KGI-PALM KAMI MENGERTI NILAI HIDUP , PENYEDIA PALM OIL GO GREEN

Selasa, 20 Januari 2015

Pengangkutan tbs ke pabrik

ABSTRAK
Salah satu hal yang menjadi fokus perhatian di berbagai bidang saat ini adalah berkaitan dengan upaya untuk mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Oleh karenanya perlunya mempertimbangkan dampak pembangunan ekonomi terhadap semakin menipisnya persediaan sumber daya alam maupun terhadap semakin memburuknya kualitas lingkungan hidup yang pada gilirannya akan membuat kehidupan manusia menjadi kurang sejahtera karena kehidupan ini menjadi semakin mahal dan tidak menyenangkan.
Pada giliran selanjutnya lingkungan hidup yang semakin jelek akan merupakan biaya pembangunan karena harus disediakan dana khusus untuk menanggulangi atau mengurangi pencemaran lingkungan dan habisnya sumber daya alam, agar pembangunan ekonomi dapat berjalan terus secara lestari dan berkesinambungan. Oleh karena itu, sebelum suatu proyek dilaksanakan, harus disusun terlebih dahulu suatu studi yang meneliti mengenai kelayakan (feasibility) dikembangkannya suatu proyek. Pada dasarnya studi kelayakan tersebut meliputi kelayakan teknis, finansial, ekonomi, politis dan sosial serta dampak proyek terhadap kondisi dan kualitas lingkungan hidup yang dikenal dengan istilah AMDAL.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dampak usulan Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit oleh PT. Sawindo Cemerlang terhadap komponen lingkungan hidup terdapat enam komponen terkena dampak negatif dan tiga parameter terkena dampak positif. Dampak-dampak tersebut adalah: (1) dampak negatif meliputi: (a) kualitas air; (b) erosi dan sedimentasi; (c) keanekaragaman flora dan fauna; (d) kebakaran lahan; (e) kerusakan infrastruktur; dan (f) keselamatan kerja; serta (2) dampak positif meliputi: (a) kepemilikan dan penguasaan lahan; (b) kesempatan kerja dan berusaha; dan (c) peningkatan taraf hidup masyarakat.
Kata kunci: AMDAL, perkebunan kelapa sawit, kabupaten banggai


PENDAHULUAN
Seiring pelaksanaan otonomi daerah, maka peran daerah dalam rangka pengembangan dan pemanfaatan potensi sumberdaya wilayah sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, dimana pemerintah pusat lebih berperan sebagai koordinator dan mengawasi pelaksanaan otonomi daerah. Kegiatan pembangunan, pemanfaatan sumberdaya alam, penggalian sumber-sumber ekonomi sepenuhnya menjadi tanggung jawab daerah termasuk sistem anggaran belanja daerah.
Upaya pengembangan wilayah termasuk pemungutan penerimaan asli daerah (PAD) yang merupakan sumber pemasukan daerah untuk menunjang kegiatan pemerintahan, pembangunan dan juga ekonomi masyarakat, sangat memerlukan adanya kegiatan ekonomi yang sehat. Untuk itu sumber potensi wilayah yang ada seharusnya dimanfaatkan seoptimal mungkin dengan tetap mempertahankan azas pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
1. Latar Belakang Masalah
Kabupaten Banggai merupakan daerah yang mempunyai potensi sumberdaya alam yang cukup potensial khususnya untuk bidang perkebunan kelapa sawit dengan tersedianya lahan serta kondisi agronomis yang cocok untuk budidaya serta potensi akses pemasaran yang mendukung, maka PT. Sawindo Cemerlang sebagai salah satu perusahaan nasional bermaksud untuk melakukan pembangunan perkebunan kelapa sawit yang dilengkapi dengan unit pengolahan kelapa sawit.
PT. Sawindo Cemerlang telah mendapatkan ijin lokasi dari Bupati Banggai berdasarkan Surat Izin Lokasi Nomor: 522.26/110/Disbun tentang Penetapan Izin Lokasi Perkebunan Kelapa Sawit seluas 12.461 Ha yang terletak di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai.
