Struktur
Industri
Perkebunan
kelapa sawit menurut status kepemilikan
Dalam 10
tahun terakhir luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia terus meningkat
dengan pertumbuhan rata-rata sebesar 8,1% per tahun dari hanya seluas 5.453
ribu ha pada 2005 meningkat menjadi 7.824 ribu ha pada 2010.
Perkembangan
pesat perkebunan kelapa sawit dimulai pada akhir tahun 1980an, ketika
perkebunan besar swasta (PBS) mulai masuk ke sektor perkebunan dan pengolahan
minyak kelapa sawit dalam jumlah besar. Sebelumnya perkebunan kelapa sawit
didominasi oleh perkebunan milik negara (PBN).
Sejalan
dengan harga Crude Palm Oil yang terus meningkat maka selain perkebunan swasta
besar, maka petani kecil mulai menanam kelapa sawit. Semula kebun sawit milik
rakyat dibangun dalam skema inti plasma dengan perkebunan besar baik swasta
maupun milik negara sebagai inti, namun kemudian perkebunan rakyat (PR) semakin
berkembang diluar skema inti plasma.
Saat ini PBS
mendominasi luas areal perkebunan sawit di Indonesia. Pada tahun 2010 dari
total areal perkebunan kelapa sawit nasional seluas 7.824 ribu ha, sekitar
3.893 ribu ha (49,75%) diusahakan oleh perkebunan besar swasta (PBS), sedangkan
3.314 ribu ha (42,35%) diusahakan oleh perkebunan rakyat (PR) dan selebihnya
616 ribu ha (7,9%) adalah milik PBN.
Pada periode
2005-2010, pertumbuhan luas areal perkebunan besar negara hanya relatf kecil
yaitu meningkat rata-rata 10,3% per tahun. Sedangkan pertumbuhan terbesar terjadi
pada perkebunan rakyat yang mencapai tingkat pertumbuhan rata-rata 8,13% per
tahun. Sementara perkebunan besar swasta meningkat rata-rata sekitar 1,6%
per tahun.
Lahan sawit
dikuasai asing
Mengingat
Indonesia sebagai produsen CPO terbesar dunia, menjadikan industri
perkebunan kelapa sawit terus berkembang. Dari total luas lahan area
perkebunan kelapa sawit di Indonesia yang mencapai 7,8 juta ha pada 2010,
diantaranya sekitar 5,7 juta ha telah tertanam. Berdasarkan data Gapki dan
Kementerian Kehutanan, total luas lahan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
yang berpotensi untuk digarap langsung saat ini mencakup 30 juta hektar.
Wilayahnya tersebar di sejumlah daerah di Sumatera dan Kalimantan.
Saat ini
persaingan memperoleh lahan untuk perkebunan kelapa sawit semakin ketat di
tengah tren kenaikan kepemilikan konsesi oleh asing. Hingga kini, investor
asing terutama dari Malaysia menguasai sekitar 2 juta ha konsesi perkebunan
kelapa sawit. Menurut data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo),
hingga 2010 investor Malaysia sudah mengakuisisi 230 perkebunan sawit di
Indonesia.
Sebagian
besar merupakan kelompok-kelompok usaha perkebunan raksasa asing, seperti
Golden Hope dan Syme Darbi dari Malaysia, Wilmar Group dari Singapura yang
memiliki konsesi di Kalimantan dan Sumatera.
Investor
asing masih mengincar konsesi lahan di Indonesia karena posisi yang strategis
sebagai negara tropis dan masih memiliki sedikitnya 30 juta hektar kawasan
hutan krisis yang berpotensi menjadi perkebunan kelapa sawit, karet, dan tebu.
