2.3. Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit
2.3.1. Sumber Limbah Cair
Jumlah
limbah cair yang dihasilkan dari beberapa unit pengolahan adalah 120
m3/hari berupa kondensat rebusan, 450 m3/hari dari stasiun klarifikasi,
dan 30 m3/hari dari buangan hidrosiklon. Total volume limbah dari setiap
pabrik kelapa sawit dengan kapasitas 30 ton tandan buah segar/hari
adalah 600 m3/hari.
2.3.2. Kandungan Limbah Cair
Limbah
cair pabrik kelapa sawit memiliki potensi sebagai pencemar lingkungan
karena berbau, mengandung nilai COD dan BOD serta padatan tersuspensi
yang tinggi.
Untuk mengendalikan pencemaran maka diperlukan pengolahan LCPKS secara
biologik, kimia, atau fisik. Penanganan limbah cair secara biologik
lebih disukai karena dampak akhirnya terhadap pencemaran lingkungan
minimal
Limbah
cair PKS mengandung padatan melayang dan terlarut maupun emulsi minyak
dalam air. Apabila limbah tersebut langsung dibuang ke sungai maka
sebagian akan mengendap, terurai secara perlahan, mengonsumsi oksigen
terlarut, menimbulkan kekeruhan, mengeluarkan bau yang sangat tajam, dan
dapat merusak daerah pembiakan ikan. Limbah cair pabrik kelapa sawit
mengandung senyawa anorganik dan organik yang dapat dan tidak dapat
dirombak oleh mikroorganisme. Limbah yang mengandung senyawa organik
umumnya dapat dirombak oleh bakteri dan dapat dikendalikan secara
biologis. Pengolahan limbah cair secara biologis dapat dilakukan dengan
proses aerobik dan anaerobik. Pengolahan limbah cair pabrik kelapa sawit
dimulai dengan proses anaerobik dan dilanjutkan dengan proses aerobik
(Said, 1996).
2.3.3. Dampak Limbah Industri
Limbah
dari industri dapat membahayakan kesehatan manusia karena dapat
merupakan pembawa suatu penyakit (sebagai vehicle), merugikan segi
ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun
tanam – tanaman dan peternakan, dapat merusak atau membunuh kehidupan
yang ada di dalam air seperti
ikan dan binatang peliharaan lainnya, dan dapat merusak keindahan
(aestetika), karena bau busuk dan pemandangan yang tidak sedap dipandang
terutama di daerah hilir sungai yang merupakan daerah rekreasi
(Sugiharto, 1987)
Sebagian
besar senyawa kimia dalam air termasuk dalam kategori kimia organik
maupun anorganik. Parameter kimia paling dominan dalam mengukur kondisi
badan air akibat buangan industri. Barangkali parameter ini yang paling
banyak menciptakan kecemaran dan bahaya terhadap lingkungan. Oksigen
mempunyai peranan penting dalam air. Kekurangan oksigen dalam air
mengakibatkan tumbuhnya mikroorganisme dan bakteri. Bakteri berfungsi
untuk merugikan zat organik dalam air. Dalam air terjadi reaksi oksigen
dengan zat organik oleh adanya bakteri aerobik. Atas dasar reaksi ini
dapat diperkirakan bahan pencemar oleh zat organik (Perdana Gintings,
1992).
2.4. Pelaksanaan Pengolahan Limbah Cair Kelapa Sawit
Penanganan limbah cair secara umum dapat dikelompokkan menjadi enam bagian, antara lain, penanganan pendahuluan (pretreatment), penanganan pertama (primary treatment), penanganan kedua (secondary treatment), penanganan ketiga (tertiary treatment), pembunuhan kuman (disinfection), dan pembuangan lanjutan (ultimate disposal).