Dalam rangka melaksanakan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan kesadaran bahwa masalah lingkungan adalah tanggung jawab terhadap kepentingan generasi yang akan datang seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 tahun 1999 tentang Analisis Dampak Lingkungan dan sesuai dengan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.
Dalam Pasal 3 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa:
“usaha dan/atau kegiatan yang kemungkinan dapat menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup meliputi: (a) pengubahan bentuk alam dan bentang alam; (b) eksploitasi sumber daya alam baik yang terbaharui maupun yang tak terbaharui ...(f) introduksi jenis tumbuh-tumbuhan, jenis hewan dan jenis jasad renik ...”
Selanjutnya, pada Pasal 3 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 dinyatakan bahwa:
“jenis usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang ditetapkan oleh Menteri setelah mendengar dan memperhatikan saran dan pendapat Menteri lain dan/atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non-Departemen yang terkait.”
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tersebut, maka rencana Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit di Kecamatan Batui wajib melaksanakan kajian lingkungan terhadap rencana usaha dan/atau kegiatan dalam bentuk kajian AMDAL untuk mengkaji dampak yang mungkin timbul, baik dampak positif maupun dampak negatif.
Areal rencana Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit oleh PT. Sawindo Cemerlang seluas 12.461 Ha terletak di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai. Secara geografis areal studi terletak antara 122°18’52’’-122°373’46” Bujur Timur dan 01°07’23”-01°22’44” Lintang Selatan.
Rencana kegiatan Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit oleh PT. Sawindo Cemerlang berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Sulawesi Tengah dan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Banggai, terletak di Kawasan Areal Penggunaan Lain (APL).
Dari luas lahan 12.461 Ha, areal efektif yang akan diperoleh berdasarkan hasil pemetaan kesesuaian lahan dan studi kesuburan tanah diperkirakan akan diperoleh luasan efektif tanaman seluas sekitar 11.917 Ha. Sedangkan luasan areal yang direncanakan akan digunakan sebagai Kawasan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit (PKS) adalah 30 Ha, dengan peruntukan areal pabrik, perkantoran, waduk air proses, kolam pengolahan limbah dan areal terbuka hijau.
Tahapan rencana kegiatan meliputi:
a. Tahap persiapan (prakonstruksi) yang terdiri dari: (1) pengurusan perijinan dan sosialisasi; (2) studi kelayakan; (3) pembebasan lahan; dan (4) pendaftaran peserta program kemitraan;
b. Tahap konstruksi meliputi: (1) mobilisasi alat berat; (2) pembukaan lahan (land clearing); (3) pembangunan sarana dan prasarana dan (4) pembangunan fasilitas penunjang;
c. Tahap operasional
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah penelitian ini adalah: “Apakah dampak penting pembangunan usulan proyek prasarana perkebunan dan pabrik kelapa sawit di Kecamatan Batui Kabupaten Banggai?”
TINJAUAN PUSTAKA
Naess dalam Keraf (2010:2) menyatakan bahwa krisis lingkungan hidup dewasa ini hanya bisa diatasi dengan melakukan perubahan cara pandang dan perilaku manusia terhadap alam secara fundamental dan radikal.
Berkenaan dengan hal tersebut, Fauzi (2010:2) menyatakan bahwa persoalan mendasar sehubungan dengan pengelolaan sumber daya alam adalah bagaimana mengelola sumber daya alam tersebut agar menghasilkan manfaat yang sebesar-besarnya bagi manusia dengan tidak mengorbankan kelestarian sumber daya alam  itu sendiri.
Selanjutnya, Mitchell (2007:198) menyatakan bahwa AMDAL merupakan instrumen pengelolaan lingkungan yang diharapkan dapat mencegah kerusakan lingkungan dan menjamin upaya-upaya konservasi.
1. Pengertian AMDAL
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1986 yang kemudian disempurnkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 1999, analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) adalah kegiatan kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha/kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup, yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha/kegiatan. Kajian ini menghasilkan Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan, Analisis Dampak Lingkungan, Rencana Pengelolaan Lingkungan dan Rencana Pemantauan Lingkungan.