Namun pada
2011 Kementerian Kehutanan telah mencabut izin prinsip pencadangan area hutan
seluas 3 juta hektar untuk 251 investor perkebunan kelapa sawit yang tidak
menunjukkan kemajuan pengelolaan. Pemerintah memutuskan mengalihkan hak
penguasaan kawasan hutan tersebut kepada pengusaha nasional yang lebih serius
bekerja. Kementerian BUMN juga mendukung rencana Kementrian Kehutanan untuk
menghentikan sementara izin investasi di sektor perkebunan kelapa sawit dan
karet oleh investor asing.
Penyebaran
geografis
Menurut data
Ditjen Perkebunan, areal perkebunan kelapa sawit tersebar di 17 provinsi
meliputi wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Tahun
2010 wilayah Sumatera merupakan yang terbesar yaitu sebesar 5.892.707 ha atau
76,46% dari total areal perkebunan kelapa sawit nasional. Di wilayah ini
provinsi Riau tercatat memiliki areal terbesar yaitu 1.815.313 ha dan
selanjutnya diikuti provinsi Sumatera Utara seluas 1.142.395 ha.
Wilayah
lainnya yang juga memiliki areal perkebunan kelapa sawit cukup besar adalah
Kalimantan seluas 1.549.275 ha (19,80%). Dengan luas areal perkebunan kelapa
sawit sebesar 791.667 ha, Kalimantan Tengah tercatat sebagai yang terbesar di
Kalimantan, kemudian disusul oleh Kalimantan Barat seluas 532.034 ha.
Sedangkan di
P. Jawa wilayah luas perkebunan kelapa sawitnya sangat terbatas yaitu hanya
35.993 ha atau 0,46% dari total areal nasional. Lokasi perkebunan sawit di
wilayah Jawa hanya terdapat provinsi Jawa Barat dan Banten. Kondisi alam di
Jawa Barat yang dingin dan berbukit lebih cocok untuk jenis tanaman teh,
sehingga lebih banyak terdapat perkebunan teh di wilayah ini yaitu mencapai
77,83% dari total perkebunan teh nasional.
Pemain utama
perkebunan kelapa sawit nasional
Perkebunan
kelapa sawit semenjak tahun 1990 telah bergeser kepemiliknnya dari semula
sebagian besar dimiliki oleh perkebunan milik negara kemudian setelah terjadi
investasi besar-besaran dari perkebunan swasta maka kini perkebunan swasta
mendominasi perkebunan kelapa sawit. Mulai tahun 1997 dan terutama setelah
krisis moneter terjadi lagi perubahan dalam kepemilikan kebun kelapa sawit
dengan masuknya investor Malaysia bauk dengan membuka kebun baru maupun dengan
mengakuisisi perkebunan yang ada.
Akibatnya
terjadi pergeseran kepemilikan dari kebun sawit karena banyaknya kebun sawit
swasta yang besar menghadapi masalah keuangan karena besarnya hutang yang
mereka tanggung. Saat ini grup-grup perusahaan yang memeiliki kebun sawit telah
berubah, dan muncul perkebunan yang dimiliki oleh beberapa pemilik dengan porsi
saham yang tesebar, baik saham yang dimiliki oleh publik maupun oleh private
company. Berikut ini beberapa perusahaan nasional yang memiliki luas
kebun yang cukup besar.
PT Astra
Agro Lestari
PT Astra
Agro Lestari (AAL) adalah anak perusahaan dari Astra Group yang menjadi holding
company bagi divisi agrobisnis Astra Group. Sejak tahun 2004 PT AAL lebih
memfokuskan usaha ke bidang kelapa sawit dengan mendivestasikan usahanya
dibidang non palm oil.
Untuk memperluas
lahan perkebunan sawitnya, AAL mengakuisisi 5.000-6.000 ha lahan tiap tahun.
AAL juga gencar melakukan penanaman kembali sejak 2009. Saat ini rata-rata usia
pohon 16 tahun. Saat ini AAL merupakan perkebunan swasta terbesar dengan
kepemilikan lahan seluas 265.000 hektare pada 2011. Dimana sekitar 77,3%
sekitar 204.845 ha di antaranya sudah menghasilkan dan sisanya seluas 60.155 ha
merupakan tanaman muda.
