Ilmu tanah adalah pengkajian terhadap tanah sebagai sumber daya alam. Dalam ilmu ini dipelajari berbagai aspek tentang tanah,
seperti pembentukan, klasifikasi, pemetaan, berbagai karakteristik fisik,
kimiawi, biologis, kesuburannya, sekaligus mengenai pemanfaatan dan
pengelolaannya. Tanah adalah lapisan yang menyeliputi bumi antara litosfer
(batuan yang membentuk kerak bumi) dan atmosfer. Tanah menjadi tempat tumbuh tumbuhan
dan mendukung kehidupan hewan dan manusia.
Ilmu tanah dipelajari oleh berbagai
bidang ilmu pengetahuan, seperti ilmu-ilmu keteknikan (rekayasa), agronomi/pertanian, kimia, geologi, geografi, ekologi, biologi
(termasuk cabang-cabangnya), ilmu sanitasi, arkeologi,
dan perencanaan wilayah.
Akibat banyaknya pendekatan untuk mengkaji tanah, ilmu tanah bersifat
multidisiplin dan memiliki sisi ilmu murni maupun ilmu terapan.
Ilmu tanah dibagi menjadi dua cabang
utama: pedologi
dan edafologi.
Pedologi mempelajari tanah sebagai objek geologi. Edafologi, atau ilmu
kesuburan tanah, mempelajari tanah sebagai benda pendukung kehidupan. Keduanya
menggunakan alat-alat dan sering kali juga metodologi yang sama dalam
mempelajari tanah, sehingga muncul pula disiplin ilmu seperti fisika tanah,
kimia tanah,
biologi tanah (atau ekologi tanah), serta ilmu konservasi tanah. Karena
tanah juga memiliki aspek ketataruangan dan sipil,
berkembang pula disiplin seperti mekanika tanah, pemetaan (kartografi), geodesi
dan survai tanah, serta pedometrika
atau pedostatistika. Penggunaan informatika juga melahirkan beberapa ilmu
campuran seperti geomatika.
Sejarah
ilmu tanah di Indonesia
Ilmu tanah di Indonesia Pertama
diajarkan di Fakultas Pertanian Universitas Indonesia (merupakan kelanjutan dari Landbouw Hogeschool yang
didirikan 1940, selanjutnya menjadi Institut
Pertanian Bogor) oleh staf pengajar berkebangsaan
Belanda, seperti Prof. Dr. Ir. F.A. van Baren (pakar agrogeologi dan
mineralogi) dan Prof. Dr. H.J. Hardon (pakar ilmu tanah dan kesuburan tanah).
Mereka kemudian digantikan oleh Drs. F.F.F.E. van Rummelen dan Dr. J. van
Schuylenborgh. Akibat nasionalisasi, sejak tahun 1957 digantikan oleh Drs.
Manus dan Dr. Ir. Tan Kim Hong. Penelitian tanah di Indonesia mulai saat Indonesia masih
dalam kekuasaan kolonial Belanda oleh Dr. E.C.Jul. Mohr (1873–1970). Dr. Mohr
yang bertugas di Indonesia sebagai kepala Laboratorium Voor Agrogeologie en
Grond Onderzoek di Bogor (sekarang menjadi Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat) telah menjalankan survai di Indonesia sejak tahun 1920. Ia
menerbitkan buku pentingnya tahun 1933[1].
Buku tersebut memaparkan iklim dan komposisi tanah di berbagai tempat di Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Timor, Papua, Maluku, Halmahera, Kalimantan,
dan Sulawesi.
Versi yang disempurnakan diedarkan kembali pada tahun 1972[2].
Buku ini masih menjadi rujukan bagi pakar tanah di daerah tropika sampai
sekarang.
0 komentar:
Posting Komentar