Selanjutnya, Silalahi (2011:29) menyatakan bahwa secara umum Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) didefinisikan sebagai suatu kegiatan studi yang dilakukan untuk mengidentifikasi, memprediksi, meng-interpretasi dan mengkomunikasikan pengaruh suatu rencana kegiatan terhadap lingkungan.
2. Kriteria dan Prosedur Penyusunan AMDAL
AMDAL merupakan salah satu alat pengambilan keputusan untuk memper-timbangkan akibat yang mungkin ditimbulkan oleh suatu kegiatan terhadap lingkungan.
Suparmoko (2010:259) menyatakan bahwa menyusun AMDAL sama artinya dengan membuat dugaan mengenai apa yang akan terjadi terhadap lingkungan hidup bila suatu proyek dibangun.
Dengan dasar tersebut, Silalahi (2011:30) menyatakan bahwa kriteria ukur kebenaran AMDAL tidak saja terbatas pada kemampuan studi untuk melindungi kesehatan tetapi juga melindungi kesejahteraan masyarakat.
Selanjutnya, adapun langkah-langkah penyusunan AMDAL adalah sebagai berikut (Fandeli 2007:69 dan Silalahi, 2011:31):
a. Pengumpulan data dan informasi tentang rencana usaha atau kegiatan dan rona lingkungan awal;
b. Proyeksi perubahan rona lingkungan awal sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan;
c. Penentuan dampak penting terhadap lingkungan yang ditimbulkan oleh rencana usaha dan/atau kegiatan;
d. Evaluasi dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup; dan
e. Rekomendasi/saran tindak untuk pengambil keputusan, perencana dan pengelola lingkungan hidup berupa alternatif usaha atau kegiatan, rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan.
3. Pedoman dan Metode Identifikasi dan Analisis Data dalam Penyusunan AMDAL
Konsistensi dan kesederhanaan didalam pedoman maupun metode identifikasi dan analisis data dalam penyusunan AMDAL merupakan hal penting. Pembuat AMDAL harus mampu memperlihatkan konsistensi tersebut sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda secara yuridis.
AMDAL sendiri merupakan proses yang dapat dijabarkan sebagai berikut (Silalahi, 2011:34):
a. Penapisan dan pelingkupan;
b. Penyusunan Kerangka Acuan (KA);
c. Penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (ADL);
d. Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL).
4. Kedudukan RKL dan RPL dalam Sistem Pengawasan dan Pemantauan
Ditinjau dari segi pengawasan atas keseluruhan kegiatan pembangunan, AMDAL merupakan konsep hukum baru dalam sistem hukum lingkungan Indonesia. Disamping sebagai alat perencanaan dan alat bantu pengambilan keputusan, AMDAL penting sebagai alat pengelolaan dan alat pemantauan lingkungan bagi kegiatan yang bersangkutan.
Menurut Sumarwoto, (1997) tujuan pemantauan dalam konsep AMDAL adalah:
a. Untuk pengelolaan dampak atau secara umum lingkungan proyek;
b. Untuk evaluasi proyek;
c. Sebagai umpan balik untuk perbaikan teknik prakiraan dalam analisis dampak lingkungan proyek yang serupa jenis dan lokasinya di kemudian hari; dan
d. Pengembangan kebijaksanaan lingkungan.
AMDAL sebagai prasyarat dalam sistem perizinan kegiatan dan/atau usaha yang mempunyai dampak besar dan penting juga penting bagi program peningkatan kinerja usaha dilihat dari sistem pengelolaan lingkungan. Berdasarkan laporan sistem pengelolaan lingkungan perusahaan, pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan perusahaan dapat diperbaiki secara berkelanjutan.