Penanganan buangan cair tidak harus melalui tahap – tahap seperti di
atas, tetapi sesuai dengan kebutuhan. Penanganan pendahuluan dan
penanganan pertama mencakup proses pemisahan bahan – bahan mengapung dan
mengendap, baik secara fisik maupun kimia. Penanganan kedua umumnya
mencakup proses biologi, untuk mengurangi bahan – bahan organik melalui
mikroorganisme yang ada di dalamnya. Penanganan ketiga merupakan
kelanjutan dari penanganan sebelumnya bila masih terdapat bahan yang
berbahaya. Beberapa jenis penanganan ketiga ini adalah penyaringan
pasir, penyerapan, vakum filter, dan lain – lain. Penanganan lanjutan
dilakukan untuk menangani lumpur yang dihasilkan pada penanganan
sebelumnya.
Limbah
lumpur aktif maupun limbah organik lainnya dapat ditangani dengan
proses pencernaan aerobik. Beberapa keuntungan proses pencernaan aerobik
antara lain hasil pencernaan aerobik tidak berbau, bersifat seperti
humus, mudah dibuang, dan mudah dikeringkan. Selain itu, pencernaan
aerobik lebih mudah dilakukan dan biayanya lebih murah dibandingkan
pencernaan anaerobik. Beberapa kerugian pencernaan aerobik adalah
penambahan energi untuk memasok oksigen sehingga biaya operasinya lebih
mahal, tidak menghasilkan gas metana, dan lebih banyak menghasilkan
lumpur sisa dibandingkan pencernaan anaerobik (Said, 1996).
2.4.1. Pendinginan
Air limbah segar yang keluar dari pabrik umumnya masih panas (50 – 700C)
dan masih diperlakukan pendinginan sesuai dengan kondisi pengendalian
limbah yang berbakteri. Pengendalian limbah yang menggunakan bakteri
mesophill memerlukan pendinginan hingga 400C, sedangkan pengendalian dengan menggunakan bakteri thermophill memerlukan suhu pengendalian 600C, maka tidak perlu didinginkan.
Pendinginan dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.
Menara pendingin, yaitu pendinginan air limbah dengan menggunakan
menara, yang kemudian dibantu dengan bak pendingin. Menara dibuat dari
plat stainlessteel yang tahan karat atau dengan konstruksi kayu. Alat
ini mampu menurunkan suhu limbah dari 600C menjadi 400C.
b.
Kolam pendingin, yaitu pendinginan limbah dengan kolam. Pendinginan ini
dikombinasikan dengan pengutipan minyak. Pendinginan di dalam kolam
dilakukan selama 48 jam. Pendinginan sering mengalami kegagalan terutama
akibat aliran di dalam kolam pendingin tidak baik, yaitu seolah – olah
ada aliran yang terlokaliser. Oleh sebab itu dicoba memperbesar ukuran
kolam pendingin yang mampu menampung limbah 10 hari olah.
2.4.2. Deoling Pond
Deoling
pond berfungsi untuk mengutip minyak hingga kadar minyak 0,4%. Deoling
pond ini merupakan instalasi tambahan membantu fat pit yang hanya mampu
mengutip minyak.
2.4.3. Pengasaman
Limbah
yang segar mengandung senyawa organik yang mudah dihidrolisa dan
menghasilkan senyawa asam. Agar senyawa ini tidak mengganggu proses
pengendalian limbah maka dilakukan pengasaman (acidification). Dalam
kolam ini pH limbah umumnya berkisar 3 – 4, dan kemudian pHnya naik
setelah asam – asam organik terurai kembali oleh proses hidrolisa yang
berlanjut.
2.4.4. Netralisasi
Seperti
dikemukakan di atas bahwa limbah yang masih asam tidak sesuai untuk
pertumbuhan mikroba, oleh sebab itu perlu dinetralkan dengan penambahan
bahan kimia atau cairan alkali. Bahan yang sering ditambahkan ialah soda
api, kapur tohor, abu tandan kosong dan cairan limbah yang sudah
netral.
Pemakaian
bahan penetral didasarkan kepada keasaman limbah dan kadar minyak yang
terkandung. Pemakaian ini dapat diketahui secara uji laboratorium.
Dengan dasar pencapaian pH maka dianjurkan pemakaian kapur tohor yang
sedikit lebih murah dari soda api dan lebih mahal dari abu tandan
kosong. Jumlah kapur tohor yang diperlukan adalah 25 kg/m3 limbah.