Sepanjang
2010 produksi CPO AAL mencapai 1,1 juta ton, meningkat 2,8% dibandingkan tahun
sebelumnya 1,08 juta ton. Produksi tersebut merupakan produksi TBS kebun
inti sebesar 3,3 juta ton, kebun plasma 906 ribu ton dan dari pihak ke-3
sebesar 618,6 ribu ton.
Pada 2010
AAL membangun tiga pabrik baru pengolahan CPO yaitu pabrik Kalimantan
Timur berkapasitas 105 ton FBB/jam, pabrik Kalimantan Tengah 225 ton FBB/ jam
dan Kalimantan Selatan berkapasitas 30 ton FBB/jam, serta memperluas satu
pabrik di Riau yang telah ada dengan total investasi sebesar Rp 1,5 triliun dan
. ditargetkan akan selesai pada 2012.
Hingga kini
AAL mengoperasikan 22 unit CPO mill dengan total produksi CPO sebesar 1.050 ton
per jam. AAL juga memiliki satu pabrik refinery CPO di Sumatra Utara
berkapasitas 300 ton per hari, 1 unit pabrik Kernel (Kernel Processing Unit)
berkapasitas 700 ton per hari, yang berlokasi di Sumatera, Kalimantan,
dan Sulawesi. Pada 2011 AAL akan membangun empat pabrik pengolahan CPO
berkapasitas 5 ton per jam dengan nilai investasi USD56 juta. Pabrik tersebut 2
unit berlokasi di Kalimantan Timur, 1 unit di Kalimantan Selatan
dan 1 unit di Sulawesi Tengah yang diperkikan akan beroperasi pada 2014.
PT Asian
Agri
PT Asian
Agri (PT. AA) sebagai holding company dari divisi agribisnis Raja Garuda Mas
Group memiliki perkebunan kelapa sawit yang tersebar di wilayah Sumatera.
PT AA
merupakan induk dari Grup Asian Agri yang terdiri dari AA Plantation I di
wilayah Sumatera Utara. Grup Asian Agri kemudian melebarkan sayapnya ke Riau
dan Jambi, sehingga mempunyai kebun inti dan plasma.
Saat ini
Asian Agri memiliki 28 kebun kelapa sawit dan mengoperasikan 19 pabrik kelapa
sawit di Sumatra Utara, Riau dan Jambi. Pabrik-pabrik itu mempunyai kapasitas
untuk memproduksi CPO 1 juta metrik ton per tahun.
Grup Asian
Agri melalui anak perusahaannya PT. Asianagro Agungjaya membangun pabrik
biodiesel yang berlokasi di Dumai, Riau dengan menyerap investasi sebesar Rp
350 miliar. Pabrik ini mulai beroperasi pada 2008, mengolah CPO menjadi
biodiesel dengan kapasitas produksi awal sekitar 200.000 ton per tahun dan akan
dinaikkan bertahap hingga kapasitas penuh 400.000 ton.
Selain
membangun pabrik biodiesel di Dumai, Asian Agri juga akan membangun satu unit
pabrik biodiesel di Marunda, Jakarta dengan kapasitas 200.000 ton per
tahun.
Pabrik
tersebut mampu memproduksi biodiesel dengan tingkat kemurnian 100% sehingga
dapat digunakan sebagai bahan bakar alternatif tanpa campuran minyak bumi.
Untuk menjamin pasokan bahan baku CPO, Asian Agri diketahui mengandalkan
produksi kebun sendiri.
Asian Agri
memiliki perkebunan kelapa sawit yang tersebar di provinsi Sumatra Utara, Jambi
dan Riau dengan total luas lahan 160 ribu ha, yang terdiri dari 100 ribu ha
lahan inti dan 60 ribu ha lahan plasma. Sedangkan total kapasitas produksi
sekitar 240.ribu ton per bulan.