DAMPAK PENTING TERHADAP LINGKUNGAN
Kegiatan Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit oleh PT. Sawindo Cemerlang memiliki dampak baik positif maupun negatif terhadap komponen lingkungan hidup. Berdasarkan hasil evaluasi dampak penting, maka dampak yang diperkirakan adalah sebagai berikut:
1. Penurunan Kualitas Air
Penurunan kualitas air berupa BOD dan COD serta beberapa paremater lain yang disebabkan oleh kegiatan pengolahan buah sawit. Adapun dampak yang terjadi merupakan dampak negatif berupa penurunan kualitas air Sungai Sinorang akibat potensi pembuangan limbah cair. Tingkat penurunan kualitas air terjadi berdasarkan prakiraan dampak yang terjadi dari hasil proses pencucian berkala mesin-mesin pengolahan, ceceran minyak dari proses produksi dan air lindi dari penguraian bahan organik.
2. Peningkatan Laju Erosi
Peningkatan laju erosi terjadi akibat kegiatan pembukaan lahan untuk areal penanaman kelapa sawit, areal infrastruktur dan bangunan pendukung lainnya. Adapun dampak yang terjadi merupakan dampak negatif berupa peningkatan laju erosi yang meningkat hingga 200 kali jika tidak dilakukan pengelolaan yang baik.
3. Perubahan Tata Guna Lahan
Perubahan tata guna lahan terjadi akibat kegiatan perijinan areal pembangunan perkebunan. Adapun dampak yang akan terjadi memiliki skala dampak kecil atau bahkan tidak ada, karena menurut tata ruang rencana kegiatan pembangunan perkebunan telah sesuai dengan peruntukannya, namun adanya masyarakat inclave di dalam areal rencana kebun perlu mendapatkan pengelolaan yang baik.
4. Penurunan Keanekaragaman Flora dan Fauna
Penurunan keanekaragaman flora dan fauna akibat kegiatan pembukaan lahan untuk lahan pembangunan perkebunan. Adapun dampak yang akan terjadi memiliki skala dampak kecil, karena berdasarkan tata ruang dan kecenderungan penggunaan/pemanfaatan lahan adalah merupakan kawasan yang telah diperuntukkan bagi kegiatan areal peruntukan lain (APL) sehingga telah sesuai dengan yang diatur oleh pemerintah.
Namun demikian, dengan kondisi sekitar lokasi terdapat kawasan konservasi berupa areal suaka marga satwa Bangkiriang, dampak yang akan terjadi memerlukan pengelolaan secara lebih khusus.
5. Potensi Kebakaran Lahan
Dampak potensi kebakaran lahan terjadi akibat kegiatan pembukaan lahan untuk lahan pembangunan perkebunan, dimana dengan jumlah serasah yang banyak dan musim kering serta jumlah pekerja yang banyak, maka potensi terjadinya kebakaran lahan sangat besar. Adapun dampak yang akan terjadi memiliki skala dampak sedang, karena dampak kebakaran lahan potensial tejadi dengan kegiatan pembukaan lahan.
6. Kepemilikan dan Penguasaan Lahan
Dampak penguasaan dan kepemilikan lahan akibat kegiatan pemberian ijin lokasi perkebunan dan dampak dari kegiatan konservasi lahan kebun sawit. Kegiatan perijinan berdampak negatif terhadap masyarakat, dimana dengan terbitnya ijin maka secara hukum areal tersebut menjadi hak guna usaha perusahaan, sedangkan dampak dari kegiatan konservasi kebun berdampak positif, karena adanya konservasi lahan plasma menyebabkan petani mitra dapat memiliki lahan perkebunan dan tanamannya secara hukum.
7. Kesempatan Bekerja dan Berusaha
Dampak kesempatan bekerja dan berusaha akibat kegiatan pembangunan perkebunan pada tahap konstruksi berlanjut pada tahap operasional. Berdasarkan perkiraan kebutuhan tenaga kerja pada tahap konstruksi sebanyak 360 orang sampai dengan 4.095 orang dan pada tahap operasional sebanyak 1.250 orang.
8. Peningkatan Pendapatan
Dampak peningkatan pendapatan akibat kegiatan kesempatan bekerja yang secara kualifikasi kebutuhan tenaga kerja dapat diisi oleh tenaga kerja lokal, sehingga kesempatan tersebut dapat memberi lapangan kerja kepada masyarakat lokal, sedangkan pada tahap operasional terdapat tambahan pendapatan bagi petani yang terdaftar sebagai petani plasma.