Netralisasi dapat dibantu dengan perlakuan sirkulasi yaitu memakai
sludge yang berasal dari kolam fakultatif yang telah mempunyai pH
netral.
2.4.5. Kolam Pembiakan Bakteri
Kolam
pembiakan bakteri dibuat untuk membiakkan bakteri pada awal
pengoperasian kolam pengendalian limbah. Untuk membiakkan bakteri
diperlukan kondisi yang optimum dalam hal :
a. pH netral yaitu 7,0.
b. Suhu 30 – 400C untuk bakteri mesophill, 57 – 650C untuk bakteri thermophill.
c. Nutrisi yang cukup mengandung nitrogen dan posfat.
d. Kedalaman kolam 5 – 6 m.
e. Ukuran kolam diupayakan dapat menampung air limbah 2 hari olah atau setara 400 m3 untuk PKS kapasitas 30 ton TBS/jam.
2.4.6. Kolam Anaerobik
Limbah
yang telah dinetralkan dialirkan ke dalam kolam anaerobik untuk
diproses. Proses perombakan limbah dapat berjalan lancar jika kontak
antara limbah dengan bakteri yang berasal dari kolam pembiakan lebih
baik.
Untuk mengefektifkan proses perombakan dalam kolam anaerobik maka perlu diperhatikan beberapa faktor :
1. Sirkulasi
Untuk
mempertinggi frekuensi persinggungan antara bakteri dengan substart
maka dilakukan sirkulasi dalam kolam itu sendiri. Hisapan sirkulasi
ditempatkan didasar kolam limbah dan dicegah agar tidak bersinggungan
dengan udara.
2. Resirkulasi
Resirkulasi
ialah pemasukan hasil olah limbah dari kolam dihilir ke kolam dihulu
dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi substrat dalam hal pH, nutrisi
dan kelarutan.
3. Kandungan Minyak
Kandungan
minyak yang masuk ke dalam kolam akan mempengaruhi aktifitas bakteri,
yaitu minyak tersebut berperan sebagai isolasi antara substrat dengan
bakteri. Juga minyak tersebut jika bereaksi dengan alkali dapat
membentuk sabun berbusa yang sering mengapung dipermukaan kolam dan
bercampur dengan benda – benda yang lain dan disebut dengan “scum”.
Untuk
mengaktifkan proses perombakan maka scum yang terlalu tebal di atas
permukaan limbah perlu dibuang. Karena scum yang tebal sangat
menyulitkan gas methan yang terbentuk keluar ke udara terbuka. Juga scum
ini dapat menghambat pergerakan limbah sehingga penyebaran bakteri dan
lumpur aktif yang dimasukkan tidak merata.
4. Kedalaman dan Volume Kolam
Kedalaman
kolam anaerobik tetap harus dipertahankan, yaitu dengan melakukan
pengorekan secara terjadwal. Kedalaman yang berkurang akan menyebabkan
aktifitas bakteri menurun, ini jika terlihat pada kedalaman yang kurang
dari 3 m. Volume kolam yang kecil akan menurunkan retention time, yang
berarti menghentikan perombakan bahan organik pada tingkat BOD tertentu.
5. Jenis Bakteri yang Dikembangkan
Seperti
diterangkan di atas bahwa bahan organik yang terkandung dalam limbah
didominasi oleh karbohidrat, selulosa, protein, lignin dan minyak. Oleh
sebab itu dalam perombakannya perlu dikembangkan jenis bakteri spesifik
yang mampu merombak bahan organik tersebut. Seperti halnya yang
dikembangkan oleh Pusat Penelitian Kelapa Sawit yang terdiri dari
beberapa bakteri dan disebut “Betagen”.