PT
SMART
PT SMART Tbk
adalah perusahaan palm oil yang terintegrasi mulai dari kebun
kelapa sawit, pabrik pemrosesan CPO dan pabrik pembuatan minyak goreng serta
produk hilir olahan dari CPO lainnya. Perusahaan ini adalah anak perusahaan
dari Sinar Mas Group dibidang agrobisnis yang menguasai kebun kelapa
sawit seluas 102.556 ha pada tahun 2005 yang berlokasi di Sumatera dan
Kalimantan. Kebanyakan kebun kelapa sawit milik SMART Smart dalam masa
produktifnya yaitu seluas 91.480 ha, sisanya tanaman yang masih muda dan belum
produktif.
Untuk
mengolah hasil kebun kelapa sawitnya, SMART memiliki 12 pabrik pengolahan
kelapa sawit dengan kapasitas produksi 2,9 juta ton CPO per tahun dan 2 pabrik
pengolahan inti kelapa sawit dengan kapasitas produksi 200.000 ton palm kernel
oil per tahun. Pada tahun 2005 baru mulai dioperasikan 3 pabrik penghasil CPO
di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan dengan kapasias produksi 450.000 ton
CPO per tahun. Selain itu PT SMART memiliki pabrik penyulingan minyak kelapa
sawit yang menghasilkan minyak goreng dengan kapasitas produksi 840.000 ton per
tahun.
SMART sudah
mengikuti ketentuan Indonesia Sustainable Palm Oil USPO) yang mulai
diberlakukan pada perusahaan besar pada Maret 2011 dan ketentuan itu
diberlakukan pada seluruh perusahaan perkebunan pada 2014.
SMART
menganggarkan belanja modal sekitar Rp1,1 triliun pada 2011, yang akan
digunakan untuk penanaman lahan baru, termasuk penanaman kembali sekitar 5 ribu
hektar. Selain itu SMART juga sedang membangun pabrik untuk meningkatkan
kapasitas produksi menjadi 1,5 juta ton per tahun.
Luas area
perkebunan SMART 137.543 hektar pada 2011, termasuk plasma 126.553 hektar
lahan menghasilkan dan 10.990 hektar lahan belum menghasilkan. Per Maret 2011,
produksi buah sawit mencapai 641.084 ton, termasuk produksi plasma.
Sedangkan produksi CPO 162.087 ton dan inti sawit (PKO) sebesar 34.881 ton
untuk inti sawit.
PT Bakrie
Sumatera Plantation
Bakrie &
Brothers Group pada tahun 2005, melalui anak perusahaannya yaitu PT.
Bakrie & Brothers Tbk meningkatkan lagi kepemilikan
sahamnya di PT. Bakrie Sumatera Plantation sebesar 28% yang
sebelumnya telah diakuisisi sebesar 28.41%. Akuisisi tersebut dilakukan untuk
memacu pertumbuhan usaha.
Selain itu
PT. Bakrie Sumatera Plantations juga melakukan akuisisi kebun karet dan
fasilitasnya PT. Huma Indah Mekar di Lampung serta kebun sawit dan
fasilitasnya PT. Agro Mitra Madani di Jambi dengan nilai akuisisi seluruhnya
sebesar Rp. 140 milliar. Disisi lain PT. Bakrie Sumatera Plantations juga telah
melepas aset yang dinilai tidak produktif,seperti kebun sawit milik PT. Patriot
Andalas di Kalimantan Barat.