9. Kerusakan Infrastruktur
Dampak kerusakan infrastruktur akibat kegiatan transportasi produk akan menyebabkan kerusakan jalan pemerintah ruas jalan Sinorang-Sukamaju. Kerusakan tersebut akan menyebabkan dampak terhambatnya mobilitas masyarakat dan distribusi kebutuhan warga.
10. Keselamatan Kerja
Dampak keselamatan kerja kegiatan pengolahan buah sawit di pabrik dimana dengan tingkat intensitas dan potensi terjadinya kelelahan serta tingkat disiplin pekerja yang rendah, maka potensi kecelakaan terjadi tinggi dan akibat yang ditimbulkan memiliki dampak turunan.
EVALUASI DAMPAK PENTING
1. Telaahan Terhadap Dampak Penting
Berdasarkan Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 08 tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan AMDAL, bahwa evaluasi dampak penting dari suatu rencana usaha dan/atau kegiatan dilakukan secara holistik. Terkait dengan hal tersebut, evaluasi dampak penting rencana usaha Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit oleh PT. Sawindo Cemerlang didapatkan hasil sebagai berikut:
a. Komponen fisik-kimia akan terkena dampak sedang. Parameter yang terkena dampak adalah sebagai berikut: (1) penurunan kualitas air; (2) peningkatan laju erosi; dan (3) perubahan tata guna lahan;
b. Komponen biologi akan terkena dampak sedang. Parameter yang terkena dampak adalah sebagai berikut: (1) penurunan keanekaragaman flora dan fauna; dan (2) potensi kebakaran lahan;
c. Komponen sosial, ekonomi, dan budaya akan terkena dampak kecil sampai sedang. Parameter yang terkena dampak sebagai berikut: (1) kepemilikan dan penguasaan lahan; (2) kesempatan kerja dan berusaha; (3) peningkatan pendapatan; (4) kerusakan infrastruktur; dan (5) keselamatan kerja;
Hasil evaluasi menunjukkan bahwa dampak Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit oleh PT. Sawindo Cemerlang terhadap komponen lingkungan hidup terdapat enam komponen terkena dampak negatif dan tiga parameter terkena dampak positif. Dampak-dampak tersebut adalah:
a. Dampak negatif meliputi: (1) kualitas air; (2) erosi dan sedimentasi; (3) keanekaragaman flora dan fauna; (4) kebakaran lahan; (5) kerusakan infrastruktur; dan (6) keselamatan kerja;
b. Dampak positif meliputi: (1) kepemilikan dan penguasaan lahan; (2) kesempatan kerja dan berusaha; dan (3) peningkatan taraf hidup masyarakat.
2. Pemilihan Alternatif Terbaik
Kegiatan rencana Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit oleh PT. Sawindo Cemerlang dilaksanakan dengan menggunakan standar pelaksanaan pembangunan perkebunan dengan norma-norma standar, seperti tahapan pembangunan, standar model tata letak blok dan ukuran kebun, dan standar kultur teknis. Namun adanya kondisi lingkungan setempat yang dapat menjadi faktor yang memerlukan penanganan khusus atau alternatif terbaik, maka hal-hal tersebut adalah:
a. Aspek penguasaan lahan oleh masyarakat maupun  perusahaan adalah areal yang merupakan areal ladang atau kebun campuran seluas 2.325 hektar (16,6%) dari luas total ijin yang diberikan, sehingga diperlukan upaya pemberian ganti rugi tanam tumbuh atas kesepakatan dengan pemilik lahan;
b. Adanya lahan yang secara ekologis sangat penting untuk kegiatan konservasi flora dan fauna, yaitu keberadaan lokasi yang berbatasan dengan suaka marga satwa Bangkiriang.