2.4.7. Kolam Fakultatif
Kolam
ini adalah kolam peralihan dari kolam anaerobik menjadi aerobik. Volume
kolam ini dipersiapkan untuk menahan limbah selama 25 hari. Di dalam
kolam ini proses perombakan anaerobik masih tetap berjalan, yaitu
menyelesaikan pekerjaan – pekerjaan yang belum diselesaikan pada kolam
anaerobik. Pada bagian hulu kolam masih menunjukkan adanya gelembung –
gelembung udara yang keluar dari dalam air limbah sedangkan pada bagian
hilir kolam hampir tidak ada. Karakteristik limbah di dalam fakultatif
yaitu pH 7,6 – 7,8; BOD 600 – 800 ppm; COD 1250 – 1750 ppm (Ponten M.
Naibaho, 1996).
2.4.8. Kolam Aerobik
Proses
yang terjadi pada kolam aerobik adalah proses aerobik. Pada kolam ini
telah tumbuh ganggang dan mikroba heterotrop yang membentuk flok. Hal
ini merupakan proses penyediaan oksigen yang dibutuhkan oleh mikroba
dalam kolam, metoda pengadaan oksigen dapat dilakukan secara alami dan
atau menggunakan aerator.
2.4.9. Masa Tinggal
Dari
seluruh rangkaian proses tersebut di atas, masa tinggal limbah selama
proses berlangsung mulai kolam pendingin sampai air dibuang ke badan
penerima membutuhkan waktu masa tinggal selama lebih kurang minimal 100
hari (Jan Polman Sitindaon, 2004).
2.5. Lemak
2.5.1. Pengertian Lemak
Salah
satu kelompok senyawa organik yang terdapat dalam tumbuhan, hewan atau
manusia dan yang sangat berguna bagi kehidupan manusia ialah lipid.
Untuk memberikan definisi yang jelas tentang lipid sangat sukar, sebab
senyawa yang termasuk lipid tidak mempunyai rumus struktur yang serupa
atau mirip. Sifat kimia dan fungsi biologinya juga berbeda – beda.
Walaupun demikian para ahli biokimia bersepakat bahwa lemak dan senyawa
organik yang mempunyai sifat fisika seperti lemak, dimasukkan dalam satu
kelompok yang disebut lipid. Adapun sifat fisika yang dimaksud ialah:
(1) tidak larut dalam air, tetapi larut dalam satu atau lebih dari satu
pelarut organik misalnya eter, aseton, kloroform, benzene yang sering
juga disebut “pelarut lemak”; (2) ada hubungan dengan asam – asam lemak
atau esternya;
(3)
mempunyai kemungkinan digunakan oleh makhluk hidup. Kesepakatan ini
telah disetujui oleh Kongres Internasional Kimia Murni dan Terapan (International Congress of Pure and Applied Chemistry).
Jadi berdasarkan pada sifat fisika tadi, lipid dapat diperoleh dari
hewan atau tumbuhan dengan cara ekstraksi menggunakan alkohol panas,
eter atau pelarut lemak yang lain. Macam senyawa – senyawa serta
kuantitasnya yang diperoleh melalui ekstraksi itu sangat tergantung pada
bahan alam sumber lipid yang digunakan.
Asam
lemak adalah asam organik yang terdapat sebagai ester trigliserida atau
lemak, baik yang berasal dari hewan atau tumbuhan. Asam ini adalah asam
karboksilat yang mempunyai rantai karbon panjang dengan rumus umum :
O
R – C – OH
Yang
dimaksud dengan lemak di sini ialah suatu ester asam lemak dengan
gliserol. Gliserol ialah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas
tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Satu
molekul gliserol dapat mengikat
2.3.2. Kandungan Limbah Cair
satu,
dua atau tiga molekul asam lemak dalam bentuk ester, yang disebut
monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, satu molekul
gliserol mengikat tiga molekul asam lemak, seperti ditunjukkan pada
reaksi berikut :

gliserol asam lemak trigliserida air
Lemak adalah suatu trigliserida. R1 – COOH, R2 – COOH dan R3 –
COOH ialah molekul asam lemak yang terikat pada gliserol. Ketiga
molekul asam lemak itu boleh sama, boleh berbeda. Asam lemak yang
terdapat dalam alam ialah asam palmitat, stearat, oleat dan linoleat.