BSP juga
akan melakukan ekspansi ke Kamboja dengan membuka lahan perkebunan seluas 10
ribu hektare dengan investasi US$ 30 juta atau sekitar Rp300 miliar. Sekitar 20%
atau sekitar US$ 6 juta dari investasi berasal dari dari kas internal
perseroan, dan sisanya berasal dari pinjaman luar negeri atau investor asing
Salah satu
usaha BSP yaitu menerbitkan obligasi tambahan senilai US$ 25 juta melalui anak
perusahaannya BSP Finance BV. Obligasi yang diterbitkan tersebut mempunyai
bunga 10,75% tingkat imbal hasil 11,48 persen, dan harga 98,18%.
Obligasi ini
jatuh tempo pada 2011 dan dijamin oleh Bakrie Plantations dan empat anak
perusahaannya yaitu PT Bakrie Pasaman Plantations, PT Agrowiyana, PT Agro Mitra
Madani, PT Huma Indah Mekar, dan PT Air Muring. Arch Advisory Limited bertindak
sebagai penasihat untuk transaksi ini.
Pada akhir
2010 BSP melalui anak perusahaannya PT. Flora Sawita Chemindo (PT. FSC)
melakukan ekspor perdana produk turunan CPO terdiri dari 10 kontainer stearic
acid dengan tujuan China, 3 kontainer stearic acid ke Siria, 1 kontainer
stearic acid ke Iran, 2 kontainer glycerine ke India, dan 1 kontainer glycerine
ke Taiwan.
Stearic acid
merupakan bahan baku dan bahan penunjang industri karet dan ban, pelumas,
sabun, detergen, industri elektronika, dan plastik. Sedangkan glycerine
merupakan bahan penunjang pasta gigi, industri farmasi, industri rokok,
kosmetik, sabun, dan bahan makanan. Pasar stearic acid paling banyak ke China,
yakni sampai 40 persen dari produksi. 25 persen dijual ke Eropa, 25 persen
lokal, dan sisanya ke berbagai negara.
Seperti
diketahui pada 2010 BSP mengakuisisi Grup Domba Mas senilai Rp 2,06 triliun.
Grup Domba Mas memiliki 3 anak perusahaan yaitu PT Flora Sawita Chemindo (FSC),
PT Domas Agrointi Perkasa (DAP), dan PT Domas Sawitinti Perdana (DSP).
PT. FSC memiliki total kapasitas produksi 54 ribu ton fatty acid per
tahun, yang terdiri dari 49 ribu ton stearic acid dan 5 ribu ton glycerine per
tahun. Pabrik tersebut berlokasi di Tanjung Morawa, Medan, Sumatra Utara. PT.
FSC mulai beroperasi pada 1998, namun pada 2007 sempat berhenti operasi.
Setelah diakuisisi oleh BSP kemudian melakukan renovasi senilai US$ 2 juta,
kemudian beroperasi kembali. Sedangkan Dap dan DSP memiliki total kapasitas
produksi fatty acid sekitar 50.000 ton per tahun dan fatty alcohol
sekitar 132.000 ton per tahun.
PT
ASD-Bakrie Oil Palm Seed Indonesia bergerak di bidang pembenihan kelapa sawit
berkapasitas 20 juta benih kelapa sawit per tahun dengan investasi US4 7 juta.
Pembibitan ini akan berproduksi pada 1915. ASD-Bakrie akan menghasilkan
varietas kelapa sawit baru yang bertahan hingga 10 tahun. Varietas ini dapat
menghasilkan CPO sebanyak 8 sampai 10 ton. PT. ASD Bakrie merupakan patungan
antara BSP dengan Agricultural Service and Development LLC dari Costa
Rica
Pada 2010
BSP mengembangkan perkebunan kelapa sawit di wilayah Sumatra seluas 10.000 ha
dengan investasi US$ 25 juta, yang akan beroperasi pada 2013.
Saat ini BSP
memiliki total area perkebunan kelapa sawit 150 ribu ha dan perkebunan
karet 117.118 ha pada 2011 tersebar di Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra
Selatan dan Sumatra Barat. BSP akan menambah lahan kelapa sawit menjadi 200
ribu ha pada 2014.