Berdasarkan kondisi tersebut perlu dilakukan alternatif dengan melakukan upaya sebagai berikut:
a. Pembukaan lahan terlebih dahulu pada areal yang masih berupa hutan  sekunder atau semak belukar, sehingga perkembangan pelaksanaan  proyek akan lebih cepat, sedangkan areal yang telah diusahakan atau dikelola oleh masyarakat dikerjakan setelah diselesaikan proses ganti rugi tanah dan tanam tumbuh;
b. Khusus areal yang berbatasan dengan suaka marga satwa Bangkiriang, batas proyek sebaiknya tidak menggunakan  batas koordinat, namun menggunakan batas alam yaitu sungai Sinorang, dimana areal yang termasuk dalam ijin lokasi dan berada di sebelah Barat dari sungai Sinorang digunakan sebagai areal buffer zone taman suaka marga satwa, karena umumnya satwa akan memanfaatkan sungai untuk memenuhi kebutuhan air minum.
3. Telaahan Dasar Pengelolaan
Berbagai dampak penting baik yang bersifat positif maupun negatif sebagai akibat dari rencana usaha Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit oleh PT. Sawindo Cemerlang pada prinsipnya harus mendapat perhatian dan penanganan yang tepat.
Penanganan dampak positif ditujukan untuk mempertahankan dan jika mungkin mengembangkan semaksimal mungkin. Penanganan dampak negatif dimaksudkan agar dampak tersebut dapat ditekan seminimal mungkin atau jika mungkin dihilangkan. Upaya-upaya yang bersifat pencegahan ditetapkan sebagai prioritas utama dibandingkan upaya mitigasi / penanggulangan.
4. Rekomendasi Penilaian Kelayakan Lingkungan
Proses evaluasi dampak penting untuk menelaah secara holistik kecenderungan dampak penting seluruh komponen kegiatan terhadap seluruh komponen, sub-komponen dan parameter lingkungan hidup ternyata menemui beberapa kendala dalam interpretasi hasil untuk proses pengambilan keputusan kelayakan lingkungan  hidup (yang nantinya akan diputuskan) oleh instansi yang bertanggung jawab (dalam hal ini adalah Bupati Banggai).
Kendala pertama, apabila digunakan kriteria tingkat kepentingan dampak berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 maupun Keputusan Kepala Bapedal Nomor 056 Tahun 1994, maka kriteria tersebut  tidak akan bisa dioperasikan didalam evaluasi secara holistik terhadap kecenderungan dampak penting secara menyeluruh. Masih diperlukan kriteria tambahan untuk masing-masing kriteria tingkat kepentingan dampak, kriteria untuk menetapkan skala kualitas lingkungan, serta kriteria untuk proses pengambilan keputusan tingkat kepentingan dampak. Kriteria tambahan yang diperlukan ini belum ditetapkan secara regulatif sehingga tersedia banyak opsi secara akademik untuk menggunakan beberapa alternatif kriteria, yang hasilnya bisa berbeda antara satu peneliti dengan peneliti lainnya;
Kendala kedua, setelah keputusan penetapan  tingkat kepentingan dampak untuk masing-masing komponen kegiatan atau komponen lingkungan hidup, masih diperlukan langkah lanjutan untuk menetapkan tingkat kepentingan seluruh komponen kegiatan terhadap seluruh komponen lingkungan hidup dan/atau sebaliknya. Kriteria tingkat kepentingan dampak besar dan penting yang diperlukan belum ditetapkan secara regulatif secara spesifik untuk jenis-jenis kegiatan tertentu sehingga tersedia banyak opsi secara akademik untuk menggunakan beberapa alternatif kriteria, yang hasilnya tentu saja bisa berbeda antara  satu peneliti dengan peneliti lainnya;
Kendala ketiga, kriteria-kriteria yang digunakan untuk mengkonversi nilai-nilai parameter lingkungan ke dalam skala kualitas lingkungan,  penggunaan kriteria tingkat kepentingan dampak, kriteria tingkat kepekaan terhadap pengelolaan lingkungan semuanya berbasis pada penggunaan bilangan numerik non-ordinal. Penguasaan bilangan numerik non-ordinal yang hanya bermakna secara numerikal dan/atau untuk kepentingan statistik, sama sekali tidak bermakna secara signifikan untuk menggambarkan kondisi-kondisi lingkungan yang secara ekologi sangat kompleks, yang gradasi kualitas lingkungannya tidak cukup hanya direpresentasikan oleh skala-skala numerik non-ordinal;
Kendala keempat, hasil akhir pendekatan semi-kuantitatif untuk menetapkan skala perubahan lingkungan secara holistik akibat rencana kegiatan yang akan diintroduksi pada suatu ekosistem masih memerlukan interpretasi lanjutan. Gradual perubahan kualitas lingkungan atau gradien perubahan ekologi suatu ekosistem terlalu sederhana kalau hanya direpresentasikan oleh perubahan nilai pada skala numerik non-ordinal.