2.5.2. Penggolongan
Senyawa
– senyawa yang termsuk lipid ini dapat dibagi dalam beberapa golongan.
Ada beberapa cara penggolongan yang dikenal. Bloor membagi lipid dalam
tiga golongan besar yakni; (1) lipid sederhana, yaitu ester asam lemak
dengan berbagai alkohol, contohnya lemak atau trigliserida dan lilin (waxes);
(2) lipid gabungan yaitu ester asam lemak yang mempunyai gugus
tambahan, contohnya fosfolipid, serebrosida; (3) derivat ipid, yaitu
senyawa yang dihasilkan oleh proses hidrolisis lipid, contohnya asam
lemak, gliserol, dan sterol. Di samping itu berdasarkan sifat kimia yang
penting, lipid dapat dibagi dalam dua golongan yang besar, yakni lipid
yang dapat disabunkan, yakni dapat dihidrolisis dengan basa, contohnya
lemak, dan lipid yang tidak dapat disabunkan, contohnya steroid (Anna
Poedjiadi, 2006).
2.5.3. Sifat Fisik Lemak
Lemak
netral dalam ilmu gizi adalah apa yang dikenal sebagai lemak dan
minyak. Lemak berbentuk padat pada suhu kamar sedangkan minyak berbentuk
cair. Berat jenis lemak lebih rendah daripada air, oleh karena itu
mengapung ke atas dalam campuran air dan minyak atau cuka dan minyak.
Sifat fisik trigliserida ditentukan oleh proporsi dan struktur kimia
asam lemak yang membentuknya (Sunita Almatsier, 2001).
2.5.4. Analisa Lemak
Gravimetri
adalah penentuan kadar langsung dengan melakukan pengukuran massa zat
murni yang dipisahkan dalam bentuk senyawa yang diketahui susunan
kimianya dengan menghitung kandungan komponen analitnya.
Pemisahan
analit dapat dilakukan dari larutannya, jadi sampel padat harus
dilarutkan lebih dulu, baru dilakukan pengendapan dengan pereaksi
pengendap atau dipisahkan dengan cara ekstraksi. Untuk memurnikan
endapan diperlukan proses pencucian atau pengkristalan ulang dan
pengeringan sampai berat konstan. Demikian juga halnya dengan wadah
endapan, cawan, baik pada waktu penimbangan awal cawan kosong, maupun
cawan yang sudah berisi endapan yang menggunakan suatu cara pengeringan
tertentu harus ditimbang sampai berat konstan. Gravimetri memerlukan
tanur listrik atau pembakar, penangas udara dan timbangan analitik yang
peka dan akurat, baik penimbang konvensional atau timbangan listrik atau
elektronik (Kosasih, 2004).
Pada
pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada
sifat alami minyak atau lemak tersebut dan juga tergantung dari hasil
akhir yang dikehendaki. Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan
minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak.
Adapun cara ekstraksi ini bermacam – macam, yaitu rendering (dry
rendering dan wet rendering), mechanical expression dan solvent
extraction.
1. Rendering
Rendering
merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga
mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua
cara rendering , penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifikasi,
yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan
untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh
minyak atau lemak yang terkandung di dalamnya.
2. Pengepresan Mekanis (Mechanical Expression)
Pengepresan
mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama
untuk bahan yang berasal dari biji – bijian. Cara ini dilakukan untuk
memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30 – 70
persen). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan
sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan
tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta
tempering atau pemasakan.
3. Ekstraksi Dengan Pelarut (Solvent Extraction)
Prinsip
dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut
minyak dan lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak
yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak
kasar yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller
pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstraksi.
Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ekstraksi
dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon
disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n – heksan. Perlu
diperhatikan bahwa jumlah pelarut menguap atau hilang tidak boleh lebih
tinggi dari 5 persen. Bila lebih, seluruh sistem solvent extraction
perlu diteliti lagi (Ketaren,2008).
0 komentar:
Posting Komentar