi pengelolaan lingkungan terutama limbah pabrik kelapa
sawit awal mulanya didasarkan pada pendekatan kapasitas daya dukung atau
yang biasa disebut dengan carrying capacity approach. Adanya keterbatasan
tentang daya dukung secara ilmiah pada lingkungan untuk menetralisir pencemaran
menyebabkan strategi mengelola pencemaran jurnal pemanfaatan limbah kelapa
sawit akan berkembang menuju arah pendekatan pengelolaan limbah yang sudah
terbentuk menjadi biogas kelapa sawit.
Cara
pengolahan limbah padat kelapa sawit yang telah dihasilkan tetapi
tidak mengikuti standar yang telah ditetapkan serta tidak bisa diaplikasikan
langsung karena dapat memberikan dampak untuk pencemaran lingkungan.
Parameter pemanfaatan limbah pabrik kelapa sawit yang bisa menjadi
indikator kontrol pembuangan antara lain BOD atau Biological Oxygen Demand.
Arti dari angka BOD yaitu suatu angka yang menunjukkan kebutuhan oksigen.
Apabila air limbah kandungan BODnya tinggi dan dibuang ke sungai, sudah dapat
dipastikan oksigen di dalam sungai akan dihisap material organik, dan makhluk
hidup yang mendiami tempat tersebut akan kekurangan oksigen.
Angka
chemical oxygen demand atau disebut dengan COD merupakan angka yang
menampilkan karakteristik limbah cair kelapa sawit apa bisa
dioksidasi secara kimiawi atau tidak. Fungsi pengolahan limbah
serta manfaat limbah cair kelapa sawit antara lain untuk membantu
menetralisir parameter serta indikator limbah yang terdapat di cairan limbah
serta menstabilkan harga limbah sawit sebelum siap diaplikasikan.
Mutu pengolahan limbah padat kelapa sawit yang bisa dialirkan ke
sungai antara lain angka BOD 3.500 sampai 3.000 miligram/liter, lemak dan
minyak kurang dari atau sama dengan 600 miligram/ liter, serta ph nya lebih
dari atau sama dengan 6.
Limbah
cair kelapa sawit asalnya dari suatu kondensat, stasiun klarifikasi serta
hidrocyclone, nama lainnya adalah Palm Oil Mill Effluent (POME). POME
sebenarnya adalah sisa buangan yang tidak beracun atau tidak toksik, akan
tetapi daya pencemarannya sebelum treatment of pome cukup tinggi
diakibatkan oleh kandungan bahan organiknya mempunyai nilai BOD 18.000 sampai
48.000 miligram/ liter. Pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai biogas yang telah didapatkan tersebut harus diolah dengan baik
dan benar supaya palm oil mill effluent treatment system tidak memicu
pencemaran lingkungan. Untuk meminimalisir resiko-resiko di atas, maka
dirancanglah suatu tindakan pemanfaatan limbah kelapa sawit sebagai pakan
ternak menggunakan sistem kolam yang setelahnya dapat juga dipakai untuk
lahan.
Kali
ini kami tidak membahas mengenai pengolahan limbah cair kelapa sawit
menjadi biogas, melainkan pengolahan untuk limbah cair sistem kolam
serta palm oil mill effluent treatment process dilakukan melalui
beberapa langkah seperti di bawah ini:
–
kolam pendinginan C, supaya proses pengolahan limbah cair kelapa
sawit mempunyai temperatur atau suhu 75 hingga 90°C.
sawit mempunyai temperatur atau suhu 75 hingga 90°C.
–
Kolam pengasaman. Pada tahap ini akan terjadi proses penurunan pH
serta pembentukan CO2 atau karbon dioksida. Proses ini dilakukan
selama hampir 30 hari lamanya.
serta pembentukan CO2 atau karbon dioksida. Proses ini dilakukan
selama hampir 30 hari lamanya.
–
Kolam pembiakan bakteri. Di tahap ini terjadi proses pembiakan bakteri
yang fungsinya membentuk gas karbon dioksida, methana serta pH yang
meningkat. Proses mulai dari pembiakan bakteri sampai limbah siap
diaplikasikan membutuhkan waktu antara 30 hingga 40 hari lamanya.
yang fungsinya membentuk gas karbon dioksida, methana serta pH yang
meningkat. Proses mulai dari pembiakan bakteri sampai limbah siap
diaplikasikan membutuhkan waktu antara 30 hingga 40 hari lamanya.
Selanjutnya pengolahan
limbah pabrik kelapa sawit dilanjutkan dengan mengalirkannya ke fat pit.
