Ketika
Jepang dilanda Tsunami pada 2011, banyak pembangkit listrik bertenaga
nuklir yang tidak aktif karena mengalami kerusakan. Setelah ini disusul
dengan bencana kebocoran reaktor nuklir Fukushima yang mengakibatkan
Jepang harus mencari sumber alternatif untuk dijadikan pembangkit
listrik. Selanjutnya, muncul ide memakai cangkang sawit yang dapat
dijadikan sumber alternatif pembangkit listrik yang lebih ramah dan aman
bagi masyarakat.
Menindaklanjuti kebutuhan ini, beberapa perwakilan pemerintah Jepang
datang ke Indonesia untuk mencari cangkang sawit. Alasannya, Indonesia
sudah dikenal sebagai negara yang memiliki luas perkebunan sawit
terbesar di dunia. Di Indonesia, perwakilan Jepang bertemu dengan Adi
Sasono, Ketua Umum dan Yuzri Suhud, Pengurus COOP Indonesia Foundation.
Membaca peluang bisnis ini selanjutnya mereka berdua mendirikan PT
Padico Indonesia pada Desember 2012 yang bergerak sebagai perusahaan
pemasok cangkang sawit.
“Itulah awal mula berdirinya PT Padico Indonesia. Kami melihat
cangkang sawit yang dulunya tidak bernilai secara ekonomis, namun
ternyata saat ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi,” papar Yuzri
Suhud yang ditunjuk sebagai Direktur Utama PT Padico Indonesia.
Suplai cangkang sawit diperoleh PT Padico Indonesia dari beberapa
pabrik sawit yang berada di Sumatera khususnya Riau. Saat ini, beberapa
pabrik sawit di Riau sudah menjadi langganan yang memasok cangkang sawit
kepada PT Padico Indonesia. Selama setahun beroperasi, PT Padico
Indonesia dapat memasok cangkang sawit sebanyak 33.000 ton.
Mekanisme pembelian cangkang dari PKS dilakukan dengan cara pre
order, yakni PT Padico Indonesia memesan cangkang dengan jumlah yang
ditentukan barulah dilakukan pembayaran penuh. Setelah itu cangkang baru
dikirim ke stockpile atau tempat pengumpulan cangkang.
Tahun 2013, PT Padico Indonesia telah mengekspor cangkang sawit ke
Jepang sebanyak tiga kali, yang masing-masing jumlahnya 11.000 ton.
“Cangkang yang dikirim perusahaan merupakan cangkang yang berkualitas
baik karena pasar internasional memberlakukan standar ketat,” papar
Yuzri, yang juga menjabat sebagai Direktur Utama Induk Koperasi Unit
Desa.
Cangkang sawit sendiri memiliki beragam kualitas. Kualitas cangkang
yang baik yaitu tidak bersabut dan memiliki kulit yang tebal. Banyaknya
sabut dan ketebalan kulit dipengaruhi oleh pengolahan buah sawit ketika
proses pengolahan menjadi CPO (Crude Palm Oil).
Yuzri menambahkan kualitas cangkang nantinya akan menentukan harga
jual cangkang sawit kepada customer. “Masalah logistik juga mempengaruhi
harga karena proses memindahkan cangkang dengan menggunakan truk dari
pabrik kelapa sawit sampai ke stockpile di dekat pelabuhan, hal ini juga
menentukan harga. Semakin jauh dari pelabuhan semakin tinggi harga
cangkang,” jelas Yuzri.
Cangkang yang siap kirim nantinya akan tidak langsung diekspor ke
negara pembeli. Tetapi, sampel cangkang ini harus dibawa dulu untuk uji
laboratorium yang akan menentukan apakah kualitasnya bagus atau tidak.
Setelah itu, cangkang dari pabrik kelapa sawit akan dibawa ke stockpile
untuk kemudian diolah selanjutnya dibersihkan dari kotoran seperti
tanah, batu, sabut, dan material luar lainnya. Setelah melewati proses
ini, barulah cangkang dikapalkan ke negara pembeli seperti Jepang.
Proses sebelum pengapalan misalkan uji laboratorium, sangatlah
penting guna menjaga kualitas dan menghindari kerugian dari kontrak
pembelian. “Apabila material luar lebih dari 1% dalam satu kali
pengiriman, maka penjual terkena denda. Sebagai contoh, kalau kita
mengirim cangkang sebanyak 11.000 ton, idealnya material luar tidak
boleh lebih dari 110 ton,” pungkas Yuzri.
Melihat prospek yang bagus dari bisnis ‘sampah’ sawit ini, Yuzri
Suhud optimistis PT Padico Indonesia akan berkembang pesat. Pada tahun
depan, PT Padico Indonesia menargetkan dapat menjual cangkang sawit
hingga mencapai 100.000 ton.
“Oleh karena itu, perusahaan berencana mencari suplai ke Sulawesi,
Kalimantan, dan Papua karena kalau hanya mengandalkan Sumatera tidak
akan cukup. Semakin tingginya permintaan menjadikan pasarnya sangat
luas, dan kompetisi kian ketat” katanya.
Selain Jepang, PT Padico Indonesia telah bernegosiasi dengan Korea
Selatan untuk memasok kebutuhan cangkang sawit guna pembangkit listrik.
Sebagai informasi, negara lain seperti Polandia dan Thailand juga
menjadi pasar potensial bagi pasar cangkang sawit.
Yuzri Suhud yang telah lama berkecimpung di industri kelapa sawit
juga memiliki keinginan supaya pasar cangkang sawit domestik semakin
terbuka, seiring dengan kebutuhan yang lebih masif. “Jika, ada peluang
tentunya akan dimanfaatkan. Pasarnya pun sebenarnya bukan hanya untuk
pembangkit listrik karena ampas cangkang juga bisa dijadikan campuran
bahan semen dan kualitasnya akan lebih baik,” jelasnya.
Menurut Yuzri, bisnis cangkang sawit ini mampu membuka lapangan
pekerjaan baru untuk masyarakat lokal, seperti pengolahan cangkang dan
kebutuhan logistik di darat maupun laut. “Jadi, saya pikir walaupun yang
dijual ini sampah tetapi bisa memberikan nilai tambah yang baik dan
berkontribusi menciptakan lapangan pekerjaan,” pungkasnya. (Anggar
Septiadi)
Selasa, 20 Januari 2015
indus


0 komentar:
Posting Komentar