Kendala kelima, baku mutu lingkungan dan atau baku tingkat gangguan secara regulatif hanya dapat ditetapkan untuk parameter-parameter lingkungan yang obserbale dan measurable, tersedia instrumen ukur dan satuan untuk menyatakan hasil ukur secara kuantitatif. Bahkan untuk beberapa parameter, seperti kondisi biota, besaran-besaran kuantitatif sama sekali tidak bermakna apabila ada perbedaan struktur komunitas dan/atau karakteristik lingkungan lokal yang sangat spesifik sehingga nilai parameter yang sama belum tentu merepresentasikan kondisi kualitas ekologi yang sama. Untuk beberapa parameter yang sebenarnya tidak fully measurable, seperti kondisi sosial budaya,  penggunaan skala numerik non-ordinal hanya suatu pemaksaan agar data dapat diolah secara statistik dan terlihat kuantitatif;
Kendala-kendala tersebut secara nyata dan signifikan dijumpai dalam kajian lingkungan ini, yang secara regulasi diskenariokan sebagai masukan bagi proses pengambilan keputusan kelayakan lingkungan hidup rencana kegiatan terhadap lingkungan hidup di sekitarnya.
PENUTUP
1. Kesimpulan
Dengan memperhatikan kendala-kendala tersebut, maka berdasarkan hasil evaluasi dampak penting secara holistik, rencana Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit di Kecamatan Batui Kabupaten Banggai yang diprakarsai oleh PT. Sawindo Cemerlang dapat menimbulkan:
a. Dampak kumulatif terhadap komponen geofisik-kimia, secara parsial terjadi penurunan kualitas lingkungan yaitu: (1) penurunan kualitas air; (2) peningkatan laju erosi; dan (3) perubahan tata guna lahan;
b. Dampak kumulatif terhadap komponen biologi, secara parsial terjadi penurunan kualitas lingkungan yaitu: (1) penurunan keanekaragaman flora dan fauna; dan (2) potensi kebakaran lahan;
c. Dampak kumulatif terhadap komponen sosial, ekonomi dan budaya terjadi penurunan kualitas lingkungan yaitu: (1) kepemilikan dan  penguasaan lahan; (2) kesempatan kerja dan berusaha; (3) peningkatan pendapatan; (4) kerusakan infrastruktur; dan (5) keselamatan kerja;
2. Saran
Berkenaan dengan dampak yang mungkin timbul akibat rencana Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit di Kecamatan Batui Kabupaten Banggai, perlu dilakukan penanganan dan pengelolaan terhadap komponen lingkungan yang terkena dampak untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang timbul.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. Ringkasan/Excecutive Summary Pembangunan Perkebunan dan Pabrik Kelapa Sawit PT. Sawindo Cemerlang di Kecamatan Batui Kabupaten Banggai Provinsi Sulawesi Tengah. PT. Sawindo Cemerlang;
Djajadiningrat, S.T., Hendriani, Y., dan Famiola, M. 2011. Ekonomi Hijau (Green Economy). Cetakan Pertama. Rekayasa Sains, Bandung;
Fandeli, C. 2007. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan: Prinsip Dasar Dalam Pembangunan. Edisi Ketiga. Liberty Offset, Yogyakarta

0 komentar:

Posting Komentar

 
Powered by Blogger