Di dalam fat pit akan terjadi pemanasan menggunakan steam yang berasal dari
BPV. Limbah ini lalu dialirkan menuju kolam cooling pond yang berfungsi
mendinginkan limbah panas. Kemudian limbah akan dialirkan ke kolam anaerobic 1,
2, 3. Di kolam ini limbah mengalami perlakuan biologis menggunakan bakteri
metagonik. Unsur organik limbah cair dipakai bakteri sebagai makanannya dalam
proses pengubahan menjadi bahan biogas dari limbah cair kelapa
sawit yang aman bagi lingkungan. Halini ditandai dengan penurunan angka
BOD serta pH meningkat minimal 6. Tebal scum kolam anaerobic tidak boleh lebih
dari 25 cm agar bakteri bekerja maksimal.
Pengolahan
limbah kelapa sawit selanjutnya dimasukkan dalam maturity pond, fungsinya
sebagai pematangan limbah. Di kolam ini tersedia pompa yang mensirkulasikan
limbah kembali ke kolam anaerobic. Tahap selanjutnya cara pengolahan
limbah kelapa sawit menjadi pupuk organik,
limbah masuk ke kolam aplikasi sebagai tempat pembuangan akhir. Limbah dalam tahap ini dipergunakan sebagai pupuk tanaman kelapa sawit.
limbah masuk ke kolam aplikasi sebagai tempat pembuangan akhir. Limbah dalam tahap ini dipergunakan sebagai pupuk tanaman kelapa sawit.
Tersedia
beberapa pilihan pengolahan limbah cair pabrik
kelapa sawit setelah pembuatan biogas dari limbah cair kelapa
sawit di kolam (IPAL) yaitu dibuang ke badan sungai maupun diterapkan pada
tanaman kelapa sawit. Tentunya pembuangan limbah cair menuju badan sungai dapat
dilakukan melalui syarat pemenuhan baku mutu yang sudah dipastikan melalui
peraturan undang-undang.
Pembuangan
limbah ini sudah tentu memiliki kelemahan antara lain:
cara pengolahan limbah kelapa sawit hingga layak dibuang ke badan sungai, di bawah 100 ppm dapat dilakukan secara teknis. Hanya saja kekurangannya membutuhkan teknologi tinggi serta biaya yang besar selain itu waktu retensi efluent yang cukup panjang di kolam pengelolaan.
cara pengolahan limbah kelapa sawit hingga layak dibuang ke badan sungai, di bawah 100 ppm dapat dilakukan secara teknis. Hanya saja kekurangannya membutuhkan teknologi tinggi serta biaya yang besar selain itu waktu retensi efluent yang cukup panjang di kolam pengelolaan.
Salah
satu kelemahan pembuangan limbah ini:
a. Tidak ada nilai tambah atau keuntungan untuk lingkungan maupun
untuk perusahaan
b. Bagi sebagian orang dan masyarakat menjadi potensi pemicu konflik
masyarakat karena perusahaan atau pabrik kelapa sawit yang
membuang limbah ke badan sungai merupakan tindakan berbahaya
meskipun limbah angka BOD nya di bawah 100 ppm.
a. Tidak ada nilai tambah atau keuntungan untuk lingkungan maupun
untuk perusahaan
b. Bagi sebagian orang dan masyarakat menjadi potensi pemicu konflik
masyarakat karena perusahaan atau pabrik kelapa sawit yang
membuang limbah ke badan sungai merupakan tindakan berbahaya
meskipun limbah angka BOD nya di bawah 100 ppm.
Metode
lain yang bisa menjadi alternatif untuk mengelola efluent dengan cara
mengaplikasikan pada area tanaman kelapa sawit, limbah cair kelapa sawit
sebagai pupuk serta air irigasi. Banyak lembaga riset dan penelitian
melaporkan efluent mengandung banyak zat hara dan bisa menjadi potensi
menanggulangi kelangkaan pupuk saat musim kemarau berkepanjangan dan juga harga
pupuk impor yang melambung tajam. Selain itu ada pemanfaatan limbah cair
kelapa sawit menjadi biogas yang aman dan hemat.
Pemanfaatan
limbah cair kelapa sawit dengan cara land application menjadi hal rutin
diadakan di perkebunan besar dengan hasil baik, produksi kelapa sawit bisa
meningkat tanpa memunculkan resiko negatif terhadap lingkungan.