Sementara
itu kapasitas produksi pengolahan kelapa sawit sebesar 2,3 juta ton TBS per
tahun serta produksi CPO sebesar 174.417 ton pada 2010.
PT
Perusahaan Perkebunan London Sumatra Indonesia Tbk (Lonsum)
PT. Lonsum
memiliki perkebunan kelapa sawit yang tersebar di Sumatera Utara, Sumatera
Selatan dan Kalimantan Timur. Setelah proses restrukturisasi di tahun 2004,
Lonsum kembali menggiatkan usaha perkebunan di Sumatera Utara sementara
melanjutkan kegiatan pengelolaan yang sempat tersendat di Sumatera Selatan dan
Kalimantan Timur. Perusahaan telah merehabilitasi sekitar 14.000 ha perkebunan
inti dan tengah berupaya mengelola 15.000 ha perkebunan sawit di Sumatera
Selatan.
Pada tahun
2004, Robert Kuok Hock-Nien pengusaha dari Malaysia membeli sebagian
besar saham PT Pan London Sumatera Plantation, perusahaan yang kini
menguasai 20,94% saham PT PP London Sumatera Tbk. (Lonsum). Kuok
mengakuisisi saham Pan London Sumatera Plantation milik Andre Pribadi, adik
dari pemilik Grup Napan, Henry Pribadi.
Pada 2007
Lonsum diakuisi oleh Grup Indofood melalui PT. Indo Agri Resources Ltd dengan
nilai sekitar Rp 8,4 triliun. Dana untuk akuisisi didukung oleh ING,
Standard Chartered Bank, Sumitomo Mitsui Banking, dan Bank Cen¬tral Asia.
Bank-bank tersebut memberi pinjaman yang besaran¬nya sekitar IS$ 20-25
juta.
Seperti
diketahui, dua keluarga pengusaha besar, keluarga Salim pemilik PT Indosiar
Karya Media Tbk dan keluarga Sariaatmaja, dikabarkan melakukan tukar guling
lahan perkebunan sawit dan stasiun televisi Indosiar. Keluarga Salim membeli
lahan sawit PT Lonsum. Sementara keluarga Sariaatmaja, yang memiliki
stasiun televisi SCTV dan O Channel, mengambil alih stasiun TV milik keluarga
Salim yakni Indosiar.
PT. Indo
Agri sendiri merupakan perkebunan yang terintegrasi dan pengolah minyak goreng,
margarin, dan shortenings dengan merek terkemuka. IndoAgri sebelumnya
memiliki lahan perkebunan kelapa sawit 224.083 ha, di antaranya sekitar 74.878
ha telah ditanami. Dengan akuisisi ini, total lahan perkebunan meningkat
menjadi sekitar 387.483 hektar, dan total lahan yang telah ditanami menjadi
sekitar 138.081 hektar. Secara keseluruhan, luas lahan yang telah ditanami
sekitar 165.000 hektar, termasuk karet dan tanaman lain.
Lonsum
memiliki sebanyak 38 perkebunan inti dan 14 perkebunan plasma di Sumatera,
Jawa, Kalimantan dan Sulawesi dengan total areal perkebunan seluas 99.386 ha
pada 2011. Sekitar 79% ditanami kelapa sawit yang kini memiliki umur rata-rata
12 tahun, 18% tanaman karet dan sisanya tanaman murah lainnya. Diantaranya
38.000 ha area perkebunan kelapa sawit dengan produksi CPO sekitar 170.000 ton
per tahun yang berlokasi di Sumatra Utara telah mendapatkan sertifikat
RSPO.
Lonsum
mengoperasikan 11 pabrik, antara lain 4 pabrik di Sumatera Utara, 6 pabrik di
Sumatera Selatan, dan 1 pabrik di Kalimantan Timur. Total kapasitas keselurahan
pabrik tersebut mencapai 405 ton per jam. Masing-masing pabrik memiliki
kapasitas yang berbeda antara 10 hingga 60 ton per jam.
Pada 2011
Lonsum merencanakan akan menambah areal perkebunan seluas 3.000-4.000 ha dengan
investasi sekitar Rp 400 miliar.
PTP
Nusantara IV
PT
Perkebunan Nusantara IV (Persero), disingkat PTPN IV, adalah perkebunan milik
negara yang dibentuk pada tahun 1996. Perusahaan yang berstatus sebagai Badan
Usaha Milik Negara (BUMN) ini merupakan penggabungan kebun-kebun di Wilayah
Sumatera Utara dari eks PTP VI, PTP VII dan PTP VIII.
PTPN IV
merupakan perkebunan kelapa sawit terbesar milik negara. Selain unit
usaha perkebunan, PTPN IV juga memiliki sejumlah 34 unit pabrik pengolahan
hasil perkebunan diantaranya pabrik CPO 16 unit. PTPN IV memiliki kapasitas
produksi CPO sebesar 365.081 ton per tahun, Palm Kernel Oil 34.100 ton
per tahun dan lain-lain.
Pada 2007
PTPN IV memperluas areal tanaman sawitnya dengan mengambil alih lahan sawit
milik PT Andalas Agro Nusantara di Kabupaten Mandailing Natal (Madina),
Sumatera Utara seluas 20 ribu ha. Diantaranya 9.000 hektare akan diperuntukkan
bagi pembukaan lahan plasma yang melibatkan petani di sekitar perkebunan.
Proses penanaman 20 ribu hektare areal itu sendiri diperkirakan rampung tahun
2011 dan diyakini produksinya cukup bagus mengingat bibit sawit yang
berkualitas seperti dari Guthrie Malaysia.
Hingga 2010
PTPN IV memilki total area perkebunan seluas 175.244 ha, yang terdiri dari
perkebunan kepala sawit 135.198 ha dan perkebunan teh seluas 4.398 ha.
Untuk produksi kelapa sawit sudah mencapai 2,191 juta ton, dengan luas
arel produksinya 23,28 ton per hektar. Sedangkan teh jadi sudah memproduksi
hampir 9 ton, di mana luas areal produksi daun teh basah 10,60 ton per hektar.
Sedangkan jumlah ekspor dan lokal kelapa sawit mencapai 804.389 juta kg
sedangkan teh hanya 8,482 juta kg.
Pada 2011
PTPN IV menargetkan produksi CPO sekitar 700.000 ton atau meningkat hanya 1,55%
dibandingkan dengan realisasi tahun lalu.
Pada 2011
PTPN IV mengeluarkan belanja modal sekitar Rp 2,0 triliun untuk perluasan
tanaman kelapa sawit dan teh sebesar Rp511,024 miliar, dan bangunan rumah,
peralatan mesin, jalan dan saluran air, alat pertanian mencapai Rp464,678
miliar dan investasi lain-lain sekitar Rp100,477 miliar.
Lahan
Perkebunan Besar Swasta Terbesar
Berdasarkan
luas kepemilikan area perkebunan kelapa sawit, pada 2011 Perkebunan Besar
Swasta (PBS) adalah yang terbesar. Hal ini merupakan kontribusi dari perusahaan
besar seperti PT. Asian Agri dan anak perusahaannya yang menguasai 160.000 ha
lahan perkebunan sawit di wilayah Sumatera.
Selanjutnya
tercatat PT. Astra Agro Lestari (AAL) yang memiliki area perkebunan seluas
265.000 ha. Perkebunan kelapa sawit milik AAL tersebar di wilayah Sumatera,
Kalimantan dan Sulawesi.
PT. SMART
tercatat memiliki luas lahan perkebunan kelapa sawit sekitar 137.574 ha yang
sebagian besar berlokasi di Sumatera dan Kalimantan.
0 komentar:
Posting Komentar