Potensi
Limbah Kelapa Sawit Indonesia
Kelapa
sawit mulai dari buah, pelepah, batang, dan limbahnya, dapat diolah
menjadi berbagai macam produk. Pada proses pengolahan TBS akan dihasilkan
CPO, kernel, tandan kosong, mesocarp fiber, cangkang, dan Palm Oil Mills Effluent(POME).
Pada industri refinery akan dihasilkan RBDPO dan PFAD, pada tahap fraksinasi
akan dihasilkan olein dan stearin. Pada industri Kernel Crushing Plant akan
dihasilkan Palm Kernel Oil(PKO)
dan Palm Kernel Meal(PKM).
Proses pengolahan pengolahan Tandan Buah Segar
kelapa sawit menjadi Crude Palm Oil (CPO) akan menghasilkan limbah padat
dan limbah cair. Khusus berkaitan dengan limbah yang dihasilkan dari hasil
pengolahan PKS, diperlukan penanganan dan pemanfaatan kembali produk hasil
samping yang dihasilkan agar tidak menjadi beban lingkungan.Dari satuton tandan
buah segar yang diolah akan dihasilkan limbah cair POME sebanyak 583 kg. Limbah
padat yang dihasilkan adalah MF dan cangkang sebanyak 144 kg dan 64 kg, serta
210 kg TKKS (kadar air 65%). Selain itu juga dihasilkan limbah emisi gas
dari boiler dan incenerator.
Produksi
limbah padat dan limbah cair dari pabrik pengolahan kelapa sawit Indonesia
kecenderunganyang meningkat, hal ini berbanding lurus dengan peningkatan
produksi tandan buah segar (TBS) dan luas areal perkebunan kelapa
sawit.Berdasarkan neraca massa kelapa sawit, maka diperkirakan produksi limbah
padat kelapa sawit pada tahun 2017 adalah produksi mesocarp fibresebanyak 20 juta
ton, cangkang sebanyak 9 jutaton, tandan kosong sebanyak 31 jutaton.
Saat ini biomassa kelapa sawit seperti pelepah,
batang, cangkang, serat mesocarp, tandan kosong kelapa sawit dan PKM, sudah
dimanfaatkan, namun pemanfaatannya belum optimal, yaitu :
·
EFB(tandan
kosong sawit) dan pelepah sebagai mulsa di kebun
·
Limbah
cair untuk biogas dan land
application
·
Limbah
cair dan EFB untuk pupuk kompos
·
EFB
, serat mesokarp, dan shell (cangkang) untuk biomass
·
PKM
sudah dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak
Dalam rangka mengupayakan pemanfaatan biomassa
kelapa sawit Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) melalui
Program Penelitian dan Pengembangan telah mendanai beberapa penelitian yang
potensial, diantaranya adalah pengolahan tandan kosong kelapa sawit menjadi
biokomposit untuk helm, bahan baku polyester, bioplastik, bio oil/bio gas dan
dimetil-eter (DME) untuk subtitusi LPG, kayu sawit sebagai sandwich laminated
lumber dan glukosa pati serta asam laktat.
·
Penelitian
pemanfaatan tandan kosong kelapa sawit (TKKS) telah menghasilkan serat pendek
dan mikropartikel TKKS yang digunakan sebagai filler polimer akrilonitril
butadiena stirena (ABS) dan dicetak menjadi helm sepeda motor yang memiliki
sifat fisismekanis yang lulus standarisasi SNI.
·
Pengembangan
teknologi dan proses produksi biji bioplastik dari selulosa TKKS telah
menghasilkan beberapa formulasi bioplastik dengan kandungan selulosa sampai
dengan 75%.
·
Pengembangan
sistem gasifikasi biomassa sawit juga telah berhasil untuk memproduksi
biodiesel dan dimetil-eter (DME) yang dapat digunakan sebagai substitusi parsial
elpiji pada masa mendatang.
·
Fraksionasi
dan isolasi TKKS dengan telah berhasil menghasilkan Bio-BTX dari fraksi lignin
dan bio-etanol dari fraksi gula. Senyawa BTXmerupakan bahan mentah industri
polimer dan plastik yang hingga saat ini masih diproduksi dari minyak bumi
·
Penelitian
pemanfaatan batang kelapa sawit telah menghasilkan sandwich laminated lumbersebagai
bahan baku untuk furniture yang dapat meningkatkan nilai tambah batang kelapa
sawit hasil replanting
·
Pemanfaatan
cairan (sap) batang kelapa sawit tua yang terdiri dari sebagian besar glukosa
dan pati telah dapatdikonversikan menjadi berbagai bahan bermanfaat seperti
glukosa, pati, etanol dan asam laktat dan energi.
0 komentar:
Posting Komentar